Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
25. INT. DI DALAM MESS – MALAM
Retni dan Salim duduk mengelilingi meja. Kliping dan kertas yang sebelumnya berserakan kini ditumpuk rapi. Di atas meja tampak tiga piring berisi nasi bungkus dan tiga botol kecil air mineral.
SALIM
Maaf ya Nak. Hanya bisa menjamu ini.
RETNI
Tidak apa-apa, Pak. Saya yang sudah merepotkan.
SALIM
Yuk, kita makan.
RETNI
(menunjuk ke arah piring yang tidak bertuan)
Itu punya siapa, Pak?
SALIM
Saya beli untuk Rahadi. Biar dia ikut makan dan sekalian ngobrol sama kamu. Tapi ketika saya ajak, dia bilang lagi capek dan ngantuk berat.
Dia nyuruh kita makan duluan.
Retni terdiam sejenak. Sinar matanya menunjukkan sedikit kekecewaan.
SALIM
Belakangan, Rahadi memang agak pendiam, Nak.
RETNI
Kenapa, Pak?
SALIM (CONT’D)
(menggeleng)
Mungkin karena pertunangannya batal. Tapi mungkin juga karena sebab lain.
Dia nggak pernah cerita.
RETNI
Bapak pernah ketemu tunangannya?
SALIM
Belum. Rahadi tidak pernah mengajaknya kemari. Seingat saya, hanya ada satu hal yang bisa membuatnya ceria.
RETNI
Apa, Pak?
SALIM
Kamu, Nak.
Retni terbatuk lalu buru-buru membuka tutup botol air mineral dan meminumnya.
SALIM
Dulu, dia selalu cerita tentang kamu dengan mata yang berbinar, dan setiap ucapannya tentangmu hanya berisi pujian atau guyonan. Sepertinya, Rahadi menyukaimu, Nak.
RETNI
(menelan ludah dan kembali minum, berusaha menenangkan diri)
Itu hanya dugaan Bapak saja. Kalau dia memang menyukai saya, dia pasti akan berusaha mengejar-ngejar saya, bukannya malah bertunangan dengan orang lain.
SALIM
(tertegun oleh nada bicara Retni, lalu secepatnya mengalihkan pembicaraan)
Omong-omong, apa semua kliping dan dokumen yang saya kasih sudah cukup?
RETNI
Sepertinya sudah, pak. Kalau masih ada yang kurang, nanti saya browsing saja.
SALIM
(mengangguk-angguk) Iya iya. Sekarang sudah jaman internet. Apa-apa tinggal browsing. Saya saja yang masih kuno. Masih suka bikin kliping koran (lalu terkekeh).
Retni ikut tertawa. Mereka lanjut mengobrol ringan. Kamera berpindah menyoroti bulan purnama yang bersinar terang dari balik jendela mess.
26. INT. DALAM MESS – LARUT MALAM
Memperlihatkan Retni yang duduk di kursi sambil mengetik di laptopnya. Kliping dan dokumen kembali berserakan di meja. Dia tidak menyadari kehadiran Rahadi yang tengah mengintip dari jendela yang terbuka.
RAHADI
Belum tidur?
Retni terkejut. Dia menoleh lalu kembali menghadap laptopnya dengan wajah gugup.
RETNI
Belum. Aku mau ..menyelesaikan tulisanku dulu sebelum pulang.
RAHADI
(dengan suara tinggi dan sinis)
Percuma saja kau menulis tentang gajah dan perambahan.
RETNI
(kembali menoleh)
Percuma kenapa?
RAHADI
Sudah berapa banyak berita tentang korban kabut asap, tetapi apa kelanjutannya? Dan tentang perambahan hutan, asal kau tahu, kami di sini harus mempertaruhkan nyawa saat berusaha membekuk pelakunya.
Retni menatap lurus pada Rahadi yang masih berdiri di tepi jendela. Kedua tangannya bertumpu pada bingkai jendela besar tanpa teralis itu. Wajahnya tampak kaku dan sepasang matanya menatap Retni tajam.
RETNI
Membekuk pelakunya? Maksudmu, para pembakar hutan itu?
RAHADI
Ya. Mereka orang-orang di sekitar Tesso Nilo. Pak Salim sebenarnya melarangku dan teman-teman di sini untuk mengejar mereka. Tetapi, kadang-kadang aku geram. Bagaimana mungkin kami bisa diam sementara di luar sana ada yang berusaha membakar rumah kami?
Lalu, apa yang kau harapkan dengan menulis tentang Tesso Nilo? Siapa yang menurutmu akan peduli dengan nasib gajah-gajah di sini dan kelestarian kawasan lindung?
RETNI (CONT’D)
(terdiam sejenak)
Aku ingin semua orang, minimal yang membaca tulisanku tahu bahwa dampak pembakaran membuat situasi bertambah sulit. Hutan terbakar. Gajah liar menyerbu pemukiman penduduk. Konflik semakin meruncing. Sementara itu, warga juga harus bertahan di tengah udara yang tercemar asap. Tapi, apa kamu yakin kalau yang membakar memang warga sekitar dan bukannya para orang suruhan atau para preman?
RAHADI
Ya. Aku yakin. Aku sudah bertahun-tahun hidup di Tesso Nilo! Mereka semua kompak melindungi perambah. Aku tidak mengajakmu untuk pesimis. Tetapi, apa yang kau lakukan itu, percayalah, tidak akan mampu menghentikan masalah ini.
RETNI
(dengan suara yang ikut meninggi)
Jadi, kau pikir apa yang kulakukan tidak akan berdampak apapun, begitu? Dengar! Akan kubuktikan padamu kalau tulisanku bisa mengubah keadaan meski hanya sebesar butiran debu!
RAHADI (CONT’D)
(tertawa mengejek) Tenang, tahan dulu emosimu, Retni. Gajah-gajahku bisa terbangun nanti. Kasihan, mereka sudah bekerja sangat keras hari ini. Aku tidak meremehkan pekerjaanmu. Aku hanya tidak yakin kalau semua yang kau lakukan dapat mengubah keadaan. Ini sudah masuk bulan ketiga. Tetapi kondisi udara justru bertambah parah. Lebih baik kau mengambil cuti dan cepat-cepat meninggalkan kota ini sebelum kesehatanmu memburuk. Bulan depan, kau akan lamaran, bukan?
RETNI (CONT’D).
(ternganga) Pak Salim yang bilang padamu?
RAHADI
(tersenyum sinis) Aku sudah tahu lebih dulu sebelum kau datang kemari. Siapa suruh kau memajang fotomu dan calonmu di sosmed?
Kuucapkan selamat. Akhirnya, kau berhasil mendahuluiku.
Retni gelagapan. Dia bangkit dan berjalan mendekati jendela.
RETNI
Tapi, bukankah kau sudah duluan bertunangan? Kupikir, tahun ini kau akan menikah.
RAHADI
(menggeleng, tersenyum pahit)
Seperti yang kau lihat bukan? Aku masih di sini, melatih gajah-gajah asuhanku untuk mengusir gajah liar sampai konflik gajah benar-benar berhenti.
RETNI
(bertanya hati-hati)
Boleh aku tahu, kenapa pertunanganmu batal?
RAHADI
Kau mau tahu kenapa? Karena aku lebih mencintai Momon daripada Ayu! Aku rela menua bersama Momon daripada hidup tersiksa di sisi perempuan yang tidak kucintai.
Rahadi tertawa. Keras sekali hingga bahunya terguncang.
RETNI
Hey! Jangan bercanda dong! Itu nggak lucu, tahu! Tidak mungkin kau mau melepaskan Ayu hanya demi seekor gajah!
RAHADI
Buktinya, aku masih di sini bukan? Bersama Momon, Beno dan Dodit? Bukan di tempat tidur yang nyaman bersama Ayu?
Rahadi meninggalkan jendela. Suara tawanya masih terdengar. Retni bersedekap. Setetes air mata jatuh di pipinya.