Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Ketik Magic
Suka
Favorit
Bagikan
3. ACT 2 Bagian Akhir

36. EXT. HALAMAN RUMAH — PAGI

Suasana pagi hari, Warga lalu lalang di depan gerbang rumah. Sepasang kaki berpijak melangkah menuju gerbang. Langkahnya berhenti lalu terdengar suara bel.

37. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — PAGI

Tara duduk di sofa, menyeruput kopinya. Di hadapannya, Adi duduk dengan tegang.

Di meja panjang, para Drafter memperhatikan dengan tegang. Satria mendekatkan dirinya ke Jaka.

SATRIA
(berbisik)
Itu Pak Tara?

Jaka mengangguk. Satria menelan ludah.

Tara berdehem.

TARA
Oke, seperti biasa saya ke sini untuk menanyakan tentang plot ke depannya. Karena kemarin kita sudah mulai plot baru. Saya ingin pastikan Anda tidak mencoba menjegal seperti semalam.

Adi tersentak bingung.

ADI
Maksudnya?

Tara tertawa kecil sambil menatap tajam.

TARA
Semesta lain? Saya saja tidak mengerti apa maksudnya. Apalagi ibu-ibu yang jadi penonton kita. 
(beat)
Anda bilang semalam ide itu dari drafter baru Anda kan?

Tara menatap Satria. Satria panik langsung membuang muka.

TARA
Jadi itu anaknya?
ADI
Kenapa? Ada masalah?

Tara kembali menatap Adi.

TARA
Pak Adi, terakhir kita bicara seperti ini, Anda bilang Anda ingin berhenti. Jadi, saya pikir dengan situasi mendesak seperti semalam, Anda sengaja memberikan saya draft yang jelek, agar rating turun. Tapi untungnya, Anda salah. Penonton kita suka.

Adi tersentak, dia memundurkan tubuhnya, menyender ke sofa.

Para Drafter memperhatikan itu, tapi tidak bisa mendengar.

RANI
(berbisik)
Mereka ngomongin apaan sih?
WIRA
(berbisik)
Makanya kamu diem, biar kedengeran.

Rani kesal, memukul Wira.

Tara berdehem.

TARA
Saya sungguh tidak menyangka ternyata Anda licik juga ya, mau menjadikan Anak itu sebagai kambing hitam.

Adi menunduk malu.

TARA
Tapi saya punya rencana untuk anak itu...

Tara menengok ke Satria dan menunjuknya.

TARA
(lebih keras)
Kamu, Anak baru. Plot kemarin dari kamu, kan? Mulai sekarang kamu bantu Pak Adi menulis plot ya!

Semua tersentak kaget. Adi mendongak.

ADI
Dia masih baru, Pak. Dia gak akan kuat nge-draft sekaligus bikin plot. Dia bisa tumbang.

Tara beranjak dari kursinya.

TARA
Saya yakin dia akan belajar. Kalau tumbang, ya Anda cari lagi yang lain.

Tara berjalan menuju pintu. Tara memberikan kode ke Satria untuk mendekat. Satria mendekati Tara. 

TARA
Saya lihat dari tulisan kamu, kamu itu berbakat. Kamu bisa jadi seperti Adi, bahkan lebih. Kamu bisa jadi bintang di industri ini. Seperti... Raja Raharja, kamu tahu kan?

Satria menggangguk kesal.

TARA
Tapi kamu harus hati-hati dengan Adi. Jangan mau dimanfaatin. Kamu harus pikirin diri kamu.

Satria terdiam. Tara tersenyum sambil menepuk bahu Satria. Tara ingin membuka pintu, tapi masih dikunci banyak.

TARA
Kadang saya menyesal pasang ini.

Tara membuka slot kunci satu per satu, lalu membuka pintu dan pergi keluar.

Para Drafter langsung mengerubungi Satria.

RANI
Pak Tara ngomong apa, Sat? 

Satria masih merenung.

SATRIA
Oh nggak... Cuma nasehatin biasa aja.

Para Drafter tampak iba ke Satria.

WIRA
Hati-hati, Boy. Ntar lu dijebak.

Satria mengangguk, tapi masih memikirkan kata-kata Tara.

Adi masih duduk di kursinya, merenung. Tampak Para Drafter mendekatinya.

JAKA
Jadi gimana, Mas?

Adi menengok, mencoba tersenyum.

ADI
Ya seperti yang kalian dengar. Satria, ayo kita bikin plot.

Adi tersenyum. Satria menatap gundah.

38. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — SIANG

Adi sedang membaca naskah di laptopnya, di sebelahnya ada Satria yang menunggu jawaban.

ADI
Bagus. Ini gampang dimengerti tapi masih banyak ruang buat dibikin lebih detail ceritanya. Kayaknya kamu berbakat jadi plotter sinetron.

Satria tersenyum.

SATRIA
Makasih, Mas. Saya sekarang ngerti susahnya bikin cerita yang dipanjang-panjangin, tapi tetap menarik. Saya salut sama Mas Adi, bisa bikin cerita seribu lebih episode gitu.

Adi tersenyum. Satria yang masih gundah, akhirnya memberanikan diri. 

SATRIA
Mas Adi, kenapa nulis sinetron?

Adi terkejut, dia melihat tatapan mata Satria yang gundah.

ADI
Awalnya saya menulis novel. Tapi, penulis novel di negeri ini itu gak ada duitnya. Jadi pas saya dapat kesempatan ini, ya saya ambil.

Satria tampak kecewa.

SATRIA
Jadi, karena uang?
ADI
Ya bisa dibilang begitu. Kenapa? Kamu kecewa ya?

Satria tidak berani menjawab. Adi tertawa kecil.

ADI
Tapi sekarang kalau bisa milih uang atau berhenti saya akan milih berhenti. 
(beat)
Ya begitulah hidup, kita kejar sesuatu, rasanya susah banget dapetnya, tapi pas udah dapet, mau lepas, rasanya lebih susah.

Satria merenungkan kata-kata Adi.

ADI
Yaudah, kamu panggil yang lain, kita mulai nge-draft.
SATRIA
Oh, siap, Mas.

Satria beranjak pergi. Adi menatap ke layar laptopnya. Dia mengeluarkan HP-nya. Memandang wallpaper gambar Anaknya.

39. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — SIANG

Para Drafter sedang mengetik. Satria tampak kelelahan.

WIRA
Oke, done! Semua scene selesai!

Satria langsung membaringkan tubuhnya ke karpet.

SATRIA
Aduh... Capek banget...
WIRA
Sabar, Boy. Nanti juga lu lama-lama biasa.
JAKA
Iya, yang susah itu ngatasin rasa kangen sama keluarga.
RANI
Iya, keluarga kamu gimana? Pacar kamu gak masalah?

Satria tersentak lalu bangkit duduk.

SATRIA
Saya gak punya pacar, Mbak.

Wira dan Jaka menahan tawa.

RANI
(menggoda)
Tapi gebetan ada dong?

Satria tersenyum malu. Rani tertawa.

RANI
Dia tau gak kamu kerja gini? Gak nyariin? Masa PDKT gini justru kamu harus lebih hati-hati. Salah langkah, bisa lepas itu kesempatan.

Satria tersentak.

SATRIA
Saya belum pernah ajak ngobrol sih, Mbak. Baru kenalan aja. Masih bingung mau nge-chat apa.
RANI
Ih, chat aja! Kerjaan kita ini penuh tekanan. Kalau gak ada yang bikin semangat, nanti kamu bisa stres tuh kayak Bang Wira.

Wira menengok ke Rani, Rani tertawa.

WIRA
Gua sih males punya pasangan sekarang, soalnya pasti ribet aja. Udah Boy, lepasin aja. Masih banyak burung di langit.
RANI
Ih, Bang Wira ngajarin yang gak bener! Jak, kata kamu gimana? 
JAKA
Ya saya sih bebas, terserah Satria. Omongan Mbak Rani ya ada benernya, omongan Bang Wira juga ada benernya. Terserah kamu aja, Sat, mau ngikutin mana. Kan kamu yang nanggung resikonya.

Rani dan Wira menatap Satria menunggu jawaban. Satria mengambil HP-nya, mengirimkan chat ke Dinda.

SATRIA
Udah saya chat, tapi gatau bakal dibalas apa nggak.

HP Satria berbunyi, tampak chatnya dibalas. Satria tersenyum. Rani bersorak memukul lengan Wira. 

40. INT. RUMAH — MONTAGE

Montase Satria tersenyum menatap layar HP-nya berbalas chat dengan Dinda.

INT. KAMAR Satria main HP sambil tiduran, tampak balon chat muncul di layar. Satria dan Dinda membahas masalah pribadi mereka, seperti nama, hobi, film favorit, dan lainnya. Wira datang untuk memberitahukan bahwa plot turun, lalu pergi. Satria masih asyik main HP. Tak lama Wira datang lagi menggedor-gedor pintu. Satria langsung buru-buru keluar.

INT. RUANG TENGAH Satria sambil nge-draft membalas chat Dinda lewat Laptop, Tampak mereka sudah masuk fase saling merayu dengan kata-kata puitis dan imut. Satria salah mengetik balasan ke Dinda malah diketik di dokumen naskah. Jaka membacanya dan tertawa. Ia lalu mengetik balasan di bawah ketikan Satria, Satria membaca itu, baru sadar dan buru-buru menghapusnya.

INT. DAPUR Satria main HP sambil membuat kopi. Tampak kini Dinda dan dirinya sudah membahas soal rindu. Satria sampai lupa kalau dia sedang memasak air, sampai airnya habis. Rani datang kaget melihat itu dan segera mematikan kompor. Rani marah-marah, tapi Satria masih senyum-senyum lihat HP.

Satria tersenyum melihat HP. Chat dari Dinda masuk, mengajaknya untuk nge-date. Senyum satria berubah jadi panik.

41. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — SIANG

Satria duduk dengan wajah bingung.

Di hadapannya ada Wira, Jaka, dan Rani yang juga tampak bingung.

WIRA
Kan gua bilang apa, ribet kan lu sekarang. Udah lah, lepasin aja.
RANI
Jangan! Pasti ada jalan!
JAKA
Kalau saya sih lebih mikirin kamu izin ke Mas Adinya gimana...
ADI (O.S.)
Izin apa?

Semua menengok kaget, tampak Adi sudah berada di belakang mereka. Mereka berbaris canggung. Rani mendorong Satria untuk mendekati Adi. Satria gugup.

SATRIA
Eh... Itu, Mas... Besok...

Satria jadi ragu-ragu. Adi menunggu jawabannya.

ADI
Ya? Besok kenapa?
SATRIA
Saya boleh ijin keluar?

Satria tampak tegang. Adi masih terdiam. Para Drafter lain ikut menatap Adi dengan tegang. Adi kemudian tersenyum.

ADI
Boleh aja...

Satria menghela napas lega.

ADI
Tapi bawa laptop ya, jadi kamu bisa tetap bikin plot dan nge-draft.

Satria terkejut. Adi pergi meninggalkan mereka.

Para Drafter langsung mengerubungi Satria.

RANI
Tuh kan ada jalan!
WIRA
Jangan deh, Boy! Dulu kita pernah kerja remote gitu, tau sendiri hasilnya gimana? Kita disuruh tinggal di rumah ini.
JAKA
Iya, Sat, lebih baik kamu pikirin lagi. Kamu juga kan sekarang bantuin jadi plotter. Kamu harus standby terus loh.

Satria menggaruk kepalanya pusing.

42. EXT. HALAMAN RUMAH — PAGI

Suasana pagi hari. Orang-orang jogging di depan jalanan komplek rumah.

43. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — PAGI

Satria berjalan mondar-mandir sambil menatap ke Adi yang tengah mengetik di mejanya. Rani muncul dan bingung melihat Satria.

RANI
Kamu kenapa sih, Sat?
SATRIA
Nungguin plot saya disetujui sama Mas Adi, Mbak. Kalau saya selesai ngerjain buat draft pagi kan saya bisa pergi tenang, siang saya bisa pulang.

Rani mengangguk paham. Adi membalikkan badannya.

ADI
Satria, saya udah selesai baca, ini oke. Kasih tahu yang lain, kita udah bisa mulai nge-draft.

Satria sumringah.

SATRIA
Baik, Mas.

Satria bergegas pergi.

44. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — PAGI

Satria tampak mengetik dengan sangat cepat. Wira, Jaka, dan Rani menatapnya heran.

WIRA
Kenapa lu, Boy? Kesurupan?

Satria tetap serius mengetik, tak mendengar suara Wira.

RANI
Jangan diganggu, Bang. Dia lagi buru-buru selesaiin draft ini, biar bisa jalan.
WIRA
Oh, Pantesan. Santai aja, Boy. Kalau emang jodoh, gak akan ke mana hahaha.

HP Satria yang di taruh di sebelah laptopnya berdering. Satria langsung mengambilnya. Tampak chat dari Dinda: "Aku jalan ya."

Satria panik, dia mengetik lebih cepat.

45. EXT. CAFE - PAGI

Dinda tiba di cafe, dia duduk sendiri, lalu mengeluarkan HP-nya. Dia mengirimkan chat ke Satria. "Aku sudah sampai ya. Kamu udah di mana?".

46. INT. RUMAH - RUANG UTAMA - PAGI

Satria melihat HP-nya dengan tegang. Dia menengok ke Para Drafter lain di sampingnya.

SATRIA
Ini kita ada berapa scene lagi?
JAKA
Dua puluhan lagi.

Satria menggaruk kepalanya pusing.

RANI
Tenang, Sat, aku akan bantuin kamu!

Rani mengetik dengan cepat.

47. EXT. CAFE - PAGI

Dinda duduk termenung. Tampak dia mulai gelisah. Dia melihat HP-nya. Ingin mengirim chat ke Satria, tapi kemudian ada chat dari Mira masuk. "Gimana date-nya?".

Dinda mendengus kesal melihat chat itu. Akhirnya dia melakukan panggilan telepon.

48. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — PAGI

Satria akhirnya selesai mengerjakan tugasnya.

SATRIA
Bagian saya sudah ya, Mas. Saya izin dulu ya.

Satria buru-buru mematikan laptopnya lalu memasukkannya ke dalam tasnya.

ADI
Oh iya, Sat. Nanti siang kita ngedraft lagi ya, jangan lupa.
SATRIA
Iya, Mas, siang saya balik kok.
(ke Drafter lain)
Saya izin keluar dulu ya.
RANI
Semangat ya Satria!
JAKA
Hati-hati, Sat!

Satria segera berlari menuju pintu, di mau membuka pintu, tapi pintu terkunci. Dia membuka slot kunci satu per satu dengan tergesa-gesa.

SATRIA
(bergumam kesal)
Banyak amat sih kuncinya!

Akhirnya Satria berhasil membuka semua slot kunci, dia membuka pintu lalu, berlari keluar.

49. EXT. CAFE — PAGI

Dinda duduk menunggu, cemas. Mira di hadapannya yang sudah kesal menunggu.

MIRA
Yang telat dateng siapa, yang ditelpon suruh dateng siapa.
DINDA
Sorry, abisnya pas gua mau nelpon dia, lu ngechat gua sih. Jadi yaudah sekalian aja gua minta lu ke sini.

Mira menghela napas kesal.

MIRA
Gua sih gak masalah lu suruh dateng tiba-tiba, tapi kalau cuma buat nemenin lu bete gini sih, jadi bete juga gua.
(beat)
Udah lah, Din. Kalau lu gak yakin dia bakal dateng, cabut aja yuk. Kita have fun.

Mira hendak beranjak dari kursinya. Tangan Dinda memegang tangan Mira.

DINDA
Temenin gua sebentar lagi, Mir.

Mira menatap iba ke Dinda, lalu kembali duduk.

MIRA
Gue sih gak masalah lu mau nge-date sama cowok yang temennya geblek itu. Tapi, jangan sampai lu terluka karena diabaikan lagi. Udah cukup lah gua dengerin lu curhat nangis-nangis karena masalah yang sama cuma beda cowoknya aja.

Dinda tersenyum malu, lalu dia tersenyuman ketika melihat Satria datang berlari sambil melambaikan tangan ke arahnya.

DINDA
Kan, Mir. Dia dateng.

Mira melirik datar ke Dinda.

MIRA
Yaudah gue cabut ya. Kalau dia macem-macem, telpon gue.

Mira beranjak dari kursinya, berjalan keluar, papasan dengan Satria. Satria menjulurkan tangannya, Mira menjabat tangannya.

MIRA
(berbisik ke Satria)
Lu baru first date aja udah bikin temen gua mau nangis, awas lu ya kalau macam-macam!

Mira melotot sambil meremas tangan Satria. Satria meringis, tapi tetap mencoba tersenyum. Mira berbalik menengok ke Dinda dengan tersenyum.

Dinda tersenyum senang menganggap Mira dan Satria akrab.

Mira melepaskan tangan Satria dan pergi. Satria berjalan ke meja Dinda, sambil memegangi tangannya yang sakit. Satria duduk di hadapan Dinda.

SATRIA
Maaf, udah bikin kamu nunggu lama.

Dinda menggeleng.

DINDA
Gapapa, ada Mira temenin aku kok. Oh iya aku udah mesen, kamu kalau mau pesen, pesen aja.
SATRIA
Oh, iya.

Satria mengangkat tangannya, mencari Waiter.

SATRIA
Mas!

50. INT. RUMAH. RUANG TENGAH — SIANG

Adi datang menghampiri Para Drafter.

ADI
Draft buat siang kita mulai ya. Saya mau bikin plotnya dulu. Standby ya semua.
JAKA
Baik, Mas.

Adi hendak berbalik, tapi baru menyadari Satria tidak ada.

ADI
Loh, Satria belum pulang ya? Yaudah, nanti saya chat dia deh.

Para Drafter menatap ke langit-langit.

WIRA
Wah, mampus tuh bocah.
RANI
(berdoa)
Satria... Semangat!

51. EXT. CAFE — SIANG

Satria sedang asyik ngobrol dengan Dinda. Tampak dua gelas minuman di hadapan mereka dan beberapa piring kecil kudapan sudah habis. Mereka tertawa akrab dengan tatapan mata orang kasmaran.

DINDA
Oh iya, jadi film kamu udah sampai mana progresnya?

Satria tersentak.

SATRIA
(bingung)
Eh... itu... Sekarang aku lagi nulis yang lain.

Dinda memicingkan matanya.

DINDA
Nulis apa? Jangan bilang kamu jadi penulis sinetron?

Satria terkejut.

SATRIA
(tegang)
Memang kenapa kalau aku nulis sinetron?
DINDA
Ya masa kamu mau sih ikutan nulis cerita yang ngasih pembodohan ke masyarakat gitu? Gak mungkin dong?

Dinda tertawa. Satria tertawa canggung.

SATRIA
Eh... Iya... Hahaha. Gak mungkin lah, aku nulis sinetron. 

HP Satria di atas meja berdering. Ada chat dari "ADI SINETRON" mengatakan bahwa plot turun.

Dinda reflek hendak melihat ke HP Satria, Satria langsung mengambil HP-nya sambil tertawa canggung.

Satria menatap bingung ke layar HP-nya.

DINDA
Kamu udah selesai kan makannya? Ayo!

Satria kaget.

SATRIA
Eh... Mau ke mana?
DINDA
Udah ayo ikut aja...

Dinda menarik tangan Satria untuk beranjak dari kursi.

52. I/E. TAMAN BERMAIN - PACARAN MONTAGE — SIANG

Dinda jalan bersama Satria menaiki berbagai wahana.

Saat Dinda ingin mengajak naik satu wahana, Satria menyuruhnya naik sendiri. Saat Dinda naik, Satria buru-buru duduk mengetik di laptopnya.

Dinda dan Satria sedang duduk bersebelahan. Dinda menunjuk ke stand jajanan. Dia pergi, saat kembali membawa dua jajanan, Satria tidak ada. Tampak Satria sedang duduk mengetik di balik salah satu stand.

Dinda berjalan bersama Satria. Satria melihat HP-nya, lalu memegangi perutnya, dan berlari meninggalkan Dinda.

Dinda duduk sendirian di tengah keramaian. Dia mulai bete. Dia menelpon Satria.

53. I/E. TOILET — SIANG

Satria menjepit HP dengan lehernya.

SATRIA
Iya, iya, sebentar lagi. Aku mules banget nih.

Tampak Satria ternyata sedang duduk di atas toilet sambil mengetik di laptop.

Terdengar suara pintu digedor.

PENGUNJUNG (O.S.)
Woi! Buruan! Bukan lu doang yang mau boker!

Satria keluar dari toilet, sudah ada antrean PENGUNJUNG LAIN yang tampak kesal.

PENGUNJUNG
(kesal, sarkas)
Lama bener di WC, kerja lu?!

Satria tersenyum getir. Dia lalu berlari pergi sambil menunduk.

54. EXT. JALANAN — MALAM

Dinda berjalan sambil menatap curiga ke Satria.

DINDA
Kamu seharian ini ngilang terus, ada apa sih?

Satria cemas.

SATRIA
Gak ada apa-apa.

HP Satria berdering. Dia melihatnya. Ada chat dari Adi: Plot turun.

Satria panik. Dia celingukan mencari tempat bersembunyi. Akhirnya, pandangannya tertuju pada minimarket.

SATRIA
Aku ke situ dulu ya, mau beli minum. Kamu mau nitip apa?
DINDA
Apa aja boleh.
SATRIA
Oke, sebentar ya. Kamu tunggu di sini aja.

Satria berlari memasuki minimarket. Dinda menatap curiga.

55. INT. MINIMARKET — MALAM

Satria masuk ke dalam, disambut oleh KASIR (25), Laki-laki.

KASIR
Selamat datang di Nusamart, selamat belanja.
SATRIA
Mas, boleh numpang duduk sebentar gak? Saya mesti ngirim kerjaan sebentar aja.

Kasir bingung. Satria mengambil dua botol minum di meja kasir.

SATRIA
Saya beli ini deh, Mas. Gimana? Bisa numpang sebentar gak?
KASIR
Paling di gudang, Mas.

Kasir menunjuk ke ruang gudang.

SATRIA
Oke, makasih ya.

Satria segera masuk ke ruang gudang.

KASIR
Eh, belum dibayar minumnya. Keluarnya aja deh gua tagih.

Tak lama kemudian, Dinda masuk. 

KASIR
Selamat datang di Nusamart, selamat belanja.

Dinda mengabaikannya dan berjalan ke area minuman.

DI AREA MINUMAN, Dinda tidak menemukan Satria. Dia kemudian berjalan keliling, celingukan, dan tetap tidak berhasil menemukan Satria. Kasir memperhatikannya dengan curiga.

KASIR
Ada yang bisa dibantu, Mbak?

Dinda menengok ke Kasir.

56. INT. MINIMARKET. GUDANG — MALAM

Satria sedang duduk mengetik di laptop, di antara tumpukan barang gudang. Tiba-tiba tikus lewat di lantai. Satria menengok kaget.

SATRIA
Tikus... Kirain apaan.

Satria kembali menengok ke depan. JRENG! Dinda berdiri di hadapannya dengan tatapan marah. Satria melonjak kaget.

SATRIA
Dinda?!
DINDA
Kamu kerja?

Satria panik segera menutup laptopnya.

SATRIA
Eh udah selesai kok.

Dinda kesal.

DINDA
Jadi seharian kamu ngilang-ngilang itu buat kerja?

Satria bangkit berdiri.

SATRIA
Maaf, Din, aku bisa jelasin.
DINDA
Kenapa kamu gak jujur aja?
SATRIA
Aku takut kamu marah.
DINDA
Terus kalo gini, memang aku gak marah? Kalo kamu memang sibuk, bilang aja. Kita bisa nge-date pas kamu libur.
SATRIA
Kerjaan aku gak ada liburnya.

Dinda menghela napas kesal.

DINDA
Kerja apaan gak ada liburnya? Aku tahu kok nulis film gak segitunya.

Satria bingung, tapi dia tidak bisa menutupinya lagi.

SATRIA
Aku bukan nulis film, Din... Aku nulis sinetron.

Dinda mengernyitkan alisnya heran.

DINDA
Bercandaan sinetron kamu udah gak lucu ya!
SATRIA
Aku serius, Din. Ini kamu bisa lihat.

Satria membuka laptopnya, menunjukkan draft yang ia kerjakan.

SATRIA
Kamu bisa buktiin nonton ini di TV, dialognya bakal sama persis. Ini sinetron kejar tayang, aku akan terus ngerjain ini.

Dinda menggelengkan kepalanya, pusing mencerna semuanya.

DINDA
Sebentar... Jadi kamu bilang kamu gak akan ada waktu luang buat temenin aku?

Satria terdiam. Dinda menatap Satria.

DINDA
Aku pernah LDR. Beda kota. Putus karena gak pernah ketemu.
(beat)
Aku pernah ditinggalin karena mantan aku kerja di startup, katanya kerjaannya sibuk.
(beat)
Kita... Satu kota. Kamu juga bukan kerja di start up. Tapi kalau sama aja...

Satria mendekati Dinda.

SATRIA
Din... Pasti ada jalannya. Aku yakin sama hubungan kita...
DINDA
(tertawa sedih)
Kita ketemu kayak sinetron, tapi sekarang karena sinetron... kayaknya kita harus pisah.

Dinda pergi, Satria mengejar.

57. INT. MINIMARKET — CONTINUOUS

Dinda keluar dari gudang dan berjalan keluar minimarket. Satria menyusul keluar dari gudang, ingin mengejarnya. Namun dihadang oleh Kasir.  

KASIR
Eh, Mas, bayar dulu minumnya.

Satria menaruh botol minumnya. Kasir dengan perlahan men-scan minumnya. Satria melihat dari dinding kaca, Dinda berjalan semakin jauh.

KASIR
Lima belas ribu lima ratus, Mas.

Satria yang panik, mengeluarkan dompetnya, dan menyerahkan uang lima puluh ribu.

KASIR
Ada membernya?
SATRIA
Nggak!
KASIR
Mau isi pulsanya sekalian?
SATRIA
Nggak!
KASIR
Mau beli rotinya sekalian lagi promo?
SATRIA
Nggak, Mas! NGGAK!

Kasir tersentak kaget dan segera memberikan kembalian Satria. Namun, Satria sudah kehilangan Dinda.

58. INT. JALANAN — MALAM

Di tengah hujan, Satria berjalan menunduk. HP-nya berdering, dia mau mengangkatnya, tapi mati karena basah.

SATRIA
(marah ke HP-nya)
Sekarang lu juga mau ikutan rusak? Gak cukup hubungan gua yang rusak?
(menatap langit)
Apalagi?! 

Dia melihat ke billboard di jalan menampilkan poster Film Baru Raja Raharja: Garuda Gulana.

Satria tertawa getir.

SATRIA
Perfect.

Satria lanjut berjalan lemas.

59. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — MALAM

Rani membukakan pintu, tampak Satria yang basah kutup berdiri di luar.

RANI
(berbisik)
Ya ampun, kamu dari mana aja, Sat? Kita semua panik loh nyariin kamu.
SATRIA
Maaf, Mbak. HP saya mati.

Satria masuk ke dalam, lalu mendekati Jaka dan Adi yang duduk di meja tengah dengan wajah tegang.

SATRIA
Maaf, Mas. Saya telat pulang.
JAKA
Dari mana kamu? Kamu kan plotter, Satria! Kalau kamu gak bikin plot, gimana kita bisa nge-draft?

Satria kaget, bingung, dia menatap Adi.

ADI
Saya bingung ngelanjutin plot dari kamu, jadi tadi kita telat ngirim draft. Syuting jadi telat, TV jadi nayangin ulang episode kemarin. Rating jadi terjun bebas.

Satria menelan ludah.

JAKA
Pak Tara minta ganti rugi, dia minta besok kita kirim naskah double.

Satria tersentak.

ADI
Kita bakal semakin gak punya waktu istirahat. Ya kita bakal kekurung selamanya di sini.
JAKA
(teriak kesal)
Aaaahhhhh!!

Satria menunduk merasa bersalah.

SATRIA
Maaf, Mas.
ADI
Bukan salah kamu, Kok. Saya yang rekrut kamu, saya yang salah percaya sama kamu. Kamu kalau ingin keluar, silakan, saya gak akan maksa kamu tetap di sini.

Satria tersentak, dia bingung, dia baru sadar Wira tidak ada.

SATRIA
Bang Wira, mana?
RANI
Dia keluar bawa motornya, katanya sebelum terpenjara, dia pengen senang-senang dulu.

Tiba-tiba HP Adi berdering. Dia mengangkatnya.

ADI
Halo.
(kaget)
Apa?

60. INT. RUMAH SAKIT. DEPAN RUANG UGD — MALAM

Adi, Rani, Jaka, dan Satria di depan ruang UGD. Pintu terbuka, Dokter (yang sama dengan scene awal) keluar.

DOKTER
Kalian keluarganya Pak Wira?

Semua mengangguk.

ADI
Gimana Dok keadannya?

Dokter menatap dengan wajah duka.

DOKTER
Saya sudah berusaha maksimal...

Semua syok, kecuali Satria yang mengernyitkan alisnya.

DOKTER
...sehingga Pak Wira bisa selamat.

Semua menghela napas lega, Satria menghela napas kesal.

DOKTER
Cuma lecet aja kok. Lihat aja ke dalam.

Dokter pergi meninggalkan mereka.

61. INT. RUANG UGD — MALAM

Wira terbaring di kasur dengan wajah dan kakinya dibalut perban. Dia membuka matanya. Tampak sudah ada Jaka di sisinya. Jaka melihat itu, langsung membalikkan badan.

JAKA
Udah sadar!

Adi, Rani, dan Satria muncul mengelilingi Wira. Wira memicingkan matanya, sambil memegangi kepalanya.

WIRA
Ka... Kalian siapa?

Adi, Rani, Jaka, dan Satria tersentak.

WIRA
Aku... Siapa?

Adi, Rani, Jaka, dan Satria tersentak.

RANI
(histeris)
Bang Wira amnesia! Bang Wira!

Rani menangis sambil mengguncang-guncangkan tubuh Wira, hingga Wira kesakitan.

WIRA
Sakit, Ran!

Rani berhenti menangis, lalu menatap tajam Wira.

RANI
Bang Wira inget Rani?

Wira cengengesan. Rani memukul Wira kesal.

WIRA
Eh, ampun, ampun, Ran!
RANI
Biarin, bercanda mulu sih!

Rani melayangkan pukulan terakhirnya, Wira meringis.

ADI
Kamu gimana ceritanya bisa gini?
WIRA
Ya biasa, Mas. Udah lama gak bawa motor, terus ngantuk juga. Ketiduran deh. Bangun-bangun udah di sini.
ADI
Syukurlah kalau kamu gapapa.
WIRA
Maaf, Mas, saya jadi nyusahin gini. Masalah nge-draft...
ADI
Udah gak usah dipikirin, biar saya urus. Oh iya saya sekalian urus administrasi kamu ya.

Adi pergi keluar. Wira menatap Satria yang menunduk merasa bersalah.

WIRA
Gimana cewek lu, Boy?

Satria tersenyum.

SATRIA
Bener kata Bang Wira, harusnya saya lepasin aja. Gara-gara saya egois, Bang Wira jadi gini. Maaf ya, Bang.

Wira, Rani, dan Jaka menatap iba ke Satria.

WIRA
Bukan salah lu! Guanya aja yang gak bisa bawa motor hahahah. Tapi biar pun cuma sebentar gua happy, karena akhirnya bisa ajak jalan doi. Gua harap lu juga gitu ya, Boy! Jangan nyesel lu jalan sama cewek lu itu.

Satria tersenyum mengangguk. Jaka tampak merasa bersalah.

JAKA
Saya juga minta maaf ya, Sat. Tadi saya marah ke kamu.

Satria kaget.

SATRIA
Gapapa, Mas. Saya ngerti kok. Gara-gara saya kita jadi gak ada libur.
RANI
Ah gak usah dipikirin, Sat. Nanti juga lewat kok. Kita udah biasa. Kalau aku sih lebih khawatir ke Mas Adi. Dia jadi bakal nulis terus. 

Semua menghela napas.

SATRIA
Memangnya kenapa?

Semua menatap ke Satria.

JAKA
Kamu gak tahu, Sat? Alasan Mas Adi nulis?
SATRIA
Dia bilang ke saya sih karena uang.

Jaka, Wira, Rani saling pandang.

JAKA
Kayaknya kamu mesti denger cerita lengkapnya...

62. INT. KANTOR PH — FLASHBACK

Adi duduk tegang memegang buku novel. Kakinya tidak bisa diam.

JAKA (V.O.)
Mas Adi itu awalnya penulis novel dan novelnya mau diadaptasi ke film. Tapi ternyata uang royalti gak seberapa, dan saat itu istrinya mau melahirkan. 

Adi kecewa melihat bukti pembayaran. 

JAKA (V.O.)
Di saat itu dia ketemu Pak Tara.

Kemudian Tara muncul lalu Adi segera berdiri. 

JAKA (V.O.)
Pak Tara menawarkan Mas Adi untuk menulis sinetron, dan karena sedang butuh uang, Mas Adi menerimanya.

Adi menjabat tangan Pak Tara.

63. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — FLASHBACK

Adi mengetik bersama Wira, Jaka, dan Rani.

JAKA (V.O.)
Awalnya semua berjalan lancar, uang kekumpul, Istri Mas Adi jadi bisa melahirkan dengan selamat. Mas Adi ingin menamatkan cerita ini dan pulang, Tapi...

Tara datang ke rumah dengan senyum licik.

JAKA (V.O.)
Ternyata sinetron kita mendapat rating tinggi dan para direksi menuntut Mas Adi untuk terus menulis. Mereka tidak ingin Mas Adi pergi.

Tara memasang banyak slot kunci di pintu.

JAKA (V.O.)
Dan sejak itu... Mas Adi belum pernah bertemu dengan istri dan anaknya.

64. INT. RUMAH SAKIT — PRESENT 

Satria syok, baru menyadari apa yang ia perbuat. Wira menatap Satria.

WIRA
Gua sebagai yang paling lama ikut sama Mas Adi, seneng pas lu diminta jadi plotter. Itu artinya lu bisa gantiin Mas Adi.

Satria menatap Wira.

WIRA
Gua paham Boy, lu gak mau nulis sinetron, lu maunya nulis film. Tapi hidup itu bukan film, hidup itu lebih mirip sinetron.
(beat)
Gak masuk akal, masalahnya gak abis-abis, dan lu gak tau kapan selesainya, bisa cuma tiga belas episode, bisa ribuan.
(beat)
Jadi, gua berharap lu mau terus bantuin kita.

Satria merenung.

65. INT. RUMAH SAKIT. RUANG TUNGGU — MALAM

Adi duduk di pojokan, menatap rindu ke wallpaper HP-nya yang bergambar ANAK ADI (3).

SATRIA (O.S.)
Itu anak Mas Adi?

Adi kaget dan menengok ke belakang, tampak Satria berdiri di belakangnya. Satria lalu duduk di samping Adi.

ADI
Iya...
(menatap ke depan)
Saya ini ayah yang gak bertanggung jawab. Dari anak saya lahir, saya belum pernah ada di sisinya.

Satria menatap ke depan.

SATRIA
Menurut saya justru Mas Adi adalah ayah yang bertanggung jawab. Mas Adi ngelakuin semua ini demi anak Mas Adi.

Adi tersenyum.

ADI
Kamu tau apa bagusnya nulis sinetron?

Satria menengok ke Adi.

ADI
Kita bisa nulis yang kita rasain hari ini dan akan tayang di hari yang sama. Saya suka nulis untuk istri dan anak saya di rumah lewat karakter Adam dan Hawa.

Adi tersenyum.

ADI
Tapi sekarang saya gatau lagi mau nulis apa, dan kita juga kekurangan orang. Kita bukan cuma butuh ide, tapi kita juga butuh keajabain...
BIMO (O.S.)
Satria?!

Satria menengok. Tampak Bimo berdiri dengan penopang kaki.

SATRIA
Bimo?

Bimo mendekati Satria sambil menangis.

BIMO
Akhirnya lu ke mari buat jenguk gua....

Bimo memeluk Satria.

BIMO
Lu kemana aja lu? Gua tungguin gak ada kabarnya.

Satria baru ingat.

SATRIA
Eh... itu... HP gua rusak, Bim. Sorry, ya gua baru sempet jenguk lu. Lu gapapa?

Bimo melepas pelukannya, lalu tersenyum lebar.

BIMO
Hehehe gapapa, soalnya karena dirawat di sini, gua jadi kenalan sama cewek.

Satria kaget.

SATRIA
Siapa?

Bimo baru melihat Adi.

BIMO
(menunjuk Adi)
Ah! Temennya Bapak ini!

Adi dan Satria bingung.

66. INT. RUMAH SAKIT. KAMAR RAWAT — MALAM

Annisa bingung.

Di hadapannya ada Bimo, Adi, dan Satria. Bimo tersenyum lebar, Adi dan Satria menganga kaget.

BIMO
Masih inget kan? Ini mbak-mbak yang di samping gua pas gua masuk UGD. Dia kena tipes, tapi sekarang dia udah sembuh. Kita mau check out bareng hari ini. 

Adi dan Satria saling pandang.

SATRIA
Keajaiban, Mas.

Adi dan Satria lalu menatap Annisa sambil tersenyum lebar.

ADI
Hai, Annisa. Pulangnya saya anter ya.

Annisa menelan ludah.

67. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — SIANG

Pintu terbuka. Adi, Satria, Jaka, Rani, Wira yang dibalut perban, serta Annisa masuk ke dalam.

Annisa memeluk tubuhnya, merinding. Rani memeluk Annisa.

RANI
Akhirnya aku ada temennya...

Mereka akhirnya berkumpul di meja panjang.

ADI
Oke, kita ada banyak kerjaan, kita harus nge-draft 2 episode sehari.

Annisa terperanjat kaget, dia mau beranjak pergi, tapi ditahan Rani.

RANI
Tenang, gapapa...

Annisa masih gelisah.

JAKA
Masalahnya kita plotnya pun belum ada. Bakal makan waktu untuk bikin plot. Kecuali kita pakai naskah yang sudah ada. 

Adi tersentak terpikirkan sesuatu.

ADI
Kalau naskah yang sudah ada, kita masih punya itu kan?

Adi ke mejanya, dan mengambil naskah tamat (di scene 1). Semua terkejut melihatnya.

JAKA
Mas, yakin? Kalau Pak Tara tahu dia bisa ngamuk.

68. INT. MOBIL - MOVING — SIANG

Tara sedang di dalam mobil, mendapat telpon.

TARA
Halo. Oh Draft-nya belum kalian terima? Baik, akan saya tanyakan ke para penulis.

Tara mengutak-ngatik HP-nya lalu menelpon.

69. INT. RUMAH. RUANG TENGAH — SIANG

HP Adi berdering. Pak Tara menelponnya. Adi mengangkatnya.

ADI
Ya, halo, Pak Tara.

INTERCUT

Di mobil, Tara menelpon.

TARA
Lapangan sudah minta Draft-nya.

Di rumah, Adi menelpon tegang.

ADI
Sedang kami kerjakan. Karena mepet, nanti langsung saya kirim ke lapangan saja, biar cepat.

Tara memicingkan mata curiga.

TARA
Anda tidak mencoba plot yang aneh-aneh lagi kan?

Adi terdiam tegang.

ADI
Tenang, Saya pakai plot dari naskah yang sudah ada kok. Sudah ya, saya matikan telponnya, HP saya baterainya mau habis.

Panggilan telepon ditutup. Tara berpikir.

TARA
Naskah yang sudah ada?
(terbelalak)
Dia mau pakai naskah tamat itu!

Tara menelpon, tapi tidak terhubung. Tara menggeram.

TARA
(ke supir)
Ke Rumah Penulis, Cepat!

Di rumah, Adi menaruh HP-nya. Lalu menatap ke para drafter.

ADI
Kita dikejar deadline, ayo kita menulis dengan keajaiban.

Wira menyeringai.

WIRA
Ini saatnya Ketik Magic!
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar