Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
1. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — MALAM
ADAM (28) pria berkulit putih dengan garis wajah tegas, menatap nanar dengan bibir yang bergetar penuh keraguan.
HAWA (26) wanita berkulit sawo matang, tersentak kaget hingga menelan ludahnya mentah-mentah.
Ternyata itu adalah adegan sinetron di TV. Tayangan terus berlanjut seiring kita melihat semakin luas ruangan itu.
Tampak meja dipenuhi bungkus sisa makanan, gelas bekas kopi, kaleng minuman energi, dan bungkus kaplet vitamin.
Sebuah laptop menampilkan dokumen naskah skenario dengan dialog yang sama dengan yang terdengar dari TV.
Di samping laptop, tergeletak wajah ANNISA (31) dengan pipi menempel di meja, rambutnya berantakan, kantung matanya tebal, hembusan napasnya tipis.
Di sisi lain ruangan, ada seorang pria duduk di sofa, TARA (45) postur tubuh militer dengan gaya pakaian bussinessman sedang membaca lembaran naskah yang tebal.
Dia kemudian membanting naskah itu ke atas meja. Tampak sampul naskah berjudul, "ALKISAH CINTA Episode 1024".
Tara menatap tajam ke Pria yang duduk di hadapannya, ADI (38) berambut ikal, berkumis tak terurus, badannya kurus, memakai kaos bergambar Bung Tomo, "MERDEKA ATAU MATI!"
Tara menunjuk ke TV yang kini menayangkan iklan.
Tara menatap mengintimidasi. Adi mengepalkan tangannya.
Tampak TIGA ORANG mengetik depan laptop seperti zombie. Lalu mereka tumbang dengan wajah menghantam keyboard laptop. Lalu terdengar suara dengkuran.
Tara hanya menatap mereka datar, lalu kembali menatap Adi.
Tara menunjuk ke atas. Adi menelan ludah.
Tara bangkit dari kursinya, lalu berjalan ke pintu keluar melangkahi 'mayat' para penulis yang tergeletak di lantai.
Tara sampai di depan pintu, membuka banyak slot kunci.
Tara membuka pintu, keluar, menutup pintu dengan keras.
Adi kesal, lalu menatap ke TV. Tampak Hawa menatap ke layar dengan air mata bercucuran.
Adi menatap tajam ke TV, ritme napasnya semakin cepat. Dia mengambil remote TV lalu menekannya dengan kesal.
FADE TO BLACK.
2. INT. KANTOR PH — PAGI
Suasana hiruk-pikuk kantor. Para PEGAWAI sibuk berkutat dengan laptopnya, ada yang mengetik, ada yang video meeting, dan ada satu yang diam-diam nonton YouTube.
Di sisi lain ruangan, terpinggirkan dari area kerja, duduk seorang diri SATRIA (27), laki-laki berkemeja rapi, memakai tas selempang, menyender ke sofa, bosan. Dia memegang sebuah naskah tebal dengan sampul bertuliskan, "Kelak".
Satria melamun melihat ke dinding di hadapannya yang dipenuhi poster film serius, tapi lebih mirip parodi. Ada Ganteng-Ganteng Garuda, Garuda Gentayangan, dan Garuda Galau. Semua ditulis dan disutradarai oleh Raja Raharja.
Satria kembali sadar ketika dia melihat HERI (40) akhirnya muncul. Satria segera bangkit dan menghampirinya.
Heri bingung melihat Satria.
Satria memberikan naskah yang ia bawa ke Heri.
Satria kaget. Heri berjalan. Satria mengikuti berjalan di samping Heri. Mereka berjalan menuju area dinding poster.
Satria melangkah ke hadapan Heri, membuat Heri berhenti. Kini mereka berhadapan di antara poster film Garuda Galau. Ekspresi karakter di poster sama dengan ekspresi Satria.
Heri menunjuk ke poster di sekitar mereka.
Satria menggeram kesal.
Heri menarik napas, lalu melangkah lebih dekat ke Satria.
Satria terdiam, meremas naskah yang ia genggam. Heri menepuk bahunya lalu berjalan pergi meninggalkannya.
Satria menatap kesal ke poster Garuda Galau di dinding. Dia lalu memukul poster itu dengan naskahnya. BRAK!
3. EXT. CAFE — SIANG
BRAK! Satria menaruh nampan makanan ke atas meja dengan keras hingga mengagetkan BIMO (27), laki-laki berambut klimis dengan gaya sok hypebeast, yang duduk di hadapannya.
Bimo menatap Satria, tapi Satria melihat ke arah lain, sambil memakan burger dengan kesal. Bimo menghela napas.
Satria berhenti makan dan menatap Bimo kesal.
Satria tampak pusing.
Satria tersentak kesal.
Bimo tertawa, tapi kemudian perhatiannya teralihkan pada MIRA (27), wanita cantik yang baru masuk ke mobilnya.
Satria tertawa, tapi Bimo tampak memikirkannya serius.
Bimo beranjak dari kursinya dan segera berlari ke depan jalan dengan semangat. Satria kaget.
Satria memasukkan HP ke dalam tasnya lalu menyusul Bimo.
4. EXT. PINGGIR JALAN — CONTINUOUS
Bimo berdiri di pinggir jalan, menunggu mobil Mira. Satria mencoba menarik Bimo.
Satria menengok tampak mobil Mira baru keluar dari area parkiran dan menuju ke arah mereka.
Bimo menepis tangan Satria dan berlari menyeberangi jalan. BRAK! Dia tertabrak oleh mobil Mira hingga terpental jatuh.
Mobil Mira langsung mengerem.
Satria melongo kaget.
Pintu depan kanan mobil terbuka, keluar Mira yang langsung menghampiri Bimo yang terbaring di aspal.
Mira dan Bimo tatap-tatapan ala sinetron. Bimo tersenyum.
Bimo terperangah kaget.
Bimo menengok ke Satria, tampak Satria menertawakannya. Bimo melotot. Satria berhenti tertawa dan mendekati Mira.
Pintu depan kiri mobil terbuka, keluar DINDA (27), gadis cantik dengan rambut panjang yang berkibas SLOW-MOTION.
Satria terpesona. Terdengar MUSIK ROMANCE.
Dinda menghampiri mereka.
Dinda, Mira, dan Bimo menatap bingung ke Satria.
Bimo bangkit berdiri dan baru terlihat bahwa kakinya patah, menekuk ke arah yang tidak seharusnya. Semua melotot kaget dan teriak histeris. Bimo jatuh pingsan.
5. INT. RUMAH SAKIT. DEPAN UGD — SIANG
Satria, Mira, dan Dinda berdiri tegang di depan pintu ruang UGD. Mira berjalan mondar-mondir cemas.
Pintu ruang UGD terbuka, keluar DOKTER (45). Satria, Mira dan Dinda langsung mengerubunginya.
Dokter menatap dengan raut wajah duka.
Satria, Mira, dan Dinda terperanjat kaget.
Satria, Mira, dan Dinda menghela napas lega. Mira terduduk lemas di lantai, menyender ke dinding, memejamkan matanya. Dokter tersenyum lalu pergi meninggalkan mereka.
Satria dan Dinda berdiri sebelahan.
Dinda tertawa. Satria tersenyum berharap.
Dinda tersenyum menahan tawa.
Satria tersenyum menahan tawa. Keduanya lalu saling pandang.
Dinda tampak tertarik, dia menghadap ke Satria.
Satria tersentak, bingung.
Dinda tersenyum lebar.
Satria tersenyum, lalu menjulurkan tangannya.
Dinda tersipu, lalu menjabat tangan Satria.
Satria dan Dinda saling memandang dengan senyuman.
Mira bangkit sambil meregangkan tangannya. Dinda dan Satria kaget, melepaskan jabat tangan mereka.
Mira berjalan pergi. Dinda mendekati Satria.
Satria tersenyum sedih, tapi kemudian Dinda menunjukkan HP-nya yang menampilkan profil IG-nya ke Satria.
Satria tersenyum senang. Dinda berjalan menyusul Mira.
Dinda tertawa, menengok ke belakang sambil melambaikan tangan. Satria balas melambaikan tangan, tersenyum senang.
6. INT. RUMAH SAKIT. RUANG UGD — SIANG
Tampak Bimo terbaring di kasur dengan kaki digips. Satria duduk di sampingnya, tersenyum mengingat Dinda.
Satria tertawa sambil menepuk kaki Bimo. Bimo meringis kesakitan.
Satria merogoh kantongnya. Panik.
HP Satria berdering dari dalam tasnya.
Satria merogoh ke dalam isi tasnya. Sulit mencari HP-nya.
Satria mengeluarkan naskah yang ia bawa tadi dan menaruhnya ke atas lemari kecil di sampingnya. Akhirnya ia mendapatkan HP-nya. Namun, panggilan sudah berakhir.
Pintu terbuka, tampak Adi membantu SUSTER mendorong kasur pasien. Adi lalu membantu Suster mengangkat pasien yang ternyata adalah Annisa ke kasur di belakang Satria.
Satria keluar kamar.
Adi yang selesai mengangkat Annisa, mundur dan menabrak lemari kecil. Dia menengok dan melihat naskah Satria.
7. INT. DEPAN KAMAR RAWAT — CONTINUOUS
Satria berdiri menelpon. Wajahnya tegang menunggu panggilan telepon diangkat. BEEP. Panggilan telepon diangkat.
Satria tersentak, menggenggam HP-nya lebih erat.
Satria sumringah, mengepalkan tangannya, merasa menang.
Heri menutup telponnya. Satria memegang kepalanya, masih tidak percaya. Dia berjalan mondar-mandir senang, lalu bergegas kembali ke kamar.
8. INT. RUMAH SAKIT. RUANG UGD — CONTINUOUS
Satria masuk dan terkejut melihat Adi sedang membaca naskahnya. Dia bergegas merebut naskah itu.
Adi kaget dan tersadar.
Satria segera memasukkan naskah itu ke dalam tasnya, hendak pergi, tapi kemudian tersadar, dan menatap Adi.
Satria tampak tertarik.
Satria menjulurkan tangannya. Adi menyambutnya.
Satria melihat Annisa yang terbaring di kasur sambil diinfus menatap ke arahnya, menggelengkan kepala.
Satria terdiam, dia gelagapan, bingung. Di belakangnya Bimo yang terbaring ikut mendengarkan, berusaha menahan tawa.
Bimo terkejut.
Satria menengok ke Bimo kaget.
Adi mengeluarkan dompetnya, mengambil kartu nama, dan memberikannya ke Satria.
Satria mengambil kartu nama Adi dan memasukkan ke saku dada kemejanya.
Satria berlari pergi keluar ruangan. Sementara Adi memandanginya penuh harap.
Adi menengok ke Bimo.
9. INT. KANTOR PH — SORE
Satria berjalan masuk sambil menelpon.
Satria berlari ke lorong poster sambil celingukan mencari. Dia melihat pintu ruang meeting.
Satria menutup panggilan telpon, mengantonginya, lalu berlari ke depan pintu ruang meeting. Dia menarik napas lalu mengetuk pintu.
Satria membuka pintu.
10. INT. KANTOR PH. RUANG MEETING — CONTINUOUS
Satria membuka pintu dan tegang melihat di dalam sudah ada PRODUSER (48) dan RAJA RAHARJA (42) Pria bergaya rockstar, duduk dengan pose angkuh. Mereka tengah berdiskusi.
Heri yang duduk di pinggir menyuruh Satria untuk duduk. Satria duduk dengan tegang, diam, menatap ke Para Produser yang tengah berdiskusi sampai akhirnya mereka berhenti dan menatap ke arahnya.
Satria kembali diam. Heri memberikan kode, Satria sadar lalu membuka tasnya dan mengeluarkan naskahnya. Dia lalu memberikannya kepada Produser.
Produser membuka naskahnya, lalu membalikkan halaman demi halaman dengan cepat. Satria terkejut.
Produser lalu menggeser naskah ke Raja Raharja. Raja Raharja membacanya. Satria lebih terkejut.
Raja Raharja tertawa kecil.
Satria tercengang.
Satria tersinggung. Heri menggelengkan kepalanya, menyuruh Satria menahannya.
Satria menggeram, mengepalkan tangannya. Heri menurunkan tangannya, memberikan kode Satria untuk menurunkan emosinya.
Satria berdiri dari kursinya. Marah.
Raja Raharja dan Produser terkejut. Heri menepuk jidatnya.
Raja Raharja terbelalak.
Heri terpaksa bangkit untuk menengahi. Dia berdiri di antara Satria dan Raja Raharja.
Heri menatap tajam ke Satria. Satria mulai tenang dan kembali duduk.
Raja Raharja tersenyum, dia menatap rendah ke Satria.
Satria kembali terpancing.
Raja Raharja tersentak.
Raja Raharja melempar naskah ke pintu. Dia menggeram menatap marah ke Satria. Lalu menengok ke Produser.
Produser tampak menatap marah ke Heri. Heri memohon maaf.
Heri mendekati Satria dan menatapnya penuh amarah.
Heri meninggalkan Satria yang masih terdiam, kalut.
Satria lalu berjalan, membungkuk hendak mengambil naskahnya di lantai. Di saat itu, kartu nama Adi jatuh dari saku bajunya. Dia menatapnya. Dalam.
Satria mengambil kartu nama itu beserta naskahnya, lalu bangkit berdiri dengan tegar. Dia berbalik menatap tajam ke Raja Raharja.
Satria pergi meninggalkan ruangan.
11. EXT. KANTOR PH — CONTINUOS
Satria berjalan di lorong poster sambil menelepon nomor yang ada di kartu nama Adi. Telepon terhubung.
Satria berhenti tepat di samping poster Garuda Gentayangan. Satria menatap tajam ke poster lalu ganti menatap tajam ke kartu nama di tangannya.
Kita semakin dekat melihat tangan Satria menggenggam kartu nama Adi.
12. EXT. HALAMAN RUMAH — MALAM
Tangan Satria menggenggam kartu nama Adi. Lalu ia menurunkan tangannya hingga tampak sebuah rumah besar di hadapannya.
Satria menenteng tas jinjing besar, dan mengenakan tas ransel, serta tas selempang berdiri di depan gerbang, gelap mencekam. Awan mendung. Suara petir menggelegar.
Satria menatap ke gedung itu, menarik napas, lalu menekan bel.
Tak lama kemudian, gerbang terbuka otomatis. Angin mencekam berhembus dari dalam halaman rumah ke wajah Satria.
Satria lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam gerbang. Satu langkah kakinya menginjak halaman rumah, terdengar suara petir menggelegar.
Satria menelan ludah.
Satria melanjutkan langkahnya masuk ke halaman dan berjalan mendekati pintu. Satria dapat merasakan dadanya berdegup kencang.
Satria tiba di depan pintu. Satria berdiri tegang. Dia mengetuk pintu.
Terdengar suara kunci dibuka dari dalam. Terdengar beberapa suara kunci lainnya. Satria mengernyitkan alisnya bingung. Setelah terdengar beberapa suara kunci terbuka, baru kemudian pintu terbuka. Tampak Adi berdiri tersenyum.
Terdengar suara petir menyambar. Adi melihat ke langit.
Satria mengangguk, lalu masuk ke dalam, Adi lalu menutup pintu.
13. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — CONTINUOUS.
Begitu menutup pintu, Adi langsung kembali mengunci dan mengaitkan beberapa jenis slot kunci, sampai ada rantai dan gembok segala. Satria terkejut melihat itu.
Adi tersentak, panik.
Adi tersenyum. Satria mengangguk canggung.
Satria kemudian melihat sekitarnya. Tampak ruangan yang luas memanjang seperti disekat oleh sofa. Di tengah ruangan tampak beralaskan karpet, ada TV dan sebuah meja panjang. Ada tiga orang duduk lesehan sambil mengetik di laptop di atas meja. Mereka adalah...
JAKA (29), pria kurus, lesu, kacamata, kupluk, sarung melingkar di badannya, tampak seperti orang mau ronda.
WIRA (35), pria buncit, brewok, telanjang dada dengan bekas kerokan. Dia meminum minuman energi dengan liar sampai tumpah-tumpah, lalu meremas kalengnya.
RANI (31), wanita berambut hitam panjang, masker wajah berwarna putih, kantung matanya hitam, dan memakai hoodie putih kebesaran, tampak seperti hantu.
Satria tercengang menatap mereka.
Para Drafter menengok ke Satria, menunjukkan wajah iba. Satria kaget. Namun, Para Drafter terenyum dan melambaikan tangan. Satria balas tersenyum dan melambaikan tangan dengan canggung. Para Drafter lalu kembali mengetik.
Adi menunjuk ke para Drafter.
Satria mengangguk. HP Adi berdering.
Adi mengangkat telepon.
Adi berjalan menuju kursi dan meja yang terpisah. Satria celingukan bingung.
Adi melihat layar laptopnya sambil tangannya men-scroll tombol mouse.
Adi berbalik menatap Satria.
Satria terdiam, masih memproses.
Satria tersadar dan buru-buru mendekati meja Adi. Dia menaruh semua barang bawaannya, lalu membuka tas ranselnya dan mengeluarkan laptopnya.
Adi menunjukkan layar laptopnya ke Satria.
Satria menyalakan laptopnya dan membaca.
Satria mengetik, masih banyak berpikir.
Tak lama kemudian...
Satria kaget.
Satria gelisah.
Satria panik.
Adi menengok ke Satria yang panik mengetik. Tangannya gemetaran. Adi menepuk bahu Satria.
Satria mengangguk, tapi masih panik.
Rani naik ke sofa, tiduran. Dia menutupi kepalanya dengan tudung, menarik talinya hingga hoodie mengerut dan menutupi hampir seluruh wajahnya. Tak lama terdengar suara ngorok.
Jaka rebahan di karpet lantai, lalu menarik sarung hingga menutupi badannya.
Satria semakin panik, dia mengetik semakin cepat.
Wira tampak duduk melotot.
Wira lalu berjalan mendekat ke belakang Satria. Membuat Satria semakin panik karena merasa diawasi.
Satria menghela napas lega. Napasnya masih tersengal-sengal. Adi menenok ke Satria sejenak.
Wira menepuk bahu Satria dan tersenyum menyeringai.
Terdengar suara petir menyambar di luar.