Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
7. INT. CAFE — SIANG (FLASHBACK)
Lonceng angin yang terletak di pintu masuk cafe berbunyi nyaring tatkala Arya dengan setelan kemeja hitam yang kancingnya dibuka dan memperlihatkan kaos berwarna hitam pula memasuki ruangan bernuansa klasik yang kini sesak oleh para mahasiswa. Dengan senyum canggungnya, Arya melirik kesana kemari, mencari tempat kosong yang bisa ia dan keempat temannya isi. Disaat lelaki itu tengah mencari, Maya yang duduk berdua di pojok ruangan bersama Caca menyadari kehadiran Arya. Maya berusaha memberi kode pada Caca dengan dehaman kecil. Saat usahanya tak kunjung ditanggapi Caca, Maya mulai mengeluarkan ponselnya dan diam-diam memotret sosok Arya yang duduk di kursi tunggu khusus driver online menunggu pesanan.
Ponsel Caca berdenting.
Caca membuka ponselnya, gadis itu berdecak kagum melihat gambar yang Maya kirimkan. Pasalnya, foto yang gadis itu kirim tak hanya satu.
Maya melotot. Bibirnya mengerucut kesal. Sesekali, Maya juga melirik Arya yang tengah memainkan ponselnya. Dari gerak-gerik lelaki itu, sepertinya ia sedang menunggu seseorang.
Caca mencibir melihat Maya yang tertawa, kemudian tak berselang semenit gadis itu tertawa, wajah Maya berubah pias. Maya merunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya.
Maya menggeser tubuhnya sedikit, berusaha mengintip Arya dari balik tubuh Caca yang duduk di depannya. Maya melotot saat melihat Arya kini tengah berjalan ke arah mereka.
Maya melotot. Jarak antara mereka dan Arya semakin dekat. Dan tanpa sadar Maya menahan napasnya.
Suara Maya mengecil di ujung kalimat saat Arya sampai di hadapan keduanya. Caca yang sadar ada seseorang di belakangnya langsung memutar tubuh. Melihat presensi Arya dan senyum ramahnya. Caca memutar tubuhnya kembali menghadap Maya dan tersenyum mengengejek.
Maya mengangguk kikuk, sedangkan Caca terlihat menahan tawa. Arya melihat ke arah Caca, dibalas gadis itu dengan senyum formal.
Maya mendelik kesal. Tapi dengan cepat tatapan kesalnya untuk Caca ia ubah saat melihat Arya hendak buka suara.
Arya menoleh pada Maya. Lelaki itu masih tersenyum ramah.
Maya mengangguk, tersenyum canggung dan diam-diam menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan degup jantungnya yang menggila akibat keberadaan Arya. Arya yang melihat jawaban Maya langsung duduk di samping gadis itu dan membuka ponselnya.
FLASHBACK END
FADE IN
8. INT. KAMAR — MALAM
Meja belajar yang diisi dengan beberapa novel yang berserakan juga laptop yang terbuka dalam kondisi menyala. Layar laptop yang menampilkan foto tiga orang remaja yang sedang tersenyum lebar ke arah kamera. Tiga orang yang merupakan Semesta, Maya dan Caca. Posisi dalam foto itu Semesta berdiri di tengah Caca dan Maya.
Maya tiduran di paha Caca yang sedang sibuk mengoles masker ke wajah Maya. Untuk merespon pertanyaan Caca, Maya menganggukan kepalanya pelan. Pelan Maya membuang napas gusar. Beberapa kali mengerjap dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Caca selesai dengan masker di wajah Maya. Gantian, kini Maya duduk dan Caca langsung tidur dipangkuan Maya.
Maya merengut. Ia melumuri masker di wajah Caca secara acak.
Caca tertawa mendengar dumelan Maya, mengintip Maya dengan sebelah matanya kemudian berusaha mengembalikan mood sahabatnya itu.
Caca tertawa lagi. Gadis itu bangkit tanpa persetujuan Maya yang masih sibuk berkutat dengan masker diwajahnya. Caca menatap wajah Maya, meletakkan kedua tangan dipundak sahabatnya itu.
Keduanya saling berpandangan, melempar senyum dan saling berpelukan.
Caca melepas pelukannya sepihak. Tersenyum bangga. Baru saja gadis itu ingin buka mulut untuk kembali membanggakan dirinya, tapi ponsel Maya dan Caca bunyi bersamaan.
FADE OUT
FADE IN
9. INT. KONTRAKAN COWOK — MALAM
Semesta, Dewa, Romeo dan Kale duduk di ruang tengah kontrakan dengan kondisi saling diam. Kale yang kini jadi pusat perhatian ketiga temannya itu tampak acuh sambil menyeka sudut bibirnya yang terluka. Keempatnya masih diam sampai suara ketukan pintu membuat Romeo beranjak. Lelaki itu bergerak cepat untuk membukakan pintu. Saat pintu dibuka, terlihat wajah khawatir Caca dan Maya. Romeo langsung membuka pintu lebih lebar memberi akses kedua gadis itu untuk masuk.
Maya dan Caca berjalan masuk dengan wajah tegang. Caca yang membawa sebungkus plastik putih berisi obat merah dan juga kasa menghampiri Kale. Di letakkannya bungkusan itu di atas meja tempat ketiga lelaki lainnya duduk.
Caca berkacak pinggang, kemudian menghempaskan tubuhnya kasar di sofa kosong yang tersedia. Begitulah Caca, gadis yang banyak bicara itu tak pernah segan untuk protes tentang hal-hal yang membuatnya tak suka. Apalagi menyangkut orang-orang terdekatnya. Meskipun baru dua tahun mengenal Kale, itupun karena Caca berpacaran dengan Romeo Sagara.
Semesta yang sedari tadi diam, tiba-tiba berpindah tempat duduk di samping Caca. Maya yang tadi berdiri kini mengisi celah kosong bekas Semesta yang tadi duduk di sebelah Dewa.
Caca seketika melotot, menatap horor Kale yang masih diam dengan pandangan mata yang kosong. Caca berpaling, ia melihat Maya yang masih diam, tapi wajahnya tampak sekali penasaran dengan apa yang terjadi. Dewa yang tadinya duduk di samping Semesta yang posisinya sudah tergantikan oleh Maya lantas berdiri, membuat semua yang ada di ruangan menoleh ke arahnya, terkecuali Kale.
Sengaja, Dewa menatap Maya, seolah-olah lelaki itu tau jika Maya pasti ingin membantunya. Tapi, bukannya buka suara, Maya justru menatap Semesta tanda minta persetujuan.
Maya merespon kalimat Semesta dengan anggukan, kemudian mengikuti Dewa hingga lelaki itu berhenti di depan pintu kamar yang tertutup. Maya terbilang sering main ke kontrakan Semesta dan teman-temannya, tapi gadis itu lupa jika Arya adalah salah satu penghuni kontrakan juga.
Lamunan Maya buyar saat Dewa mengetuk pintu, kemudian memutar knop pintu yang langsung terbuka setelahnya, di sana terlihat Arya yang membelakangi mereka. Arya menghadap pada jendela kamar.
Dewa masuk, diikuti oleh Maya. Arya masih diposisi awalnya.
Dewa mundur selangkah, hingga posisinya dan Maya menjadi sejajar. Keduanya saling pandang beberapa saat, kemudian Dewa menuyuruh Maya untuk maju dengan bibir yang bicara tanpa mengeluarkan suara.
Maya bergerak pelan, membawa seplastik kain kasa dan obat merah yang tadi sempat ia beli bersama Caca.
Arya berbalik badan. Maya tertegun melihat sudut bibir Arya yang lebam dan ada sedikit darah di sana. Kemudian, mata gadis itu beralih sekilas menatap mata Arya. Mata yang jika bisa Maya deskripsikan seperti sedang memendam kekecewaan. Persis seperti dua tahun yang lalu.
FADE OUT
10. INT. CAFE — SIANG (FLASHBACK)
Maya, Arya dan Caca masing-masing diam dan fokus menyesap minuman masing-masing. Diam-diam Maya mencuri tatap pada Arya yang kini sedang menerima panggilan telefon. Masih dengan ponsel yang ditempelkan ke telinga, Arya celingukan, kemudian tiba-tiba lelaki itu melambai dan Maya masih setia mengamati pergerakannya. Saat melihat arah pandang Arya, Maya refleks melotot saat tiga lelaki berjalan menuju ke arah mereka. Tiga lelaki yang salah satu diantaranya Maya sangat kenal. Semesta, bersama Dewa dan Sagara.
Maya memejam sebentar. Ia menarik napas pelan berusaha mengatur napas untuk terlihat biasa saja. Sedangkan Semesta yang penasaran semakin mendekat pada meja tiga orang itu. Menarik kursi kosong yang berada di sebelah Caca dan duduk berpangku tangan menatap Maya dengan pandangan penuh selidik.
Maya membuka mulutnya, hendak menjawab tetap kembali ia tutup rapat saat Arya sudah lebih dulu menjawab pertanyaan Semesta.
Semesta mengangguk paham. Ia melirik Maya yang tampak canggung, kemudian menggeleng pelan.
Setelah mengucapkan pertanyaan itu, Semesta langsung melihat raut wajah Maya. Kegugupan gadis itu semakin terlihat jelas. Apalagi saat Arya menjawab pertanyaan Semesta dengan tawa dan menjelaskan situasi keduanya yang membuat wajah Maya berubah datar.
Semesta tertawa lepas, tak memperdulikan teman-temannya yang berwajah datar dan hampir muntah karena leluconnya yang tidak lucu.
Arya dan Dewa berbicara serentak
Semesta menggeleng dan menunjuk Maya.
Arya menoleh pada Maya. Gadis itu tersenyum kecut kemudian mengangguk pelan.
Kini semuanya serentak menertawakan Semesta. Dewa bahkan melempari tisu ke wajah Semesta sambil meledek Semesta
Semesta melirik Caca yang ternyata sedang memperhatikan Sagara dalam diam. Sedangkan Sagara yang sebenarnya sadar sedang diperhatikan pura-pura sibuk dengan ponselnya.
Caca mengangguk. Gadis itu kembali melirik Sagara yang masih setia menatap ponselnya.
Dewa tersenyum simpul, kemudian berjalan menuju kasir cafe dan tak berapa lama setelahnya salah satu pelayan di cafe itu muncul dengan membawa dua kursi, dengan cekatan Dewa mengambil satu kursi yang dibawa pelayan tersebut dan membawanya ke tempat dimana Maya dan yang lainnya berada.
Sesampainya di hadapan yang lain, Dewa meletakan kursi di sisi sebelah kanan meja.
Tanpa berbicara, Romeo duduk. Menghiraukan Dewa yang masih berdiri menunggu kursi miliknya datang dibawa oleh pelayan. Semenit kemudian barulah Dewa duduk di sisi sebelah kiri meja yang tepat berhadapan dengan Romeo.
Romeo mengedikkan bahu, jawaban atas pertanyaan Arya yang berarti tak tahu, atau bahkan tak peduli. Berbanding terbalik dengan jawaban Romeo, Dewa justru mengangguk. Ia menunjuk Maya, kemudian tersenyum ke arah Maya
Maya mengangguk, kemudian Dewa menoleh pada Caca.
Dewa mengacuhkan kalimat Maya dan kembali melanjutkan kalimatnya yang belum selesai sepenuhnya
Caca mengangguk. Sama sekali tak berniat menanggapi kalimat Dewa yang ia anggap hanya sebagai candaan. Kini Caca lebih tertarik oleh Sagara lelaki berkulit putih pucat dengan tatapan datar yang sepertinya sama sekali tak tertarik berada di antara mereka.
Caca memajukan tubuhnya untuk mendapat akses lebih jelas melihat Sagara. Yang ditanyain hanya menatap Caca dengan tatapan datar, tak tertarik terlibat dengan caca sama sekali.
Caca menjulurkan tangannya. Sagara mengabaikan uluran tangan Caca. Maya yang ada di hadapan Caca melotot sambil menahan tawa.
Kemudian Sagara bersidekap angkuh. Semesta yang sudah bisa menebak kalimat apa yang akan keluar dari mulut Sagara langsung buka suara. Tubuhnya yang tadi bersandar dikursi jadi tegap.
Caca mencubit pinggang Semesta.
Jawaban Caca membuat Semesta geleng-geleng kepala.
Caca mengakhiri kalimatnya dengan senyuman merekah, dan senyum itu tanda jika Caca tak bercanda dengan kalimatnya. Sagara pun masih tak bereaksi apa-apa, bahkan keadaan jadi hening hingga beberapa menit sampai Arya memecah keheningan itu.
Semesta, Sagara dan Dewa mengangguk. Sedangkan Caca dan Maya hanya diam menyimak.
Dewa, Semesta dan Sagara mengangguk serentak. Sagara yang sedari tadi menyilangkan tangan didada kini duduk tegap dan menyilangkan kakinya dan buka suara.
Mendengar kalimat Sagara, Arya terlihat bingung karena ia baru saja menyadari jika Kale tak ada.
Wajah Arya berubah, tak seceria tadi, bahkan ada raut kecewa yang terlihat. Maya memperhatikan semua itu dan tanpa sadar gadis itu juga berubah murung dibuatnya. Semesta diam-diam menendang kaki Sagara karena perkataan Sagara membuat suasana jadi suram.
Dewa menyadari jika Arya berbohong, lelaki itu tersenyum kecil, kemudian buka suara.
Dewa menangguk sebagai tanda jika ia mengerti dengan kalimat Arya. Disisi lain, Maya masih diam-diam mengamati Arya, lelaki yang diamati justru mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan mengetikkan sebuah pesan untuk Natasya.
INSERT:
Kolom chat dengan Natasya.
Arya: Kamu pergi ke pantainya bareng Kale?
Setelah mengetikan pesan itu dan terkirim, Arya kembali menyimpan ponselnya dan kembali melanjutkan pembicaraan tentang makrab.
FLASHBACK END