Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
I Call You, Mei
Suka
Favorit
Bagikan
2. 2. KEMBALI BERTEMU (Scene 3-6)

3. INT. TEATER TERTUTUP — PAGI

Dewa jalan mengendap-ngendap ke dalam ruangan teater yang memiliki banyak sekali kursi dan sebuah panggung cukup besar yang berada di tengah ruangan. Dewa duduk di salah satu kursi yang tak jauh dari teman-teman sekelasnya duduk. Pak Zai dosen mata kuliah dramanya sedang berbicara di tengah panggung.

DEWA
(Berbisik)
Udah berapa lama pak Zai curhat?

Senandika, menoleh pada Dewa. Wajahnya terlihat panik sekaligus lega saat melihat Dewa

DIKA
(Berbisik)
Limabelas menit. Lo kemana aja, sih? Pak Zul tadi nyariin lo. Untung aja gue gercep bohong dan bilang lo ke toilet.

Dewa celingak-celinguk mencari kebaradaan Maya. Lelaki itu merogoh tas nya dan mengeluarkan beberapa roti dan sekotak susu yang sempat ia beli sebelum masuk ke dalam teater tertutup.

DIKA
(Berbisik)
lo nyari apaan sih?

Dewa langsung tersenyum saat melihat keberadaan Maya. Maya memakai kemeja berwarna hijau muda yang hampir tertutup almamater dengan rambut yang diikat separuh. Gadis itu duduk bersama teman sekelasnya terpaut tiga kursi di belakang Dewa.

Dika mengikuti arah pandang Dewa, seketika ia tersenyum meledek.

DIKA
(Meledek)
Maya? Hampir dua tahun Wa, lo masih jalan di tempat aja.

Di panggung teater pak Zai sibuk memanggil nama mahasiswa memakai pengeras suara, satu satu dari mereka maju ke panggung dan membentuk sebuah barisan sesuai kelompok masing-masing.

PAK ZAI
Aziel Sadewa Galih! Kelompok Empat!

Dewa berdiri. Ia bergegas naik ke atas panggung. Berdiri di belakang papan bertuliskan angka empat.


PAK ZAI (V.O)
Senandika Diatama!
Aurora Mayalovie Raneena!

Dewa tersenyum sumringah. Sedangkan Maya sedang jalan sedikit berlari. Tepat di hadapan papan bernomor empat Maya berhenti, meneliti teman satu kelompoknya. Kemudian pandangan Maya terkunci pada Dewa yang tersenyum lebar ke arahnya.

Dewa berjalan menghampiri Maya sambil merogoh roti dan susu yang ada di dalam tasnya.

DEWA
Setelah nunggu dua tahun, akhirnya gue punya alasan buat ngajak lo bicara

Dewa memberikan roti dan susu pada Maya. Maya menatap tangan Dewa yang terulur ke arahnya, kemudia beralih menatap bingung pada Dewa.

DEWA
Semesta nitip ini buat tuan putri, katanya.

Maya masih bingung. Kemudian ragu-ragu menerima pemberian Dewa.

MAYA
(Jutek)
Makasih.

Dewa mengangguk, masih tersenyum. Maya yang disenyumin terus-menerus merasa risih, hendak melangkah pergi tapi dihentikan oleh uluran tangan Dewa.

DEWA
(Percaya diri)
Kenalin, gue Dewa. Sahabatnya Semesta, sepupu lo.

Maya mengangguk bosan, menatap uluran tangan Dewa namun tak membalas.

MAYA
(ketus)
Gue tau nama lo. Gue juga tau lo sahabatnya bang Nata. Gue rasa semua mahasiswa di FIB juga tau siapa lo.

Dewa menarik uluran tangannya. Senyumnya hilang, berganti seringaian.

DEWA
(Bangga)
Wah! gue nggak nyangka kalau gue seterkenal itu loh! Tapi, kalaupun lo udah tau siapa gue, dan gue juga udah tau siapa lo. Alangkah baiknya kita kenalan secara resmi. Jadi, Mei... kenalin, gue Dewa.


Pak Zai berdiri di tengah-tengah. Mengintrupsi semua mahasiswa yang tadi sibuk berbincang dengan temen satu kelompoknya. Maya dengan wajah kesanya dan Dewa dengan menahan tawa kini fokus pada Pak Zai

PAK ZAI
(Berteriak)
Oke, karena semuanya udah kebagian kelompok, jadi kelas kita untuk hari ini berakhir. Kalian gunakan waktu yang terisasa untuk diskusi tentang karya apa yang akan kalian garap untuk nilai akhir kuliah ini.


Pak Zai turun dari panggung dan semua mahasiswa berpencar bersama kelompoknya.



CUT TO


4. EXT. PENDOPO — SIANG

Sebuah pendopo yang dipenuhi oleh mahasiswa berlalu lalang. Ada juga yang sedang latihan menari, atau hanya duduk-duduk. Di pojok pendopo itu, kelompok 4 berkumpul membentuk sebuah lingkaran. Dewa dan Maya duduk diantara orang yang membetuk lingkaran itu, keduanya saling berseberangan dan berhadapan satu sama lain. Senadika duduk di samping Dewa.

DEWA
(Tegas)
Jadi,kita sepakat untuk menggarap sebuah film. Karena di sini sama sekali nggak ada yang paham soal film dan cara produksinya. Kita butuh mentor yang bisa memberi arahan. Ada yang punya rekomendasi orang untuk mentor kita?

Semua diam, ada beberapa yang saling pandang satu sama lain. Maya juga sama, gadis itu sedang mengotak-atik ponselnya. Terlihat tak tertarik.

DEWA
Mei, lo ada saran?


Seluruh mata tertuju pada Maya. Maya terkejut, buru-buru menyimpan ponselnya. Menatap Dewa yang tersenyum miring meledek.

MAYA
(Kesal)
Gue tipikal mahasiswa kupu-kupu yang punya teman terbatas. Lo salah orang kalau mau minta saran ke gue!


Dewa mengangguk. Sadar jika Maya tengah kesal lelaki itu berpaling ke anggota kelompok lainnya.


DEWA
Kalo ada yang mau ngasih saran, bisa ngomong sekarang.

Tak ada yang buka suara. Dewa menggaruk kepala bagian belakangnya, merasa bingung sekaligus kesal. Tapi, saat Dewa hendak buka suara, Senadika mengangkat tangannya.


DIKA
(Merasa Ragu)
Bang Arya. Gue ngusulin bang Arya buat jadi mentor kita. Gue kemarin nonton film anak angkatan di atas kita yang kebetulan dimentorin sama bang Arya. Gue rasa filmnya oke, dan nggak ada salahnya kita minta tolong bang Arya buat jadi mentor.


Dewa tampak ragu awalnya, kemudian mengangguk setuju. Maya yang mendengar nama Arya disebut mendadak tak berkutik, wajahnya pucat pasi seketika.

MAYA (V.O)
Arya yang di maksud bukan kak Arya yang itu kan?


CUT TO

5.INT. RUANG BEM — SIANG

Arya sedang duduk dalam ruangan berukuran 4x4 yang berisi sofa, lemari berkas dan juga kursi dan meja yang tengah Arya gunakan. Disaat lelaki itu sedang menulis, ponsel Arya yang berada di meja berdering.


INSERT:

Layar ponsel yang menampilkan nama penelfon: Sadewa.


Arya melirik sekilas. Mengambil ponselnya dan menjawab pangilan Dewa.

DEWA
(ON PHONE)
Lo sibuk, ar?

Arya merapikan berkas yang tadi sedang ia tulis. Menyimpan berkas ke dalam laci dan menguncinya.

ARYA
Enggak. Kenapa? Lo buat masalah lagi?


DEWA
(ON PHONE)
Gue lagi kelasnya pak Zai, mata kuliah drama. Butuh mentor dan anak-anak minta lo buat jadi mentor kita. Sampai sini, lo paham maksud gue nelfon?

Arya mengangguk. Ia bergegas berdiri hendak meninggalkan ruang bem.

ARYA
Oke, jadi lo dimana sekarang?

Arya mengagguk setelah mendapat jawaban Dewa. Mengunci pintu ruangan bem, kemudian bergegas menghampiri Dewa.


CUT TO

6.EXT. PENDOPO — SIANG

Semuanya masih dalam posisi duduk melingkar. Terkecuali Dewa, lelaki yang beberapa menit lalu menelfon Arya berjalan kembali mendekati lingkaran teman-temannya. Maya sedang memakan roti pemberian Dewa terlihat acuh.

DEWA
Gue barusan nelfon Bang Arya. Dan kebetulan dia mau jadi mentor kita.

Teman sekelompok saling berbisik-bisik. Maya masih sibuk makan, bersikap sama sekali tak terganggu dengan kalimat Dewa.

MAYA (V.O)
Semoga bukan kak Arya yang itu


Maya meminum susu. Di sisi lain, Arya berjalan mendekat. Maya sudah menangkap kedatangan Arya dan gadis itu tersedak minumannya. Maya panik. Semakin dekat jaraknya dengan Arya, Maya semakin gelisah.

Arya berhenti, kini berdiri tepat di belakang Dewa. Arya berbalik badan, diikuti dengan Dika yang berdiri kemudian bersalaman layaknya teman lama pada Arya.

Maya memberanikan diri mendongak dan langsung bertemu tatap dengan Arya. Arya tersenyum pada Maya.


CUT TO


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar