Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
3. INT. TEATER TERTUTUP — PAGI
Dewa jalan mengendap-ngendap ke dalam ruangan teater yang memiliki banyak sekali kursi dan sebuah panggung cukup besar yang berada di tengah ruangan. Dewa duduk di salah satu kursi yang tak jauh dari teman-teman sekelasnya duduk. Pak Zai dosen mata kuliah dramanya sedang berbicara di tengah panggung.
Senandika, menoleh pada Dewa. Wajahnya terlihat panik sekaligus lega saat melihat Dewa
Dewa celingak-celinguk mencari kebaradaan Maya. Lelaki itu merogoh tas nya dan mengeluarkan beberapa roti dan sekotak susu yang sempat ia beli sebelum masuk ke dalam teater tertutup.
Dewa langsung tersenyum saat melihat keberadaan Maya. Maya memakai kemeja berwarna hijau muda yang hampir tertutup almamater dengan rambut yang diikat separuh. Gadis itu duduk bersama teman sekelasnya terpaut tiga kursi di belakang Dewa.
Dika mengikuti arah pandang Dewa, seketika ia tersenyum meledek.
Di panggung teater pak Zai sibuk memanggil nama mahasiswa memakai pengeras suara, satu satu dari mereka maju ke panggung dan membentuk sebuah barisan sesuai kelompok masing-masing.
Dewa berdiri. Ia bergegas naik ke atas panggung. Berdiri di belakang papan bertuliskan angka empat.
Dewa tersenyum sumringah. Sedangkan Maya sedang jalan sedikit berlari. Tepat di hadapan papan bernomor empat Maya berhenti, meneliti teman satu kelompoknya. Kemudian pandangan Maya terkunci pada Dewa yang tersenyum lebar ke arahnya.
Dewa berjalan menghampiri Maya sambil merogoh roti dan susu yang ada di dalam tasnya.
Dewa memberikan roti dan susu pada Maya. Maya menatap tangan Dewa yang terulur ke arahnya, kemudia beralih menatap bingung pada Dewa.
Maya masih bingung. Kemudian ragu-ragu menerima pemberian Dewa.
Dewa mengangguk, masih tersenyum. Maya yang disenyumin terus-menerus merasa risih, hendak melangkah pergi tapi dihentikan oleh uluran tangan Dewa.
Maya mengangguk bosan, menatap uluran tangan Dewa namun tak membalas.
Dewa menarik uluran tangannya. Senyumnya hilang, berganti seringaian.
Pak Zai berdiri di tengah-tengah. Mengintrupsi semua mahasiswa yang tadi sibuk berbincang dengan temen satu kelompoknya. Maya dengan wajah kesanya dan Dewa dengan menahan tawa kini fokus pada Pak Zai
Pak Zai turun dari panggung dan semua mahasiswa berpencar bersama kelompoknya.
CUT TO
4. EXT. PENDOPO — SIANG
Sebuah pendopo yang dipenuhi oleh mahasiswa berlalu lalang. Ada juga yang sedang latihan menari, atau hanya duduk-duduk. Di pojok pendopo itu, kelompok 4 berkumpul membentuk sebuah lingkaran. Dewa dan Maya duduk diantara orang yang membetuk lingkaran itu, keduanya saling berseberangan dan berhadapan satu sama lain. Senadika duduk di samping Dewa.
Semua diam, ada beberapa yang saling pandang satu sama lain. Maya juga sama, gadis itu sedang mengotak-atik ponselnya. Terlihat tak tertarik.
Seluruh mata tertuju pada Maya. Maya terkejut, buru-buru menyimpan ponselnya. Menatap Dewa yang tersenyum miring meledek.
Dewa mengangguk. Sadar jika Maya tengah kesal lelaki itu berpaling ke anggota kelompok lainnya.
Tak ada yang buka suara. Dewa menggaruk kepala bagian belakangnya, merasa bingung sekaligus kesal. Tapi, saat Dewa hendak buka suara, Senadika mengangkat tangannya.
Dewa tampak ragu awalnya, kemudian mengangguk setuju. Maya yang mendengar nama Arya disebut mendadak tak berkutik, wajahnya pucat pasi seketika.
CUT TO
5.INT. RUANG BEM — SIANG
Arya sedang duduk dalam ruangan berukuran 4x4 yang berisi sofa, lemari berkas dan juga kursi dan meja yang tengah Arya gunakan. Disaat lelaki itu sedang menulis, ponsel Arya yang berada di meja berdering.
INSERT:
Layar ponsel yang menampilkan nama penelfon: Sadewa.
Arya melirik sekilas. Mengambil ponselnya dan menjawab pangilan Dewa.
Arya merapikan berkas yang tadi sedang ia tulis. Menyimpan berkas ke dalam laci dan menguncinya.
Arya mengangguk. Ia bergegas berdiri hendak meninggalkan ruang bem.
Arya mengagguk setelah mendapat jawaban Dewa. Mengunci pintu ruangan bem, kemudian bergegas menghampiri Dewa.
CUT TO
6.EXT. PENDOPO — SIANG
Semuanya masih dalam posisi duduk melingkar. Terkecuali Dewa, lelaki yang beberapa menit lalu menelfon Arya berjalan kembali mendekati lingkaran teman-temannya. Maya sedang memakan roti pemberian Dewa terlihat acuh.
Teman sekelompok saling berbisik-bisik. Maya masih sibuk makan, bersikap sama sekali tak terganggu dengan kalimat Dewa.
Maya meminum susu. Di sisi lain, Arya berjalan mendekat. Maya sudah menangkap kedatangan Arya dan gadis itu tersedak minumannya. Maya panik. Semakin dekat jaraknya dengan Arya, Maya semakin gelisah.
Arya berhenti, kini berdiri tepat di belakang Dewa. Arya berbalik badan, diikuti dengan Dika yang berdiri kemudian bersalaman layaknya teman lama pada Arya.
Maya memberanikan diri mendongak dan langsung bertemu tatap dengan Arya. Arya tersenyum pada Maya.
CUT TO