Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
CINTA SINTA KEPADA RAMA TAK TERGANTIKAN
Suka
Favorit
Bagikan
1. 1

01.EXT. HALTE BUS – JALAN PROTOKOL – JAKARTA – AFTERNOON

RAMA RAHADIAN (36) aka Ray, berdiri di antara orang-orang kantoran menunggu bus. Dia tinggi, kurus, dengan rambut belah tengah yang kusut dan pakaian yang lusuh. Dasinya masih kencang dan tangannya memegang tas kerja rapat-rapat. Dia memikirkan banyak hal di dalam kepalanya. Selain berusaha fokus menunggu bus.

02.INT. BUS TRANS – JALAN RAYA – LATER THAT AFTERNOON

Ray duduk pada kursi paling dekat dengan pintu. Dia menoleh keluar. Menatap sebagian langit mendung di kejauhan. Ray menelan ludah. Lalu mengendurkan dasinya sedikit.

SINTA HANDINI (27) duduk di barisan kursi tengah di bagian pinggir. Dia tampak sedang berbicara dengan seorang penumpang di barisan kursi sebelah. Sinta seperti halnya Ray, baru pulang kerja dan dalam kondisi pakaian yang kusut. Wajahnya lelah dan terlihat percakapannya dengan seorang pemuda itu membuatnya merasa semangat lagi.

03.INT. RESTORAN SEAFOOD – NIGHT

CLOSE ON KITCHEN. Seseorang memasukkan kepiting ke dalam wajan. Lalu membumbuinya dengan aneka bumbu dan saus. 

CUT TO:

MEJA NOMOR 7

Kita akan melihat Ray berkumpul dengan keluarganya. Ada IBU (62) TANTE SOPHA (55) dan kedua adik Ray: TONI (23) serta LANA (18)

Seorang pelayan membawa pesanan Ray dan keluarga ke mejanya.

Ibu tersenyum. Di sebelah Ibu, Tante Sopha menoleh ke arah pintu. Lalu berbisik pada Ibu. Ibu ikut menoleh ke pintu.

CUT TO:

Sinta berjalan masuk bersama kedua orang tuanya. Mereka tampak kebingungan memilih tempat. Lalu Tante Sopha melambai pada mereka. Sinta menoleh. Dia melihat Tante Sopha kemudian mengajak orang tuanya mendekat.

IBU

Pak Yon dan Bu Meri, sini duduk bareng kita. Kebetulan kan masih lega di sini. Yang lain penuh.

Sinta bertiga orang tuanya mengangguk. Mereka tersenyum ramah.

04.INT. RUMAH RAY – RUANG TAMU – LATER THAT NIGHT

Ray duduk. Dia mengetik di laptop. Wajahnya serius.

Ibu masuk dari belakang membawa mok kopi. Ibu lalu meletakkan mok di meja di sebelah laptop.

Ray menoleh Ibu berterima kasih.

Ibu lalu duduk di sebelah Ray.

IBU

Lembur kok tiap hari.

Ray berhenti mengetik. Dia meraih mok dan menghirup kopi.

IBU (CONT’D)

Tadi pagi tuh, Bu Asnah kesini. Minta ibu jadi saksi.

Beat.

Ray menoleh Ibu sebentar. Lalu dia melanjutkan mengetik.

IBU (CONT’D)

Si Nanda, minggu depan dia mau kawin lagi. Dapat Febi tuh. Anaknya Pak Rohmat. Tetangga sebelahnya.

(beat)

Kamu kan yang mau datang? Kan buat jadi saksi harus laki-laki. Buat wakilin bapak.

RAY

Aku kerja, Bu.

IBU

Kerjaan terus yang diurus. Kapan hidup kamu sendiri yang kamu urusin.

RAY

Ya inilah cara aku ngurusin diri sendiri. Kerja.

IBU

Terus, mau kamu kawinin juga itu kerjaan?

Ray tidak memperhatikan.

IBU (CONT’D)

Semisal ya Ray, semisal perempuan di dunia ini tinggal Sinta saja. Kamu mau gitu berebut sama laki-laki yang lain buat mempersunting dia?

RAY

Bikin perumpamaan kok ngawur begitu.

IBU

Ya daripada nggak?

Beat.

Ray kembali menghirup kopi dan melanjutkan mengetik.

IBU (CONT’D)

Asal kamu tahu ya, Ray, orang yang kebanyakan ngawur itu pertanda dia masih mau berharap. Masih mau usaha. Bukan orang yang putus asa.

05.EXT. HALTE BUS – MORNING – THE NEXT DAY

Ray dan Sinta tidak sengaja bertemu. Mereka saling sapa. Sinta tersenyum manis pada Ray.

SINTA

Nggak sama Lana, Mas? Biasanya berdua Lana.

RAY

Lana sama temennya.

Sinta tersenyum lagi.

RAY (CONT’D)

Kamu sendiri nggak sama siapa-siapa gitu ... berangkat kerjanya?

SINTA

Tergantung, Mas. Kalau ketemu temen saya bisa nebeng. Kalau enggak ya saya naik bus saja.

RAY

Memangnya nggak janjian?

SINTA

Enggak, Mas.

Lalu bus datang. Sinta masuk duluan. Ray belakangan.

06.INT. KANTOR RAY – MORNING

Suasana tempat kerja yang sibuk.

Kita akan melihat tulisan DATACOM dengan gaya timbul dan mengkilat pada salah satu dinding menghadap jendela selain kubikel-kubikel dalam satu ruangan kerja yang luas.

Ray berdiri di antara kubikel yang diisi para Karyawan. Dia membawa dan menyalakan sebuah tablet. Melihat draft kerja hari itu.

CLOSE ON RAY TABLET’S: ada ragam tulisan dalam layar tablet. Di antaranya: JADWAL ORIENTASI KARYAWAN BARU.

RAY

Mirwan sudah siap?

MIRWAN

Masih revisi, Mas.

Ray menoleh ke karyawan yang lain.

RAY

Indah gimana, ready?

INDAH

Siap, Mas.

Ray mengangguk.

RAY

Oke, berarti sebelum jam 9 semua harus sudah siap.

(ke Mirwan)

Wan, kamu isi duluan. Saya masuk setelah kamu.

Mirwan mengiya. Yang lain menyahut: oke.

Ray lalu pergi menuju pintu keluar dan menghilang di sana.

LATER IN THAT MORNING

Beberapa karyawan saling mendekat setelah Ray pergi. Mereka bergosip.

KARYAWAN #1

Sst! Gue kemarin lihat Mas Ray kayak lagi makan malam antar keluarga gitu.

KARYAWAN #2

Ah, yang bener? Lu lihat di mana?

KARYAWAN #1

Restoran seafood. Dia duduk sama perempuan cantik. Tapi nggak kelihatan glamor, sih.

KARYAWAN #3

Cantik tapi nggak glamor, hmm ... apa gue bilang, dia pasti milihnya yang satu server.

Ketiga karyawan itu saling tukar pandang.

KARYAWAN #3 (CONT’D)

Iyalah. Dia kan orangnya pengiritan. Pasti dia bakal ambil perempuan yang satu kelas. Hari gini kan, mana ada perempuan kelas atas mau sama dia. Gue aja ogah. Pelita hati eim! Kalau nggak, masak sekelas manager gitu loh, masih nebeng orang tua di kampung. Mobil saja enggak ada. Mau diapain sih itu duit? Ya, kan?

KARYAWAN #1

Eh, kalo pelit sih kayaknya enggak, deh. Gue denger sih dia ngehidupin keluarganya gitu. Adeknya dua sama nyokapnya. Bokapnya kan meninggal pas dia masih kuliah. Dan nyokapnya nggak kerja.

KARYAWAN #2

Nah, sama kan kayak dia enggak pakai ruangan pribadi. Malah milih di kubikel kayak dia karyawan jelata aja.

KARYAWAN #1

Loh, apa hubungannya itu?

KARYAWAN #2

Ya coba lu cermati aja. Tarik garis tengahnya. Ntar ketemu.

Salah satu karyawan melihat Ray kembali masuk. Gerombolan penggosip itu serentak bubar.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar