Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
EXT, STASIUN SEMARANG — SIANG
Kereta melambat. Peluit tanda berhenti dibunyikan. Kereta mendengus, mengeluarkan asap.
Han turun dari kereta di stasiun Semarang. Ia membawa sebuah koper.
Tak lama berjalan, Han disambut Darsono, ketua lokal Sarekat Islam Semarang. SI Merah. Orang-orang hilir mudik di stasiun, sebagian penjual menawarkan dagangan.
Terdengar suara
“Kacang rebus, ketela godhok, kacang-kacang!”
Sebagian pedagang menghalangi langkah Han sehingga ia pilih sedikit memutar.
“Kacang rebus, ketela godhok, kacang-kacang!”
“Kacang rebus, ketela godhok, kacang-kacang!”
Suara-suara penjual mengiringi langkah Han.
DARSONO
HAN
DARSONO
HAN
DARSONO
HAN
Mereka kemudian masuk warung di seberang stasiun. Tak banyak orang yang makan di warung, hanya mereka berdua. Dua piring nasi segera tersajikan di depan mereka, yang segera mereka makan dengan lahap.
Di jalan banyak orang ngemis, juga orang jalan bertelanjang dada, berjalan tanpa alas kaki. Seorang pengemis korengan kakinya dirubungi lalat-lalat yang berterbangan.
DARSONO
Han mengangguk.
INT. RUANG SEKOLAH RAKYAT — SIANG
Han bersama Darsono mendirikan plang bertuliskan: “Sekolah Rakyat”. Beberapa orang membantu pemasangan plang itu. Dua orang menyemen tiang plang agar kokoh.
Gedung sekolah tampak sederhana. Ada dua kelas yang bisa digunakan. Satu kelas diajar oleh Han, satunya oleh Darsono.
Han kemudian tampak mengajar. Muridnya banyak, ada sampai 50 siswa. Dua kelas berarti sekitar seratus siswa. Kebanyakan adalah anak-anak kuli dan buruh pelabuhan.
Terkadang bunyi peluit kapal terdengar hingga ruang kelas mereka.
Darsono mengajar di kelas lain, dengan pelajaran Bahasa Melayu.
Di sela waktu mengajar, Han menulis. Mengetik tiap malam. Ribuan dan jutaan kata-kata telah dia hasilkan dalam lembaran-lembaran kertas lewat mesin ketik. Kertas-kertas keluar dari mesin ketiknya sudah penuh dengan curahan pikirannya.
DARSONO
Besok kita bertemu dengan Agus Salim.
Han mengangguk.
INT. RUMAH — SORE
Han mengangguk hormat, dan bersalaman dengan Agus Salim. Darsono melakukan hal yang sama.
Mereka kemudian duduk di beranda, seorang wanita berjilbab/berkerudung menyajikan teh panas, dan makanan kecil untuk hidangan di atas meja.
HAN
Agus Salim mengangguk-angguk sambil mengelus-elus janggotnya.
AGUS SALIM
HAN
Agus Salim tersenyum, dan memandang Darsono. Darsono tersenyum.
Mereka kemudian menikmati makanan dan teh panas yang telah dihidangkan.
DARSONO
AGUS SALIM
DARSONO
Darsono tersenyum. Agus Salim juga tersenyum. Han ikut tersenyum.
AGUS SALIM
HAN
AGUS SALIM
Mereka kemudian menikmati makanan dan minum teh lagi. Lalu berbincang-bincang tentang apa saja.
Setelah cukup lama berbincang, Darsono dan Han pamit. Agus Salim memeluk erat-erat Han dan Darsono, bergantian.