Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
1908
INT. EXT. SEKOLAH DI MINANGKABAU— SIANG
Han kecil sekolah di Kweekschool (sekolah guru negara), seorang guru Belanda di depan kelas mengajar. Murid-murid duduk di bangku, salah satunya Han yang sedang mancatat.
Guru mengajukan pertanyaan, dan Han mengacungkan jari, menjawab dengan jelas. Guru membenarkan dan memuji kecerdasan Han.
Saat mengumpulkan tugas, Han lupa belum mengerjakan. Dia disuruh maju, dan meminta maaf karena kurang patuh.
HORENSMA
Han mengangguk dengan air muka yang takut.
HORENSMA
HAN
Bel bunyi.
Murid kelas Han berlarian ke Ruang Ganti. Han mengambil kaos olahraganya dan berganti seragam olah raga. Kemudian mereka berlarian di lapangan untuk pertandingan bola.
Han menempati posisi di depan, ia seorang penyerang, striker.
Musuh Han sekelas adalah kelas lainnya. Pertandingan persahabatan tapi juga seru. Han pandai bermain, bahkan setelah ia menerima umpan teman, ia berhasil menendang bola hingga jantung gawang, dan
GOOOOLLLLLLLLLLL
Teriak seru membahana. Han berputar-putar senang, teman-teman memeluknya erat.
1913
INT. RUMAH GADANG — SORE
Ada 5 orang tetua adat berkumpul, semua berpakaian adat tradisional. Datuk-datuk sedang bermusyawarah. Mereka duduk melingkar. Sajian makanan dan minuman terhidang di dekat mereka.
Sambil minum dan menikmati sajian, mereka bermusyawarah.
DATUK 1
DATUK 2
DATUK 3
DATUK 4
DATUK 5
Semua mengangguk-angguk. Mereka kemudian meminum teh, dan menikmati sajian makanan.
INT. RUMAH GADANG — PAGI
Tampak ramai orang di sekitar Rumah Adat. Hari ini akan diselenggarakan upacara gelar datuk. Banyak datuk hadir, termasuk para tetua adat lain. Rumah dihias menarik. Termasuk pepohonan dan tanaman di sekitar Rumah Adat. Ada janur, bunga sepatu, dan tanaman bunga lain.
Ibu-ibu memasak di dapur. Ramai. Anak-anak kecil menikmati tontonan tari piring, yang disajikan 4 gadis cantik.
Tetabuhan berbunyi. Upacara dimulai. Semua menikmati tarian, tampak wajah-wajah yang berdecak kagum, terpesona oleh kecepatan, serempaknya para penari yang lincah, yang membuat piring seakan bisa melayang, terbang, dan tak pecah.
Para penari bergeser menuju tanah yang di atasnya ada pecahan-pecahan piring yang sengaja dipecah dan ditaruh bertaburan di tanah. Mereka kemudian berpindah ke situ.
Mereka menginjak-injak-injak pecahan beling itu sambil menari cepat seperti biasanya. Ajaib.
Penonton tampak menahan napas, ngeri. Tampak tak ada sedikitpun kaki mereka yang terluka. Mereka terus menari dengan lincah, dan serempak, dengan piring-piring di tangan mereka yang berputar, berganti haluan, terbang, melayang, kemudian mereka tangkap kembali, seakan piring dan tangan mereka punya mata masing-masing, dan punya lem perekat yang tak kelihatan.
Tarian selesai. Semua bertepuk tangan, wajah-wajah yang ceria dan senang, semua tampak gembira. Suara tetabuhan berhenti. Tarian ikut berhenti.
Ketua Adat bersuara, pidato. Semua menunduk takzim, hormat. Semua orang mengikuti upacara tradisi itu dengan khidmat.
Han maju ke depan.
Bapak Ketua Adat menyerahkan samir dan hiasan adat ke Han. Ia diberi gelar Datuk.
Seorang gadis, tersenyum di belakang. Ia tampak senang. Han menatapnya, dan kemudian ikut tersenyum.
Han menggeleng saat Tetua adat mengatakan soal perjodohan.
TETUA
HAN mengangguk
Upacara selesai. Semua duduk lesehan, hidangan disajikan, semua makan dengan nikmat. Han bersama Tetua makan dengan lahap.
Han menatap gadis itu, bukan gadis yang dijodohkan yang sudah didandani di sebelah kanan panggung, tapi gadis yang duduk di pojok.
HAN (VO)
Gadis itu tersenyum malu. Wajah Han merona merah, ceria.
1907
FLASHBACK
INT. KWEEKSCHOOL SEKOLAH GURU BELANDA — SIANG
Ada sekitar 20 siswa, diantaranya Han yang duduk paling depan. Hanya ada seorang wanita yang jadi siswa dialah Syarifah Nawawi.
Han diam-diam memerhatikannya.
Han jatuh cinta untuk pertama kali padanya. Ia mengirimnya surat-surat cinta, lewat temannya atau penjaga kebun sekolah.
Sayangnya Syarifah selalu membuang surat-surat itu. Ia membuangnya di kotak sampah sekolah, menyobeknya jadi kertas-kertas kecil agar tak dibaca orang lain.
Han kecewa, cintanya ditolak.
SYARIFAH
Katanya pada temannya.
TEMAN
SYARIFAH
TEMAN
SYARIFAH
TEMAN
1 tahun kemudian
EXT. HALAMAN RUMAH GADANG — SIANG
Beberapa pemuda duduk ngobrol di bawah pohon rindang. Han marah-marah. Ada beberapa kawannya saat itu, mereka habis main bola. Sebuah bola ada diantara kaki mereka.
HAN
KAWAN HAN 1
HAN
KAWAN HAN 2
HAN
KAWAN 1
Han kaget atas usulan kawannya itu.
KAWAN 2
KAWAN 3
KAWAN 2
HAN
KAWAN 1
HAN
Dua bulan kemudian berita Syarifah menjadi janda tersiar ke seluruh masyarakat Minangkabau.
Tapi Han telah pergi ke Belanda.
KAWAN 1
KAWAN 2
KAWAN 3
Kawan 1
Kawan 2
Mereka kemudian tertawa berbarengan.
KAWAN 2
Kawan 3
KAWAN 2
KAWAN 3
KAWAN 1
Semua tertawa lagi.
CUT BACK TO
EXT. JALAN WASSENAAR AMSTERDAM — PETANG
Fenny dan Han bergandengan tangan, menyusuri jalan-jalan Waseenaar yang basah. Pepohonan di samping kanan dan kiri mereka besar-besar, lebih besar dari kebanyakan pohon di tanah air.
Hujan tak lebat, namun suhu sangat dingin. Mendekati nol derajat. Salju belum ada, karena memang suhu cuaca belum minus, di bawah nol.
Pohon-pohon besar tampak seperti raksasa, sebagian berwarna hijau karena lumut. Sebuah lonceng gereja berdentang.
Mereka berbelok, melewat gereja itu. Hanya mereka berdua yang jalan ketika hujan begini. Sepi, lengang.
Rumah-rumah besar menjorok ke belakang dengan halaman dan taman yang luas di depan. Rumah-rumah besar.
FENNY
HAN
FENNY
Han
FENNY
HAN
FENNY
HAN
FENNY
Han diam. Ia memegang dadanya, lalu batuk-batuk.
FENNY
HAN
Fenny tersenyum.
FENNY
Han berhenti melangkah. Ia memegang kembali dadanya, sesak.
FENNY
Fenny mengaba-aba Han untuk menarik napas panjang-panjang. Han melakukan perintahnya, menarik napas panjang-panjang.
FENNY
Tan mengangguk. Fenny kaget, wajahnya tampak pucat.
FENNY
Han memegang dadanya lagi, wajahnya pucat. Udara sangat dingin, gerimis turun. Petang telah menjadi kelabu. Pemandangan makin gelap. Suara lonceng gereja telah berhenti.
Angin menghempas, udara tambah dingin begitu angin datang. Pepohonan bergoyangan, bagai raksasa yang bergerak, latar langit sudah kelabu dan pemandangan jadi gelap.
FENNY
Han mengangguk, lalu duduk di tepi jalan. Fenny berlari, ia mencari rumah, mau pinjam telepon. Sekitar 5 menit kemudian ia memerolehnya, seseorang membolehkannya. Ia menelpon rumah sakit.
Han tak kuat duduk, ia selonjor, matanya mulai terpejam.
Fenny berlari mendekat, wajahnya tampak pucat saat melihat Han pingsan. Gerimis berjatuhan di wajahnya. Fenny menitikkan air mata.
Gelap telah datang, lampu merkuri mengguyur paras Fenny yang cemas (CU). Han terdiam, tubuhnya diraba Fenny, terasa dingin. Fenny kalut. Ia celingukan ke kanan ke kiri.
Fenny berlari ke sana ke mari (masih di sekitar tubuh Han yang tergeletak) melongok rumah-rumah sudah tertutup rapat semua. Fenny makin gugup.
Di kejauhan terdengar sirine ambulan datang.
INT. BANGSAL RUMAH SAKIT — SIANG
Han tergeletak di dipan. Di sampingnya Fenny menunggu. Dokter datang didampingi seorang wanita perawat berpakaian putih membawa map berisi hasil foto.
Dokter mengambil foto itu.
DOKTER
Fenny mengangguk. Han hanya bisa terdiam.
Dokter memeriksa suara jantung dan pernapasan lewat stetoskop. Dan kemudian mencatat sesuatu di notenya.
FENNY
Han mengangguk lemah.
HAN
Fenny tersenyum, dan mengangguk.
INT. KAMAR — SORE
1 bulan setelahnya
Han membaca buku-buku Karl Marx, Friedrich Engels, Dan Friedrich Nietzshe. Tiga buku itu tergeletak di samping lampu bacanya.
Ia mengetik dengan mesin ketik, mulai menulis artikel.
Berjam-jam Han menulis tentang tanah airnya: Hindia Belanda, ditandai oleh siluet cuaca yang berubah dari sore, senja, kelam, lalu gelap, ia terus mengetik, menulis tentang bangsanya.
Han menghidupkan lampu. Ia membaca buku, dan dari buku-buku itu ia mulai membenci budaya Belanda, dan terkesan oleh masyarakat Jerman dan Amerika. Han merobek bendera Belanda yang kecil yang ada di depannya, dan mulai memegang bendera Jerman dengan tatapan hormat. Ia juga tampak suka dengan bendera Amerika, bendera kecil itu dipasangnya di atas meja tulis.
Tapi bagi Han, Jerman paling hebat. Bendera kecil Jerman dipasangnya lebih tinggi dari pada bendera Amerika, di atas meja di atas tumpukan buru-buku.
Han terobsesi menjadi Tentara Jerman. Ia mendaftar ke militer Jerman. Ia menyiapkan berkas, mengumpulkan surat sekolah dan kuliahnya. Ia mengetik permohonan malam itu juga, esok mau berangkat naik kereta ke Jerman.
EXT, KERETA — PAGI
Han sendiri ke Jerman. Ia sengaja tak mengajak Fenny, yang pasti menolak rencananya ikut tentara Jerman.
Ia menghadap ke sebuah kantor kongsi militer Jerman, dan memberikan berkasnya.
Administrasi Militer memeriksa berkasnya, dan langsung menolaknya.
PETUGAS
Han kecewa, namun tak bisa tidak ia harus kembali. Jiwa perwira dalam tubuhnya bergolak.
Dalam kereta menuju pulang, ia duduk dengan orang Belanda.
Kawan sebangkunya mengajak kenalan dan bercakap.
Lelaki Sebangku
Han mengangguk hormat
HAN
HENK
HAN
Henk tertawa
HENK
Han ikut tertawa.
HENK
HAN
HENK
HAN
HENK
HAN
HENK
Han mengangguk.
Henk tertawa terbahak lagi.
HENK
Henk menawari rokok pada Tan.
Han menerima satu batang. Henk menggeret korek apinya.
Han mengajukan rokok di mulutnya, ke api yang digeret Henk.
Han menghisapnya, ia agak terkejut.
HAN
HENK
Han mengangguk, dan menghisapnya dalam-dalam.
HAN
Kata Han sambil mengembuskannya perlahan.
Namun sekejap kemudian ia batuk. Batuk-batuk lagi. Lebih dasyat batuknya. Han memeriksa tasnya, dan mengambil obat.
Henk kaget. Ia memberi botol air minumnya. Han segera meminum obat itu.
Han bersandar di kursi kereta. Henk membiarkannya sejenak.
Han memejamkan mata, dan mencoba bernapas pelan dan teratur.
Kereta melaju melewati area pertanian dengan beberapa kincir angin yang berputar.
HAN
Henk mulai bisa tersenyum.