Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cara Memutuskan Gadismu
Suka
Favorit
Bagikan
4. Scene 4

Ray memandangi punggung Lala yang semakin menjauh. Ia tak menginginkan seperti ini. Dan ia sadar tidak ingin melepaskan Lala. Tapi ia tahu Lala tak suka dikejar dalam keadaan seperti ini.

Intercut with Rita yang menelpon dari ruang tunggu salon.

RITA

Ra, telepon Lala kok nggak bisa dihubungin? Bunda udah nunggu dia nih. Tadi dia nelpon, tapi bunda lagi perawatan jadi nggak lihat panggilannya Lala.

RAY

(menggelengkan kepala, menyadarkan diri)

 

RAY (cont’d) Lala baru aja pergi, Bun.

RITA

Loh, Lalanya sama kamu? Padahal bunda tadi bilangin batalin janji dulu. Bunda mau jalan dulu sama dia. Tumben banget nih Lala nggak ngasih kabar.

Ray mengingat panggilan yang ditolak tadi di kampus.

RAY

(menekan pelipis) Nggak Ray angkat tadi teleponnya (bergumam)

Tapi dia nggak suka kalo Ray kejar sekarang kan, Bun?

RITA (O.S)

Apaan sih Ra? (tertawa kecil) Lala itu nggak suka kalau dibohongin iya, kalau diganggu, kalau orang dekatnya nggak ngertiin, manja.

 

Ray tak mendengar lagi kalimat ibunya. Mendengar bunyi pesan masuk di telepon genggamnya, menutup mata saat membaca.

TIFFANI (O.S)

Ohiya lupa bilang, bareng kak Lala yah. Tadi ketemu. Baik banget.

Kayak dulu.

 

CUT BACK TO:

 

EXT. JALAN RAYA-PAGI

Langit semakin cerah. Kendaraan semakin padat. Lala yang duduk di bagian dalam metro mini, menutup buku yang tadi dibacanya, menekan tengkuknya. Metro mini yang ditumpanginya lalu berhenti saat lampu merah.Pandangannya lalu menangkap motor yang sering digunakannya. Ia tersenyum, saat Ray menoleh melihat ke taksi di sebelahnya dan saat kepalanya baru saja ingin menoleh, lampu lalu lintas telah berganti hijau. Ia memandangi motor Ray yang kembali menjauh.

 

Sekitar sepuluh menit kemudian, metro mini baru tiba di depan universitas. Lala keluar dan segera berjalan masuk     ke halaman kampus. Ia lalu mengeluarkan telepon genggam, menelpon.

LALA

Prof, saya sudah di kampus (jeda). Masih di kelas? Saya ke kelas Prof saja.

 

Panggilan berakhir. Lala lalu mengedarkan pandangan. Seperti sedang mencari. Dan matanya berhenti di parkiran, dan bisa dengan mudah mendapatkan motor Ray. Ia tersenyum, baru saja berjalan menuju gedung belajar, ia berhenti, teleponnya berbunyi. Ia menerima panggilan telepon.

Intercut with: Rita yang menelpon.

RITA

Dimana, sayang?

LALA

(memasang senyum)

Di kampus, bun. Lala ada janji sama Prof. Mau bicaraain tentang beasiswa.

 

RITA

Oh gitu yah. Nanti habis ini ngapain? Hari ini nggak kerja kan?

Rita penuh harap.

 

LALA

Nggak ada bun. Cuman ada janji sama Ray. Nggak tahu dia kenapa.

RITA

(menyela, cepat) Batalin aja, La. (tersenyum)

Temenin bunda nyari toko cake biar bisa pesan untuk minggu ini. Ulang tahunnya dia sebentar lagi, La. (semangat)

 

LALA

Biar Lala telepon Ray dulu, entar dia nunggu lagi.

RITA

Ya udah. Tapi ingat yah sayang, dia nggak boleh tahu kalau kamu mainin dia, pura-pura ngehindarin dia. Eh, nggak apapa deh, kamu buat nunggu dia nanti, buat dia kesel aja, La. Kalau udah nggak ada urusan ke salon tempat bunda yah, kita perawatan sama-sama.

 

LALA

Iya, bun. (pelan)

Lala melihati telepon genggam, panggilan berakhir.

 

EXT. KAMPUS-DEPAN GEDUNG BELAJAR-PAGI

Menjelang siang. Lala tersenyum, menyapa Dosen pembimbingnya saat kuliah.

 

Dosen yang disapa Prof. Pur itu balas tersenyum, sekali-kali mengangkat tangan pada beberapa mahasiswa yang juga menyapanya.

 

PROF. PUR

Nunggu lama yah?

LALA

(tersenyum)

Prof pasti sibuk. Ini juga saya terimakasih banget, prof.

PROF. PUR

Saya harus ke gedung rektorat sekarang. Tanda tangan di sini saja yah.

Lala mengeluarkan map dari tangannya.

PROF. PUR

Saya fikir kamu mau lanjut S2nya di sini saja. Tapi ternyata pilih di Belanda yah. (membaca surat rekomendasi)

LALA

Kemarin, rencananya sih Prof, mau di sini saja. Tapi ada kesempatan. Prof juga bilang di sana bagus.

PROF. PUR

Betul. Ada teman saya di Berlage Insititue. Nanti saya bicara tentang kamu yah. (sambil menandatangani)

LALA

(tersenyum lebar)

Terima kasih banyak, Prof. (meraih mapnya, melihati Prof Har yang sudah berjalan ke parkiran)

 

Lala masih berdiri di sana. Mengeluarkan telepon genggam. Sambil berjalan ke gedung fakultas. Dan dari halaman samping gedung belajar, ia bisa melihat Ray mengeluarkan telepon genggam dari saku jeansnya dan panggilannya ditolak.

 

Lala menghela nafas kecil. Ia bermaksud pergi. Tapi ia tetap berdiri di sana memperhatikan Ray dan Tiffani, mereka yang saling memperlihatkan layar hape, dan tak lama Ray dan Tiffani saling melambaikan tangan. Lala segera berbalik, tak ingin terlihat oleh Ray.

 

Lala baru saja ingin pergi dari sana, tapi Tiffani yang ingin berjalan ke gedung belajar mengenali Lala.

 

Tiffani yang melihat sisi wajah Lala, tersenyum lebar, mempercepat langkah. Menyapa Lala.

TIFFANI

Kak Carla, kan?

LALA

(menghentikkan langkah, balik tersenyum)

Hai.

TIFFANI

Kak Carla kenal aku yah?

Lala menggerakkan kepala. Mengenalnya sebagai adik kelas.

LALA

Tentu. Kamu vokalis band waktu SMP kan?

 

TIFFANI

(berseru senang, meraih tangan Lala)

Kak Ray sama sekali nggak kenal aku, loh kak.

LALA

Itu karena dia telat mikir.

TIFFANI

Oh, kak Carla ternyata kuliah di sini. (jeda, melihati kening terangkat Lala, menoleh, ragu) Kak Ray sama kak Carla jarang ketemuan, kan satu fakultas?

LALA

Aku sering lihat dia, kok.

 

TIFFANI

Ahh, (menggerak-gerakkan kepala) kak Ray pasti nggak ngelihat kak Carla. Emang sekarang udah nggak dekat sama kak Ray? Tapi kak Ray bilang masih sering

kontek-kontekkan.

Lala menggaruk pelipisnya. Ada jeda, sebelum ia resmi bertanya.

 

LALA

Tadi ketemu Ray yah?

TIFFANI

Iya kak. Nggak nyangka bisa ketemu kalian berdua dalam sehari ini.

LALA

Ngobrolin apaan? (santai, tak ingin menghakimi)

TIFFANI

Ehm tadi cuman bilang terimakasih karena udah bantuin aku. Terus tukaran nomor hape (ceritanya polos), aku juga ngundang dia ke pembukaan cafe kue mama aku besok. Ehm, kak Carla datang juga yah.

Entar aku bilangin ke kak Ray, kalau aku juga ngundang kak Carla.

Lala menggerakkan kepala, tersenyum.

LALA

Jadi kamu ada toko kue?

Tiffani mengangguk senang.

TIFFANI

Kalau mau rekomendasi, tanya ke aku aja, kak (menunjuk diri, bangga).

Pastry, cake, ah semuanya.

LALA

Kalau begitu, aku minta tolong ke kamu aja yah. Soalnya, mamanya teman aku butuh cake buat ultah untuk hari minggu ini.

TIFFANI

Ok.Ok. Minta nomornya kak Lala, biar aku bisa kirimin tempatnya.

(MORE)

 

TIFFANI (cont’d)

Atau sekalian datang bareng mamanya teman kak Carla ke cabang barunya mama.

 

Lala memberikan telepon genggamnya agar Tiffani bisa memasukkan nomornya. Ia lalu menghubungi nomor Tiffani yang segera memnyimpannya.

LALA

Aku usahaian yah, dek. (menepuk pelan bahu Tiffani, pamit)

 

Tiffani melihati Lala yang telah bergerak dengan telepon genggam di telinganya. Ia tersenyum.

 

Lala bergerak keluar kampus. Mencoba menghubungi Rita dan Ray, bergantian. Tapi tak ada yang mengangkat. Saat angkot berhenti di depannya, ia tak bergerak.

 

INT. CAFE-MEJA SUDUT-SIANG

Lala tiba di cafe. Ia tak langsung masuk. Ia nampak hanya melihati Ray dari jauh. Memperhatikan tingkah Ray. Yang lalu tersenyum melihat hapenya.

 

Ia berkali-kali menghela nafas. Sebelum akhirnya ia masuk dan melakukan hal yang biasa ia lakukan.

 

INT. RUMAH RAY-KAMAR TIDUR-MALAM

Ray sejak tadi telah mondar-mandir di dalam kamarnya. Di atas tempat tidur ada telepon genggamnya. Sesekali ia berhenti dan setengah melompat ke sisi tempat tidur, memandangi layar hapenya yang tetap gelap. Ia mengerucutkan bibir.

 

RAY

Dia beneran marah? (bergumam)

Ray mendecakkan lidah. Ia menoleh saat bunyi pintu diketuk terdengar.

 

Pintu terbuka, kepala Rita muncul. Ia seperti menyembunyikan senyumnya.

 

RITA

Ra, Lala kok lesu banget ngomongnya.

 

RAY

(melompat ke hadapan Rita) Bunda habis nelpon Lala? Dia bilang apa aja Bun?

 

Rita masuk ke dalam. Duduk di sisi ranjang. Matanya tertuju pada telpon genggam Ray.

RITA

Kamu berantem sama dia, Ra?

RAY

(menggeleng, mulut terkatup) Emang dia ngomong apa, Bun? (mengulang pertanyaannya)

RITA

(memutar bola mata) Dia bilang tadi ada kerjaan,

jadinya nggak bisa nemenin Bunda.

RAY

(menganga)

Dia nggak bilang lagi marah sama Ray, kan?

 

RITA

(alis terangkat)

Emang siapa yang marah? Kamu atau dia sih? Kamu kan yang lagi kesel?

Ray menggelengkan kepala. Meminta ibunya keluar dari kamar.

Ray menghempaskan tubuhnya di ranjang. Sementara di luar kamar, tanpa sepengatahuannya, Rita sudah tertawa kecil. Ray memejamkan mata, besok ia harus meminta maaf.

 

CUT TO:

 

INT. RUMAH RAY-DAPUR-MALAM

Keluar dari kamar Ray, Rita dengan cepat menghubungi Lala.

Intercut with Lala yang sedang berada di kamarnya dan membuat rancangan di laptopnya.

RITA

Dia lagi uring-uringan, La. Sepertinya rencana kita bakalan sukses.

 

LALA

Dia paling lagi capek, bun.

RITA

Kamu sendiri? Nggak apapakan akting ngehindarin dia.

LALA

(mendongak)

Sepertinya dia nggak ngerasa aku lagi akting. Jangan-jangan emang sifat aku ke dia selalu kayak gini yah, Bun.

 

RITA

Apaan sih La? Dia kan nggak pernah marah-marah sebelumnya.

LALA (V.O)

Karena itu...

RITA

Lala sayang (meminta perhatian Lala), minggu ini keluarga Bunda bakalan banyak yang datang loh. Nanti Bunda kenali yah.

Rita mendengar gumaman Lala. Panggilan berakhir.

FADE IN:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar