Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hujan rintik-rintik sore itu mengguyur desa, menjadikan suasana jalan-jalan di desa yang mendapat kunjungan sekelompok mahasiswa satu universitas itu menjadi lengang. Hampir semua warga desa memilih untuk tinggal di rumah, membuat minuman-makanan hangat yang menemani mereka mengobrol ringan bersama anggota keluarganya.
Begitu juga dengan para mahasiswa, sebagian besar dari mereka telah kembali ke rumah-rumah warga yang sementara waktu dijadikan sebagai base camp selama mereka berkegiatan di desa itu.
Cast: Cahaya Diani, Ririn, Nurbaya, Juan Joko
Di dalam satu rumah warga yang menjadi base camp mahasiswa putri, Cahaya Diani duduk di bangku. Terlihat matanya makin lama makin memejam bersama dagunya yang terangguk-angguk turun dan hampir menempel di dada bagian atas. Suasana begitu sepi di bagian ruang tamu rumah itu. Sementara, RIRIN (22 tahun) dan NURBAYA (22 tahun) lebih memilih masuk kamar setelah hampir seharian kegiatan mereka full di desa itu.
Lalu, sekelebat bayangan seseorang terlihat di dinding rumah, melangkah masuk perlahan dari pintu depan rumah yang menjadi base camp mahasiswa putri. Cahaya Diani sudah tertidur. Bayangan itu menghilang tertutup cahaya. Si empunya bayangan akhirnya sudah berada di hadapan Cahaya Diani (22 tahun) tiba-tiba. Sesaat kemudian, JUAN JOKO (22 tahun) membungkukkan tubuh dan wajahnya perlahan-lahan mendekati wajah Cahaya Diani.
Ketika merasakan ada sentuhan hangat yang menempel di bibirnya, Cahaya Diani terbangun, membuka matanya dan terperanjat.
(terkejut)
Joko, apa-apaan ih!
(tubuhnya beringsut dan duduk lebih tegak karena merasa dirinya terancam)
Cay, kamu nggak usah takut. Aku hanya “membangunkan” kamu aja, kok.
Ya, tapi—
Juan Joko meletakkan sisi jari telunjuknya menyilang di atas bibir Cahaya Diani. Lalu Juan Joko mundur beberapa langkah ke belakang.
Ucay, aku sengaja menemui kamu di sini.
(jeda)
Ada yang mau aku omongin sama kamu.
Terdengar suara Ririn dari dalam kamar.
Ucay, kamu bicara sama siapa sih?
Joko.
Oooh ....
Juan Joko sedikit bergerak mendekati Cahaya Diani yang masih duduk tegak di bangkunya sejak "kejadian" itu.
Begini Cay, mungkin kamu nggak menyangka aku akan bicara sesuatu di luar dugaan kam—
(marah)
Mau bicara apa, Jok? Udah deh, jangan berbelit-belit gitu ngomongnya.
(berbicara pelan terbata-bata)
Aku suka kamu. Serius. Sudah lama aku memendam rasa ini sama kamu, Cay.
(kesal)
Dengan “cara” seperti tadi?
(suara meninggi)
Apa nggak ada waktu yang lebih pas buat kamu bilang ke aku tentang isi hati kamu?
Aku nggak merekayasa semua kejadian tadi, Cay. Semua terjadi begitu saja. Aku serius, Cay. Aku nggak main-main dengan isi hatiku.
Hening. Masing-masing terdiam.
Cast: Cahaya Diani, Hayati (ibunda Cahaya Diani)
Sepulang dari desa, di teras rumah, Cahaya Diani duduk melamun sambil mengangkat dan memeluk kedua lututnya dengan kedua tangannya. Dagunya bersandar di atas kedua lututnya yang merapat. Pandangan matanya tertuju ke lantai teras berwarna biru. Lamunannya menghampiri kenangan semasa SMA, jelang kelulusan seseorang yang disayanginya saat dia harus berpisah dengan Rayhan Aji akibat salah paham di antara mereka berdua. Lamunannya pergi ketika dia mendengar HAYATI (50 TAHUN), ibunya berbicara di sampingnya.
Cahaya ...,
(mengelus sayang punggung Cahaya Diani)
..., kamu kenapa?
(tersenyum hambar)
Mmm ..., nggak apa-apa, Bu.
(diam sebentar)
Bu, mmm ...,
(jeda)
Cahaya mau nanya sama ibu, boleh?
(tersenyum)
Boleh, mau nanya soal apa?
Hayati duduk di samping Cahaya.
Cahaya kalau ingin menikah sebelum wisuda, boleh, Bu?
Hayati terdiam sejenak.
Cahaya, ya ..., kamu sudah dewasa, menikah itu kan keputusanmu, ibu hanya merestui.
(tersenyum)
Oya, jangan lupa kamu kunjungi makam ayahmu juga–minta doa restu, kalau memang keputusan kamu untuk menikah sudah bulat.
Hayati mengelus rambut sebahu Cahaya Diani.
Eh, ngomong-ngomong, siapa lelaki yang akan menikahi kamu, Cahaya?”
Joko, Bu.
(agak kaget)
“Ooh, Juan Joko. Ibu kira kalian berempat ..., ya kamu, ya Joko, ya Ririn ...,
(berhenti sejenak, berpikir, mengerutkan dahi)
..., ya Nurbaya berkawan akrab saja. Rupanya kamu dan Joko sudah lebih dari akrab, toh?
(jeda dan tersenyum.)
Ya sudah, kapan Joko dan keluarganya mau berkunjung ke rumah dan membicarakan hal pernikahan itu?
Nanti Cahaya kasih tahu, Bu.
Hayati membelai punggung Cahaya Diani, berdiri dari duduknya kemudian masuk ke dalam rumah. Sekerlingan mata Cahaya Diani melihat senyum simpul ibu tampak di wajahnya.
(menangis)
“Kejadian” itu sengaja tidak Cahaya ceritakan kepada ibu. Cahaya sangat khawatir ibu bakal marah besar sebab ibu selalu mendidik dan mewanti-wanti Cahaya tentang harga diri dan kehormatan sebagai seorang perempuan. Kesucian dan kehormatan perempuan harus terjaga, itu nasihat ibu pada Cahaya. Penodaan kesucian dan kehormatan akibat “kejadian” itu merupakan suatu aib buat Cahaya, Bu.
Cahaya Diani menyeka air mata di pipinya.
Pernah satu waktu Mayang menakut-nakuti Cahaya Diani dengan berkata, “Jangan mau dicium lelaki, nanti kamu hamil!” Cahaya tersenyum kecil ketika mengingat kembali perkataan ibunya itu.
(masygul)
Maafkan Cahaya, Ibu.
(bergumam lirih)
Cahaya sudah telanjur dicium Joko. Cahaya akan menuntut pertanggungjawaban Joko atas perbuatannya.
Cast: Cahaya Diani, Ririn, Nurbaya, Juan Joko
Ruang kuliah kembali ramai oleh suara para mahasiswa-mahasiswi setelah mata kuliah usai dan dosen keluar dari ruang perkuliahan. Nurbaya menghampiri Cahaya yang masih duduk sambil membenahi buku dan memasukkannya ke dalam tas.
Cay, kita ke kantin yuk.
(bangkit dan melangkah mendekati kedua kawannya)
Boleh tuh, mata kuliah lainnya kan nanti dua jam lagi.
(menepuk bahu Cahaya)
Gimana, Cay?
(selesai merapikan buku)
Mmm ..., yuk.
Mereka bertiga lalu berjalan menuju pintu keluar ruangan perkuliahan. Belum genap lima langkah dari pintu keluar ruangan perkuliahan bagian luar, Juan Joko berseru memanggil mereka bertiga.
Rin, Nur, Cay, tunggu!
Mereka bertiga berhenti dan menengok. Juan Joko menghampiri mereka bertiga dan Juan Joko terus memandangi wajah Cahaya Diani seperti mencari “sesuatu” dari pandangan mata perempuan itu.
Rin, Nur, kalian duluan deh ke kantin.
(memberi isyarat mata kepada kedua temannya)
Oke ..., oke.
(meraih lengan kanan Nurbaya, mengajaknya pergi ke kantin)
Sesudah Nurbaya dan Ririn pergi, Juan Joko dan Cahaya Diani berjalan berbeda arah dengan Ririn dan Nurbaya. Sambil terus berjalan, Juan Joko menanyakan jawaban atas rasa sukanya kepada Cahaya Diani. Kemudian, mereka berdua pun berhenti di sisi dinding perpustakaan yang koridornya cukup lengang.
(berdiri berhadapan dengan Juan Joko)
Mmm ..., begini ya Jok. Kalau aku beri jawaban itu sekarang ke kamu, kamu mau nerima dengan semua konsekuensinya?
Berapa kali aku harus bilang sih, aku serius dengan isi hatiku.
Oke, kalau kamu memang benar-benar serius. Lamar aku dan nikahi aku!
Ekspresi Juan Joko tiba-tiba berubah tegang bercampur keringat serta diam beberapa saat.
Tapi aku masih belum punya pekerjaan tetap.
JUAN JOKO(lanjutan)
Meskipun wisuda sebentar lagi, bagaimana aku menafkahi kamu, Cahaya?
(menghela napas)
Tadi kamu bilang, katanya kamu serius dengan isi hati kamu?
Kamu sendiri gimana?
Aku tergantung keputusan kamu.
Juan Joko pun sempat tertunduk, berpikir beberapa saat.
(mengangkat kepala dan menatap tajam wajah Cahaya Diani)
Oke, aku terima. Aku akan melamar kamu lalu menikahi kamu.
Bagus!
(tegas)
Aku akan memberi tahu ibuku soal keputusanmu ini. Ayo, sekarang kita ke kantin.
Mereka berdua lalu berjalan berdampingan menuju kantin. Dalam perjalanan menuju kantin, mereka berdua sempat sedikit-banyak membahas; membicarakan tentang bagaimana proses melamar, menikah, dan bagaimana cara Juan Joko menafkahi Cahaya Diani setelah nanti mereka berdua menikah. Bagi Cahaya Diani, bukti Juan Joko benar menikahinya adalah tuntutan Cahaya atas pertanggungjawaban Joko akibat "perbuatannya" waktu itu. Biar begitu, keputusan Cahaya menantang Joko menikahinya sudah dipikirkan sebelumnya masak-masak. Jalan ini, menikah, adalah jalan yang dianggap oleh Cahaya sebagai jalan terbaik buat mereka berdua.
Cast: Juan Joko, Cahaya Diani, Ririn, Nurbaya, Penjaga Kantin
Ririn terlihat melambaikan tangannya memanggil Cahaya Diani dan Juan Joko ketika mereka sedang mencari tempat duduk di kantin. Cahaya Diani menengok, memperhatikan raut wajah Juan Joko, dan memberi isyarat dengan gerakan kepalanya untuk ikut bergabung duduk bersama Ririn dan Nurbaya.
Kamu aja deh Cay.
Kenapa?
Aku lupa, barusan harusnya aku ke perpus untuk pinjam buku Psikologi Komunikasi.
Ooo, yaya. Ya gih, sana balik lagi kamu ke perpus.
Juan Joko pun berpisah dengan Cahaya Diani dan melangkah menuju ke perpustakaan setelah satu tangannya memberi isyarat ‘menolak ajakan’ kepada Ririn.
(mengangkat dagu sekali)
Kenapa si Joko putar haluan balik badan pas gue panggil, Cay?
Sementara itu, Cahaya Diani sedang mengambil posisi duduk yang pas di bangku meja kantin.
Itu, pikunnya manggil, harusnya dia mampir dulu ke perpus buat pinjem buku, eh, malah kemari dulu.
(Cahaya Diani mencari-cari posisi duduk yang pas di bangkunya)
Cahaya Diani menarik bangku kantin.
Ah ..., pas, mantap!
(tersenyum)
Cahaya Diani celingak-celinguk mencari penjaga kantin kampus.
(suara agak lantang)
Es teh manis satu, bakso satu.
Si penjaga kantin tersenyum kepada Cahaya Diani dan mengangkat satu jempolnya sembari berjalan ke dalam kantin untuk mempersiapkan pesanan. Cahaya Diani balas dengan mengangkat satu jempolnya pula sembari mengangguk dan tersenyum kepada si penjaga kantin.
Kantin terlihat cukup ramai oleh para mahasiswa yang duduk menikmati pesanan sembari bercengkerama satu sama lain.
Lo barusan seperti mata alien, penting banget ya panggilan si Joko buat lo sekarang?
Iya, gue aja kalo kagak dikasih kode sama Ririn, gue nggak bakal ngeh, itu.
(penasaran)
Emang lo dah jadi “Du-ileh” si Joko ya, sejak kejadian di desa waktu itu?
Ririn tertawa terbahak mendengar istilah “Du-ileh” Nurbaya untuk “Delilah”-nya “Samson”. Sementara Cahaya Diani cuma bisa diam mati kutu, tak sanggup untuk menjawab cecaran pertanyaan dua kawan akrab kampusnya barusan. Untungnya, pesanan makanan-minuman Cahaya datang bertepatan dengan ujung pertanyaan Nurbaya. Setelah menaruh apa yang dipesan Cahaya Diani, si penjaga kantin tersenyum kepada Cahaya Diani lalu kembali ke dapur kantin.
(menegakkan punggung dan menyilangkan satu jari telunjuknya di bibir)
(lanjutan)
Sssttt, maaf, semua pertanyaan akan saya jawab setelah mangkok bakso ini licin tandas, oke!
(berkata berbarengan, kecewa)
Yaaa, Du-ileh.
(tertawa berbarengan)
Selama Cahaya Diani menikmati bakso, pikirannya mencari cara bagaimana membuat Ririn dan Nurbaya tidak banyak bertanya soal kesepakatannya dengan Juan Joko. Hanya satu kata yang pas untuk membuat dua kawan akrabnya puas dengan jawabannya.
Beberapa waktu kemudian, Nurbaya dan Ririn masih menunggu jawaban Cahaya Diani. Kedua mata mereka fokus memandang wajah Cahaya Diani.
(selesai makan)
Aku jadian!
(tegas dan meyakinkan)
Ririn dan Nurbaya melongo selagi Cahaya Diani memberitahu Ririn dan Nurbaya kalau dia dan Juan Joko sudah “jadian”, itu saja.
Cast: Juan Joko
Malam hari, sekitar pukul 19.00, di atas kasur di dalam kamarnya, Juan Joko terlihat sedang berbaring dan berpikir sambil memegang dan membuka-buka halaman buku perpus yang baru saja dipinjamnya siang tadi. Dia berusaha mencari kalimat yang tepat untuk menjelaskan kesepakatannya dengan Cahaya Diani kepada orang tuanya.
Cast: Ibunda Juan Joko, Juan Joko, Ayahanda Juan Joko
Ibunda (45 tahun) Juan Joko terlihat sedang menyendokkan nasi ke piring.
Joko!
(lantang bersuara)
Ayo makan, masakan sudah siap. Ayah sudah menunggumu juga.”
Keluarga Juan Joko memang memiliki kebiasaan makan malam bersama setelah seharian mereka beraktivitas. Ayahanda Joko sudah duduk sedari tadi di kursi meja makan dan bersiap-siap untuk makan, hanya tinggal menunggu Juan Joko keluar dari kamarnya.
Cast: Juan Joko
(agak berteriak)
Iya, Mi!
Juan Joko turun dari tempat tidur, berjalan ke ruang makan lalu duduk di sebelah ayahnya.
Cast: Juan Joko, Ibunda, Ayahanda
Kemudian, mereka pun makan bersama.
Menjelang akhir suasana kebersamaan mereka makan di ruang makan, Juan Joko pun membuka perbincangan dengan rancangan kata-kata yang sebelumnya sudah ditata dalam pikirannya.
Mi, Pi, kenal sama Cahaya, kan?
Kenal, kan kamu pernah ajak kemari bersama dengan Nurbaya juga Ririn.
Sementara itu, AYAHANDA (50 tahun) Juan Joko masih terlihat sibuk membersihkan mulutnya dengan serbet makan.
Papi yang belum kenal.
(tangannya masih tetap sibuk membersihkan mulut dengan serbet)
Juan Joko pun menunjukkan foto Cahaya Diani yang tersimpan di handphone-nya kepada ayahanda.
(melihat layar handphone di tangan Juan Joko)
(nada bicara bercanda)
Mmm ..., cantik, masih gadis ya?
Terlihat mulut ibunda Juan Joko bersungut mendengar canda suaminya itu.
Joko kan nggak lama lagi wisuda, Pi, Mi ....
(melihat wajah kedua orang tuanya satu per satu)
(bernada merayu pada orang tuanya)
Joko minta hadiah wisudanya sekarang boleh, kan?
(mengernyit)
Aneh kamu, Jok, apa hubungannya hadiah wisuda dengan pertanyaan kamu soal kenal atau nggak-nya papi-mami sama Cahaya?
Hubungannya erat sekali, Mi, Pi.
(enteng nada suaranya)
Oh ..., kamu minta kawin ya?
Sementara wajah sang ibu terlihat datar, biasa saja, sebab belum yakin atas apa yang diinginkan anaknya.
Kok papi tahu, sih?
Ya itu kan pengalaman papi. Mami kamu juga papi kawin, eh, dulu papi menikah sama mami kamu juga pas kita sama-sama kuliah, kok?
(takpercaya)
Bener, Mi?
Ibunda Juan Joko mengangguk dan tersenyum lalu melihat dengan tatapan mesra kepada suaminya.
(senang)
Yes!
(merasa aneh)
Kok yes?
(tersenyum senang)
Joko mau mengulang kesuksesan pernikahan papi-mami lagi.
(penasaran)
Cahaya?
Ya siapa lagi dong, Miiii ....
Mereka lalu terlihat tertawa-tawa dalam suasana akhir makan malam itu. Mereka pun lalu berdiskusi dan bersepakat, orang tua Juan Joko bersedia berkunjung ke rumah Cahaya Diani untuk melamar gadis itu serta menentukan waktu pernikahan mereka berdua.
Cast: Orang tua Juan Joko, Juan Joko, Cahaya Diani, Hayati
Meskipun rancangan kata-kata yang sudah disusun Juan Joko di kamarnya barusan “berantakan”, keinginannya untuk melamar dan menikahi Cahaya Diani, di luar dugaannya, disetujui oleh kedua orang tuanya. Setelah mereka selesai berdiskusi dan bersepakat, Juan Joko langsung menelepon Cahaya. Kabar baik itu Cahaya beritakan pada sang ibu.
Cast: Juan Joko, Ayahanda-Ibunda Juan Joko, Cahaya Diani, Hayati
Pernikahan antara Juan Joko dan Cahaya Diani benar terjadi dan berlangsung khidmat. Hampir semua keluarga besar kedua mempelai hadir beserta tamu undangan terlihat bahagia.
Setelah menikah, kami berdua tinggal serumah bersama mertuaku. Ada satu ruangan kamar yang cukup besar bagi aku dan Joko. Sementara aku dan Joko belum lulus kuliah, kebutuhan-kebutuhan Joko dan aku ditanggung oleh keluarga kami masing-masing. Namun untuk kebutuhan menafkahiku, Juan Joko masih menggantungkan dari pemberian orang tuanya.
Cast: Juan Joko, Cahaya Diani
- Waktu terus berjalan sesuai dengan manzilahnya. Mereka berdua akhirnya berhasil diwisuda dan mulai mencari pekerjaan.
- Juan Joko diterima bekerja sebagai supervisor lapangan di sebuah perusahaan.
- Dan Cahaya Diani memutuskan “bekerja” di rumah dengan mengembangkan usaha merchandise sehingga dapat merawat anak pertama mereka berdua di rumah.
- Dalam beberapa waktu, usaha merchandise Cahaya Diani berkembang pesat. Keberuntungan memang berada dipihaknya. Meski pendiam, Cahaya Diani pandai bergaul dan murah senyum sehingga langganan yang membeli barang-barangnya banyak yang puas dan kembali membeli lagi jika mereka membutuhkan barang-barang merchandise. Meskipun awal usahanya usaha rumahan, kejeliannya mencari pangsa pasar dengan memasarkan secara online, menjadikan usahanya semakin dikenal banyak kalangan.
- Alhasil, dia dan suaminya memutuskan untuk membeli rumah dengan mengangsur di satu perumahan. Keberuntungan tetap betah bersama Cahaya Diani. Setelah mengangsur rumah di perumahan itu, usahanya semakin berkembang pesat.
- Joko, sebagai supervisor lapangan, sering bepergian ke luar kota untuk urusan pekerjaan, dan tanggung jawabnya sebagai supervisor lapangan membuatnya lupa jika dia memiliki istri dan seorang anak. Keasyikan Juan Joko sering bepergian beberapa hari ke luar kota lama-kelamaan menjadi sekam masalah yang berujung fatal. Berbohong kepada Cahaya Diani sudah menjadi watak Juan Joko untuk menutupi “sekam”-nya.
- Lambat laun keasyikan Juan Joko beberapa kali terungkap saat secara tak sengaja, Cahaya Diani membaca isi pesan mesra dari kontak BBM handphone Joko. Saat itu Cahaya Diani terdiam. sejenak air matanya maujud menjadi butir-butir tetesan yang mengalir hangat, perlahan turun di pipinya. Hangat rasa sentuhan “tak halal” yang pernah dia alami di desa itu, kembali seperti terasa di bibirnya. Dia menyentuh bibirnya. Andai saja waktu itu Cahaya Diani terjaga,tak mengantuk lalu tertidur, butir-butir air matanya tak akan menetes sesudah membaca isi pesan itu.
- Sebenarnya, keasyikan Juan Joko yang terungkap oleh Cahaya itu adalah bukan kali yang pertama. Hanya saja, Cahaya Diani bersikap tak acuh dan tidak menghiraukan untuk pesan mesra-pesan mesra sebelumnya. Cahaya beranggapan, itu memang “cara biasa” komunikasi Joko dengan kawan-kawan perempuan di kontak BBM-nya.
- Namun untuk kali yang terakhir ini, bukan pesan mesra BBM itu yang menjadi pemicu Cahaya Diani berang kepada suaminya. Pemicunya adalah suara perempuan yang didengarnya berbicara–dengan manja, menggoda saat Cahaya-Dianilah menerima panggilan telepon dari handphone Juan Joko. Sebagai seorang istri dan sebagai seorang perempuan, Cahaya Diani memiliki kecurigaan kuat bahwa perempuan yang berbicara di ujung telepon itu adalah bukan perempuan biasa, tapi perempuan “simpanan” Juan Joko. Untuk yang satu ini, kecurigaan Cahaya Diani kepada Juan Joko yang memiliki perempuan “simpanan”, Cahaya Diani berusaha menahan diri untuk tak bercerita dan tak sembarangan menuduh suaminya tanpa bukti. Lagi pula, itu semua dapat berakibat fatal bagi keutuhan pernikahan mereka berdua jika ternyata Cahaya Diani salah menuduh suaminya tanpa bukti.
- Dengan memegang handphone Juan Joko, Cahaya Diani berjalan menuju ruang tamu kediamannya di mana suaminya sedang minum kopi dan membaca koran. Lalu terjadilah apa yang terjadi. Pertengkaran! Waktu sore menjelang magrib menjadi “panas” di rumah itu. Juan Joko mengelak dengan semua jurus berbohongnya. Namun Cahaya bersikukuh dengan bukti pesan mesra itu. Pertengkaran itu berakhir ketika Azan Magrib berkumandang menghampiri telinga mereka. Pertengkaran yang mengakibatkan luka menyayat di hati Cahaya Diani, menyisakan “retak” rasa percaya Cahaya Diani kepada Juan Joko.
- Pertengkaran itu mengubah semua atmosfer kehidupan pernikahan mereka berdua. Cahaya Diani dengan kesibukannya mengelola usaha toko dan merawat anak, sementara Joko dengan kesibukan pekerjaannya sering ke luar kota. Rumah, buat mereka hanya sebagai tempat melepas lelah saja bagi mereka. Hampa!