Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Cast: Rayhan Aji
Begitu mendekati pintu gerbang sekolahnya, Rayhan Aji (17 tahun) yang memakai seragam SMA segera turun dan mendorong sepedanya masuk ke pintu gerbang sekolah.
Aku adalah lelaki beruntung yang impiannya dapat terwujud dan menjadi "raja" di hati seorang perempuan yang menjadi impian setiap lelaki.
Di tengah lalu-lalang siswa yang berjalan masuk ke sekolah, mata Rayhan Aji sekali melihat ke lantai atas gedung sekolah. Ruang kelasnya memang mudah terlihat dari pintu masuk gerbang sekolah.
Dia perempuan yang mandiri, cerdas, kritis, berbicara seperlunya dan cenderung pendiam.
Cast: Rayhan Aji, Ryan
Setelah memarkirkan sepedanya yang bercampur dengan beberapa motor di tempat penitipan kendaraan, Rayhan Aji yang berseragam putih abu-abu itu berjalan menuju kelasnya. Dia bertemu dengan RYAN (17 tahun) yang lengkap berseragam SMA, teman sekolah yang juga baru selesai memarkirkan motornya.
Woi, Aji!
Hai, Ryan.
Eh, Ji, kok gue tadi enggak ngeliat lo ya di tempat penitipan kendaraan?
Sepeda gue di parkir paling pojok, Ryan.
Ooh, pantesan.
Mereka pun berdua berjalan bersama di antara lalu-lalang para siswa lalu menaiki tangga berundak yang mengantarkan mereka hingga ke kelasnya di lantai atas.
Gedung SMA tempat Rayhan Aji dan Ryan bersekolah letaknya menjorok jauh ke dalam dari jalan raya utama. Gedung SMA itu dikelilingi perumahan yang ramai penghuninya, dan memiliki lapangan multifungsi sebagai tempat berolahraga. Lapangan itu juga dijadikan sebagai tempat upacara dan kegiatan lainnya.
Sekolah itu terlihat asri dengan adanya pohon-pohon dan tanaman-tanaman hijau menghiasi seluruh sekolah. Dan gedung sekolah itu mengelilingi lapangan multifungsi.
Cast: Rayhan Aji, Ryan, Pak Jana
Kurang dari setengah jam Rayhan Aji dan Ryan masuk ke dalam kelas, guru pun masuk kelas dan mulai memberikan pelajaran kepada para siswanya. Pak Jana mendapat jatah mengajar pada jam pertama kelas. Pada tengah waktu mengajarnya, sebagai wali kelas, Pak JANA (45 tahun) yang berbaju Korpri mengingatkan kepada murid-murid kelasnya supaya mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk ujian tingkat akhir tiga bulan mendatang.
(bersemangat)
Kalian semua harus lulus sekolah.
(tersenyum)
Cukup tiga tahun saja di SMA ini.
Seluruh siswa menyahut: iya pak. Dan mereka tertawa berbarengan.
Bel istirahat pun berbunyi setelah beberapa mata pelajaran usai. Seperti biasanya, suasana kelas pun menjadi ramai. Ryan dan Rayhan Aji keluar dari kelasnya bersama dengan teman-teman sekelasnya. Sebagian dari mereka berjalan menuju kantin, sebagian lagi menyebar sesuai dengan niatnya masing-masing.
Ji, gue mau ke kantin di lantai bawah, lo mau ikut barengan, enggak?
Lo duluan, deh, ntar gue nyusul kalo jam istirahat masih ada sisa.
Naah …, gue tau nih, gue tau. Lo ada kepengen ketemuan, kangen-
RYAN(lanjutan)
kangenan sama si Cahaya ya? Hayoo, ngaku aja.
Hehe, gue mau ke perpus, Ryan.
Iya, iya, dan di dalam perpus udah “bertengger manis” “Sang Cahaya”.
(tertawa).
(tertawa)
Kalo Cahaya bertengger, diusir dong sama penjaga perpus-nya.
Ya nggak, dong.
Lagian, pake istilah “bertengger” segala, emangnya Cahaya burung?
Ya, burung merpati. Merpati tak pernah ingkar janji.
(tertawa)
Ryan meninggalkan Aji yang terus melangkah menuju perpustakaan sekolah.
Cast: Rayhan Aji, Cahaya Diani
Sementara Rayhan Aji sedang berjalan menuju perpustakaan sekolah, Cahaya Diani (15 tahun) sudah berada di dalam perpustakaan, duduk membaca buku sambil menunggu Rayhan Aji datang. Tak lama, Rayhan Aji pun datang menghampiri Cahaya Diani dengan buku di tangan kanan lalu duduk di samping kanan Cahaya Diani. Cahaya Diani menengok kepada Rayhan Aji, tersenyum.
Baca buku apa, Ji?
Rayhan Aji cepat memotong tanya Cahaya, memberi isyarat dengan menyilangkan jari telunjuk ke mulutnya.
Sstt. (dengan suara pelan)
Baca buku apa, Aji?
Rayhan Aji menjawab hanya dengan menunjukkan muka buku yang dibacanya kepada Cahaya Diani seraya tersenyum. Cahaya Diani membaca judul buku yang ditunjukkan Rayhan Aji lalu mengangguk-anggukkan kepala dengan mimik wajah yang dibuat lucu sehingga membuat Rayhan Aji menahan tawa.
(pura-pura marah)
Sstt!
(menyilangkan telunjuk ke mulutnya)
Rayhan Aji tersenyum kepada Cahaya Diani lalu tangannya kembali membuka buku dan melanjutkan membaca. Kemudian, mata mereka berdua masing-masing asyik mengikuti huruf-huruf yang terangkai dari halaman buku yang mereka baca.
Cast: Cahaya Diani, Rayhan Aji
Wajah Cahaya Diani menengadah untuk melihat jam di dinding. Sisa waktu jam istirahat sepuluh menit lagi. Kemudian Cahaya menengok ke sebelah kanan, memberi isyarat kepada Rayhan Aji dengan memonyongkan bibirnya. Bersamaan dengan Rayhan Aji yang juga menengok ke sebelah kiri, Rayhan Aji sudah mengerti isyarat Cahaya Diani. Mereka berdua lalu bangun dari bangku masing-masing dan berjalan berdampingan keluar dari perpustakaan.
Cast: Rayhan Aji, Cahaya Diani, Ryan
Rayhan Aji dan Cahaya Diani berjalan berdampingan di koridor sekolah hendak menuju kelasnya masing-masing.
Haaahhh, lega rasanya.
(tersenyum)
Plong, ya.
(menoleh ke kiri, kepada Cahaya Diani)
Sekarang nggak perlu bahasa isyarat bibir lagi ya.
(tertawa)
Eh, Ji, kamu suka baca buku tentang dagang ya?
(tatapan matanya menyelidik ke wajah Rayhan Aji)
Mmm ..., iya ..., aku suka.
Tiba-tiba Ryan sudah ada di belakang mereka berdua.
Cieeeeh, sepasang merpati emang nggak pernah ingkar janji buat ketemuan di perpus ya.
(tertawa sambil berlari menerobos di antara Aji dan Cahaya yang berjalan berdampingan)
Rayhan Aji dan Cahaya Diani hanya bisa tertawa melihat tingkah Ryan yang menggoda mereka berdua.
Dah ....
(berucap manja)
Aji.
(tersenyum)
Seperti biasa, ya. Aji.
(telunjuk kanannya menunjuk ke arah pintu gerbang sekolah)
Cahaya Diani menjawab dengan anggukan dan berbalik badan lalu berjalan menuju kelasnya.
Cast: Rayhan Aji, Cahaya Diani
Cahaya Diani sudah terlihat menunggu Rayhan Aji di pintu gerbang sekolah beberapa saat setelah bel kedua berbunyi. Tak lama kemudian, Rayhan Aji terlihat keluar dari tempat penitipan kendaraan sambil mendorong sepedanya menuju gerbang sekolah. Mereka berdua pun sudah berhadapan.
(tersenyum)
Aku yang dibonceng, atau kamu yang nge-bonceng?
Mmm ....
(telunjuk menempel di pelipis)
Gimana kalo kita jalan kaki; sepedanya ditinggal aja di tempat penitipan kendaraan?
(suaranya manja)
Huuu ..., nggak mau ..., nggak mauuu ....
Rayhan Aji tertawa kecil, melihat wajah manja Cahaya Diani.
Ayo, Nona, silakan naik.
Cahaya Diani tersenyum lalu bergegas naik ke bangku belakang sepeda dan mengambil posisi duduk menyamping. Lengan kanannya memeluk pinggang Rayhan Aji.
Berangkaaaat.
Rayhan Aji mengayuh pedal sepedanya setelah mereka berdua duduk nyaman di bangkunya masing-masing.
Cast: Rayhan Aji, Cahaya Diani
Jalan menuju rumah Cahaya Diani cukup ramai dilalui kendaraan. Meski begitu, Rayhan aji tetap berhati-hati dan tetap mengambil lajur kiri jalan sambil sesekali wajahnya menengok ke sisi kanan jalan.
(suara manja, agak lantang)
Aaaji
Mereka berdua sekarang sedang diliputi bising jalan yang cukup ramai berlalu-lalang kendaraan.
Ya, ya, kenapa?
(suara agak keras)
Hari ini aku bakal masak buat kamu, Ji.
(terjeda sejenak)
Aji mampir ya ke rumah Ni.
Mmm ....
(suara agak lantang)
Gimana ya, Ni.
Jalan yang mereka lalui mulai lengang, tidak bising. Kendaraan hanya sedikit yang melintas
(merajuk)
Aah ..., Aji, mau dong ya, ya, ya.
(tersenyum simpul)
Iyyaa, deh.
Setelah 20-an menit lamanya Rayhan Aji mengayuh sepeda, akhirnya mereka berdua sampai di rumah Cahaya Diani. Cahaya Diani turun dari boncengan dan membuka pintu pagar rumahnya lalu mempersilakan Rayhan Aji masuk.
Cast: Hayati, Cahaya Diani, Rayhan Aji
Cahaya Diani membuka pintu rumahnya lalu melangkah masuk ke dalam rumah.
Ibu, Iiibu.
Cahaya Diani memberi isyarat dengan tangan kepada Rayhan Aji untuk mengikutinya. Rayhan Aji menurut saja. Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang makan dengan dapur yang menyatu dalam satu ruang makan itu.
Eh, Ibu di sini.
Bu HAYATI berhenti mencuci piring di meja cuci piring, membalikkan badan.
Aku bawa Aji, kawanku.
HAYATI mengibaskan kedua lengannya lalu menyeka telapak tangannya satu per satu ke celemek. HAYATI memandang wajah Rayhan Aji.
Ooh ....
(menganggukkan kepala)
Ya, ya.
Rayhan Aji menghampiri HAYATI. Mereka berdua pun bersalaman.
(mengangguk sopan)
Saya Aji, Tante.
HAYATI tersenyum selesai berjabatan tangan dengan Rayhan Aji.
Jadi ..., ceritanya Cahaya mau buat masakan untuk Aji, Bu, bolehkan?
(tersenyum)
Boleh ..., boleh. Sayur asem buatan Ibu masih hangat di panci. Kamu, Cahaya, tinggal menggoreng tahu, bikin sambal, bikin telur dadar isi bawang aja ya.
(ceria)
Oke, Bu.
Diana sudah pulang belum, Cahaya?
Sepertinya belum, Bu. Barusan Cahaya lihat pintu kamarnya masih belum terbuka.
HAYATI melangkah keluar dari ruang makan.
O ..., ya sudah.
Rayhan Aji lalu duduk di kursi makan sambil memperhatikan Cahaya Diani mempersiapkan bahan-bahan masakan.
Perlu bantuan, Ni?
Nggak perlu, Ji.
(tangannya tetap tak berhenti mengolah bahan-bahan masakan)
Aku mau kamu menikmati aja hasil masakanku hari ini, oke?
Rayhan Aji tersenyum, memperhatikan kesibukan Cahaya Diani memasak.
Cast: Cahaya Diani, Rayhan Aji
Satu jam pun berlalu dan akhirnya semua hasil masakan sudah siap tersaji di meja makan. Masakan dari hasil buatan tangan Cahaya Diani sendiri, untuk Rayhan Aji.
Oke, semua sudah siap, mari makan, yuk.
Kedua tangan Cahaya Diani cekatan mengambilkan nasi yang ditaruhnya di piring untuk Rayhan Aji. Rayhan Aji menerima piring berisi nasi itu dan menunggu Cahaya Diani selesai menyendokkan nasi ke piringnya sendiri.
Ayo, Ji, tunggu apa lagi? Itu ambil sayur asem sama masakan hasil buatanku.
Iya.
Tangan kanan Rayhan Aji mengambil sayur asem dan masakan hasil buatan Cahaya Diani.
O ..., iya, ini sekadar informasi aja buat kamu, Ji. Bisa tolong ambilkan kerupuk yang tergantung di dinding di belakang kamu, Ji?
Rayhan Aji menoleh ke belakang lalu bangun dari duduknya, mengambil kerupuk di dalam plastik dan meletakkannya di meja makan.
Informasi apa?
Ya itu ...,
(telunjuknya menunjuk kerupuk dan sambal kecap di atas meja)
..., kerupuk yang kamu ambil barusan sama sambal kecap, itu menu masakan yang harus selalu ada setiap aku makan.
Harus?
Ya, harus ...,
(mengambil satu kerupuk dan menggigitnya)
..., harus ada!
Mereka berdua menikmati masakan hasil buatan Cahaya Diani. Terkadang mata mereka saling bertemu pandang dalam kenikmatannya menyantap masakan itu. Jika saling pandang itu terjadi, mereka berdua lalu tersipu malu, dan melanjutkan menyantap masakan.
Cast: Rayhan Aji, Cahaya Diani
Selesai makan, Rayhan Aji dan Cahaya Diani lalu berjalan menuju ruang tamu dan duduk berdua.
Gimana, enak nggak masakan hasil buatanku, Ji?
Enak-enak-enak!
Wajah Cahaya Diani terlihat senang dan puas mendengar jawaban dari Rayhan Aji.
Oiya ..., aku mau ingetin kamu ya, Ji, nggak apa-apa, kan?
Ya, ingetin aku soal apa dulu dong, Ni?
Mmm ...,
(nada suara serius)
Aji belajar yang rajin ya, biar lulus ..., terus dapat nilai bagus.
Cahaya Diani memandang wajah Rayhan Aji dengan tatapan lembut. Hati Rayhan Aji seolah-olah mengembang setelah mendengar Cahaya Diani mengingatkan dan memberi semangat kepadanya.
Ni, makasih ya, kamu udah ingetin aku. Kata-kata kamu barusan bikin aku jadi lebih semangat belajar untuk lulus dan mendapatkan nilai terbaik.
Cahaya Diani tersenyum dengan menganggukkan kepala.
Mereka berdua mengobrol, bercanda selama beberapa waktu. Ruang tamu itu menjadi saksi kemesraan sepasang remaja itu.
Ni, tipe lelaki idamanmu itu seperti apa sih?
(tersenyum simpul)
(lanjutan)
Ya ..., yang pasti yang sudah punya penghasilan-lah.
Saat mendengar jawaban Cahaya Diani, Rayhan Aji tertunduk.
Mmm ..., sepertinya aku tidak sesuai dengan tipe lelaki yang kamu idamkan itu, Ni. Buat apa hubungan kita ini terus berlanjut?
MmM ...,
(terbata–bata)
..., maksud kamu apa, Ji?
Cahaya bergegas duduk dengan punggung lebih tegak, khawatir membuat Rayhan Aji merasa diremehkannya.
Iya, hubungan kita cukup sampai di sini aja ya.
Cahaya Diani (bingung menangkap apa maksud perkataan Rayhan Aji dan berusaha mencari letak kesalahan ucapannya barusan) melihat lantai ruang tamu.
Namun Rayhan Aji sudah bangun dari tempat duduknya lalu minta pamit pulang. Cahaya Diani menemani Rayhan Aji hingga gerbang pintu rumah. Rayhan Aji mengulurkan tangan mengajak Cahaya Diani bersalaman. Cahaya Diani menjabat telapak kanan Rayhan Aji dengan lesu. Kebingungan Cahaya Diani masih belum pergi. Cahaya Diani memandang sekilas wajah Rayhan Aji, dan melepaskan jabat tangan itu setelah Rayhan Aji mengucapkan salam. Cahaya Diani masih berdiri (dengan masih merasa kebingungan) memandang (punggung) Rayhan Aji yang berjalan–sambil mendorong sepeda meninggalkannya.
Semenjak kejadian itu, antara Rayhan Aji dan Cahaya Diani tidak pernah lagi terlihat bertemu di perpustakaan sekolah, berjalan berdua, atau berboncengan sepeda bersama sepulang sekolah.
Bahkan setelah pengumuman kelulusan pun, Rayhan Aji bagai ditelan bumi. Cahaya Diani tak memiliki kabar sedikit pun tentang Aji.
END FLASHBACK