Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Waktu : Malam hari
Lokasi : Eksterior Teras Rumah Paijo
Seseorang bermotor terlihat meninggalkan rumah Paijo, terlihat motor butut itu menghilang ketika berbelok ke gang.
Paijo mengangguk tanda hormat ke tukang pos itu.
Paijo berjalan ke kursi bambu, membuka surat itu dan membacanya.
Paijo terlihat diam, namun ia terlihat senang dari rautnya. Tapi ia diam. Ia pegang secarik kertas di tangannya, sebuah surat yang dikirim pak pos tadi.
Itu surat dari Mas Prapto, kakak Ipar Paijo, kakak dari Asih.
Paijo terlihat menghela nafas cukup keras, lalu ia membacanya perlahan.
Tertulis didalamnya,
"Dik, aku disini juga ikut orang. Aku bukan siapa-siapa disini. Aku nggak tahu aku bisa membawa Paijo apa nggak. Tapi, kemarin kutanyakan ke Mandor, Paijo boleh kesini, dia bisa kerja disini. Silahkan, aku ada di belakang terminal rambutan, silahkan kemari dan cari masjid hijau, nanti tanyakan kamar kos Mas Prapto. Aku senang jika kau kemari."
Begitulah balasan dari kakaknya. Paijo terlihat tersenyum, mungkin ia bisa pindah ke Jakarta daripada ke Kalimantan.
Paijo masuk kedalam rumah dan menceritakannya kepada istrinya.
Latar : Didalam Ruang Tamu Rumah (Remang-remang lentera, tak ada lampu)
Paijo berjalan kedalam, diam lalu tenang. Raut senang lumayan terpancar dari wajahnya. Asih terlihat bermain bersama Utami di depan lentera. Mereka belajar membaca huruf arab.
Paijo
"Ini surat dari Mas Prapto"
Asih
"Bagaimana?"
Paijo
"Boleh berangkat, ada kerjaan disana."
Asih
"Alhamdulillah."
Paijo
"Tapi sekarang, kamu bagaimana?"
Asih
"Aku mungkin disini saja, kasihan ibu."
Paijo
(menghela nafas cukup panjang) "Yasudahlah, nanti dipikir-pikir lagi"
"Apa hari ini kau sudah menjenguk ibu?"
Asih
(menggeleng-gelengkan kepalanya)
Rumah ibunya berada disekitar rumahnya yang kecil, ibunya tinggal bersama Mas Joko. Kakak Asih yang ada di desa. Mas Joko terkenal nakal, peminum dan selalu menyalahkan Asih jika ada apa-apa.
Asih
"Mas Joko mungkin belum berangkat. Malam-malam begini, ia pasti mabuk dan judi."
Asih berpikir setelah itu. Entah apa yang dipikirkan.
Paijo hanya menggaruk-garuk kepalanya dan masuk kedalam kamar. Seharian bekerja di ladang padi membuat tubuhnya lelah.
Paijo
"Kemana Bejo?" (sambil menyiapkan diri untuk rebahan)
Asih
"Nonton tivi di Pak RT"
Paijo rebahan di dalam kamar, lalu Asih terlihat gusar dari wajahnya.
Asih
"Aku pergi"
Paijo
(Dari dalam kamar sambil rebahan) "Iya"
Asih mengajak Utami yang diam saja daritadi di ruang tamu.
Asih berjalan keluar dari rumah, dimuka pintu sambil menggendong Utami, menggeser-geser kakinya mencari sandal.
Ia berjalan pergi ke rumah ibunya yang ada di bekalang rumahnya.
Lokasi : Rumah ibu
Latar Waktu : Malam
Asih masuk kedalam rumah lumayan besar dibelakang. Rumah redup dengan lampu hanya menyala di dapur.
Berjalan masuk, ia mencari kamar ibunya. Lalu ia masuk.
Ia melihat ibunya sedang bersiap tidur, lalu ia akhirnya memutar tubuhnya dan kembali keluar kamar.
Ibu
(teriak saat rebahan) "Ada apa?"
Asih
(Kaget) "Tidak, tidak ada apa-apa." (Sambil mengelus Utami digendongannya)
Ibu
"Kemarilah,"
Asih berjalan pergi mendekati ibunya.
Ibu
"Bagaimana suamimu, jadi pergi kemana?"
Asih
"Mungkin ke Jakarta, karena surat Mas Prapto sudah sampai"
Ibu
"Bagaimana kabar Prapto?"
Asih
"Dia sehat, mungkin ia sibuk jadi belum bisa pulang."
Ibunya hanya diam, lalu pelan-pelan duduk diujung dipannya.
Ibu
"Jika memang pergi, pergilah. Aku tidak mengapa. Aku senang jika kau senang. Tak mengapa."
Asih
"Mungkin aku tidak ikut, aku disini saja. Di Jakarta semuanya serba mahal, biar Mas Paijo saja yang pergi."
Ibunya diam, ia mengusap-usap pelipisnya.
Ibu
"Bukannya kemarin katamu akan pergi ke Kalimantan?"
Asih
"Itu kalau jadi, bagaimana, kita nggakpunya modal."
Ibu
"Modal? Bukannya dibiayai pemerintah?"
Asih
"Tetep saja perlu modal." (katanya sambil mengelus-elus Utami)
"Pergi ke Jakarta juga perlu modal, beli tiket kereta, tiket bus. Perlu juga."
Ibunya hanya diam. Ia mengelus-elus Utami yang mengantuk. Karena malam.
Dari wajahnya Asih terlihat bingung, ia antara berani dan tak berani untuk pergi.
Asih
"Dimana Mas Joko?"
Ibu
"Dia mungkin pergi."
Asih
"Kemana?"
Ibu
"Aku sendiri juga tak tahu. Semoga saja dia baik-baik saja."
Asih
"Apa dia masih sering marah-marah?"
Ibu
"Iya, kemarin dua piring dibanting."
Asih
"Kenapa?"
Ibu
"Katanya ia butuh uang"
Asih
"Dikasih?"
Ibu
"Iya, aku kasihan."
Wajah Asih tiba-tiba memelas. Bagaimana iya, ia yang memang butuh uang, untuk anak-anaknya. Ibunya seakan-akan tak mau tahu. Ia juga tak cerita. TApi, untuk anak yang pemabuk dan pejudi, malah diberi uang.
Asih mengusap-usap wajahnya dan terlihat jengkel. Namun ia melihat ibunya dengan tenang, mungkin memang salahku.
Asih
"Yasudah, aku pulang dulu. Jika butuh apa-apa, datanglah ke rumah bu."
Ibu
"Kesinilah tiap hari, sebentar-sebentar, namun aku tenang."
Asih terlihat iba, hal seperti inilah yang membuat ia tak tega meninggalkan ibunya.
Asih
"Iya, aku berusaha."
Asih pulang, ke rumah sambil menggendong Utami. Ia berjalan sambil mengusap air mata kecewanya. Kenapa untuk pemabuk diberi uang, untukku tidak.
Ia berjalan kerumah, hingga ditemuinya beberapa orang yang terlihat mengetuk-ngetuk rumahnya malam-malam begini. Mereka PNS, terlihat dari bajunya.
Asih
"Mohon maaf, Ada apa pak?"
PNS
"Kami dari Dinas, apa benar ini rumahnya Bapak Paijo?"
Asih
"Iya benar."
PNS
(sambil menjulurkan stopmap berkas kepada Asih) "Ini, kami hanya ingin memberikan ini. Mohon maaf sekali malam-malam baru diantar. Karena tadi ada rapat"
Asih
"Apa ini pak?"
PNS
"Transmigrasi kemarin"
Asih
"Bagaimana memangnya pak?"
PNS
"Bapak Paijo diterima. Mohon segera dilengkapi berkasnya." (katanya sambil bersiap menaiki motornya)
Asih terlihat gembira, ia menemukan jalan keluar dari permasalahannya ini.
Asih
"Baik pak, terimakasih"
PNS itu naik motor dan menghilang dibalik gang. Asih masuk rumah dan segera pergi ke kamar Paijo
Latar : Kamar
Waktu : Malam
Asih meletakkan Utami di kursi di ruang tamu, lalu berjalan ke kamar Paijo.
Asih langsung berlari kedalam kamar, dalam tenang ia meletakkan suratnya lagu menggoyang-goyangkan kaki suaminya.
Paijo
"Ada apa?"
Asih
"Lihatlah" (Ia mengangkat surat tadi)
Paijo
"Surat apa ini?"
Asih
"Surat transmigrasi."
Paijo
"Diterima?" (Dengan raut senang)
Asih
"Iya"
Paijo langsung berdiri lalu tersungkur sujud syukur. Ia tak menyangka akan mendapat jalan keluar hidup seperti ini.
Paijo
"Alhamdulillah. Akhirnya kita pergi juga" (sambil memeluk Asih)
Asih
"Iya"
Asih lalu pergi kedepan kepada Utami yang sedang tertidur di Ruang tamu, lalu Paijo mengikutinya dari belakang.
Paijo
"Bagaimana ibu tadi?"
Asih tak menjawabnya, mungkin ia kecewa. Ia menggendong Utami lalu masuk kedalam kamar.
Paijo
"Bagaimana dengannya?"
Asih
"Sehat"
Paijo
"Mas Joko?"
Asih
(Sambil meletakkan Utami di dipan kamar) "Entahlah, ibu itu, sedikit-sedikit Mas Joko, sedikit-sedikit Mas Joko"
Paijo
"Ada apa memangnya?"
Asih
"Tadi Mas Joko bilang butuh uang, marah-marah, banting-banting piring."
Paijo
"Diberi?"
Asih
"Iyalah. Kasihan katanya."
Asih terlihat jengkel.
"Paling dibuat mabuk sama judi itu. Hashh, tahu deh."
Paijo
"Sudahlah, toh ibu juga terkadang memberi kita uang. Tak perlu iri."
Asih hanya diam dan masih jengkel. Paijo juga terlihat senang sambil melihat stopmap berkas itu.
"Lihatlah, kita akan pergi" (katanya sambil tertawa pada Asih)
Asih tersenyum senang juga karena melihat itu. Sepertinya ini jalan keluar dari berbagai permasalahan.
Asih
"Iya mas, aku senang. Aku bisa menjauh dari masalah-masalah ini"
Paijo hanya diam dan membuka-buka blanko itu.