Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Anjing Malam
Suka
Favorit
Bagikan
4. Rena
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

CUT TO:

EXT. RUMAH RENA - MALAM

 

Sekarang kita berada tepat di depan sebuah PINTU masuk rumah dari dalam rumah. Bunyi ketokan pintu terdengar cukup nyaring dan berulang-ulang.

Setelah ketokan yang berulang, akhirnya sebuah tangan muncul untuk memutar kunci, menggenggam gagang pintu dan membuka pintu itu.

Saat terbuka, kita melihat Rio yang menahan lengannya Achmad yang masih hilang kesadaran, dan disampingnya ada Gian yang berdiri tegak. Gian tersenyum lebar saat melihat orang yang membuka pintu.

Tepat setelah Gian tersenyum, tangan itu MELAYANG ke wajahnya!

Gian terjatuh dengan cepat. Sementara itu Rio, yang kaget, menoleh ke Gian kemudian lagi dengan cepat menoleh ke pembuka pintu.

 

RIO

Rena, Rena, gua bawa orang, dia luka, dia pingsan.

 

Rupanya yang membukakan pintu adalah RENA, meski kita belum melihatnya.

Saat Rio mencoba menenangkannya, Rena lagi menonjok dengan kepalan tangannya ke arah muka Rio, yang membuatnya Rio dan Achmad terjatuh.

Kita akhirnya melihat Rena, yang hanya mengenakan kaos lengan pendek dan celana pendek dengan rambutnya yang berantakan dan matanya yang masih merah karena baru bangun. Ia berdiri di pintu, melihat keduanya dengan rasa jengkel.

Gian akhirnya berusaha bangun, dengan hidungnya yang merah.

GIAN

Rena, Rena, tunggu dulu, gua ke sini cuma minta bantuan lo.

RENA

Lo kesini, berbulan-bulan abis ga ngabarin, sekarang tengah malem, jam... gua gatau jam berapa sekarang, lo bawa temen lo ke sini, minta bantuan gua, gitu?

 

Gian akhirnya bisa berdiri tegak, dan masih memegangi hidungnya yang merah.

 

GIAN

Liat temen gua, dia luka, butuh tempat istirahat, gua langsung kepikiran lo, karena...

RENA

Karena apaan?

GIAN

(Dengan perlahan)

Karena gua masih sayang sama lo?

Wajah Rena tampak lebih bingung, kemudian dengan kesalnya ia menendang tepat ke bagian selangkangan Gian!

Lagi Gian, yang tentunya kaget, terjatuh dan sepertinya ini lebih buruk dari pukulan di wajah.

 

RENA

(Teriak ke Gian)

MAKAN TU SAYANG!

 

Saat Gian masih terbaring kesakitan, kini Rio yang berusaha bangun.

 

RIO

(Mencoba menahan emosi Rena)

Rena, Rena, Rena, ingat gua ga?

RENA

(Wajah kesal dan bingung) Siapa lo?

RIO

Gua, Rio, kita pernah ketemu dulu pas lo masih sama si Gian.

Rena masih tampak bingung dan tidak mengingatnya.

RIO

Ituloh, yang pas gua minta ketemu sama si Gian di deket pelabuhan, terus dia lagi sama lo, makanya lo ngikut ketemu gua.

RENA

(Menghela nafas)

Gua inget kali, cuma ngapain gua mesti bantuin lo?

RIO

Gini, gua ama temen gua butuh tempat istirahat, temen gua luka makanya gabisa gerak banyak. Kita ga ngerasa aman kalo diem di luar, makanya kita butuh numpang di tempat tinggal orang, nah kita nemu kalo rumah lo yang paling deket, sama orang ga ada yang kenal sama lo, jadi menurut kita rumah lo tempat yang paling aman buat sekarang.

 

Rena masih belum merasa yakin, wajahnya hanya dengan angkuh masih melihat Rio.

 

RENA

Akhirnya kerjaan kalian ga getahnya juga. Gua masih heran kenapa ga...

(Ke Gian)

Lo yang ketembak.

RIO

Jadi kita cuma perlu semalem doang, kita hubungin bos kita, abis itu pagi kita bakal pergi dari sini, lo ga bakal liat muka kita lagi selama-lamanya. Oke? Oke?

Gian, yang masih mengerang kesakitan dan kesulitan untuk berdiri, juga mencoba meyakinkan Rena.

GIAN

Nanti kita bayar deh, lo mau apa gua beliin, yah?

 

Rena tidak senang dengan perkataan itu, dan ia kembali menendang perutnya Gian!

Lagi Gian terjatuh. Lagi ia mengerang kesakitan sembari memegangi perutnya.

Namun setelah melihat Rio yang sudah berdiri di depannya dan Achmad yang masih pingsan di lantai, ia akhirnya menghela nafas yang panjang dan berat, dan kemudian membuka lebar pintunya.

 

RENA

Yah, buruan deh masuk, sebelom gua ubah pikiran gua.

 

Rio dengan cepat membangunkan Achmad, menahan topang berat badannya di bahunya, dan berjalan memasuki pintu.

RIO

Makasih banyak ya, gua utang budi ama lo. 

RENA

Udah, buruan masuk.

Rena kemudian melihat Gian yang masih berusaha bangun.

RENA

Lo juga, buruan.

GIAN

(Mengacungkan jempol)

Oke...

INT. RUMAH RENA - MALAM

Kita kemudian berada di dalam ruang tamu yang kecil, di mana terdapat sebuah sofa yang mungkin hanya muat dua orang saja. Tiga jika saling tempel-menempel. Suasana ruangan itu cukup gelap, hanya ada satu lampu kecil yang menyala.

Rio dengan perlahan membaringkan Achmad di atas sofa itu, yang dibantu oleh Gian. Rena hanya menyilangkan tangannya dan berdiri bersandar di tembok.

RIO

Kakinya, pegangin, jangan ampe jatoh.

 

Setelah berhasil membaringkan Achmad, Rio langsung duduk di lantai dan menghela nafas yang panjang dan berat. Gian kemudian mengikutinya dan duduk di lantai, sebelah Rio.

Rena menuju kulkas kecil di ruang tamu dan membukanya, yang menarik perhatian Gian.

GIAN

Gua minta minum dong, na, apa aja.

RIO

Enak aja lo.

Rena mengeluarkan sebuah minuman dingin, menutup kulkas, dan menyalakan radio miliknya.

Sebuah lagu terputar.

Ia kemudian menyilangkan tangannya dan berdiri sembari bersandar di tembok, melihat Rio dan Gian.

RENA

Terus sekarang lo pada mau ngapain?

RIO

Gua sih yang penting bisa duduk santai aja udah happy.

GIAN

Pikirin dulu gimana ngomong sama si Bos, yok. 

RIO

Itu kayaknya, mau gamau, jujur aja, yan. Bilang narkoba ilang, kita diserbu sama pembeli, kitanya selamat cuma si Achmad kakinya ketembak. 

RENA

Oh, jadi dia gitu ketembak kakinya.

RIO

Iya, udah diobatin kok, jadi harusnya ga nambah parah. Makanya kita butuh tempat istirahat, ngasi waktu biar kakinya sembuh dikit.

GIAN

Oh iya, gimana sama hapenya nih.

Gian mengeluarkan sebuah SMARTPHONE yang ia tunjukkan sebelumnya.

 

RIO

Ya itu gabisa diapa-apain kan, diemin aja, tunggu kalo ada yang sms apa telpon.

Gian menaruh smartphone itu di meja dekatnya.

GIAN

Untung baterenya masih banyak.

Rio kemudian mengeluarkan PISTOLNYA, yang masih tersimpan di pinggang.

Ia lanjut membersihkan, membuka magazine pistol, mengeceknya, dan kembali memasukkan ke dalam pistol.

Gian, melihat Rio, melakukan hal yang sama. Kemudian ia melihat pistol kedua yang dimiliki Rio.

Rena melihat Rio cukup lama, seperti sedang memikirkan sesuatu. Ia akhirnya mengucapkan apa yang ada di dalam pikirannya.

 

RENA

Rio, lo emang gapernah punya pacar gitu yok?

 

Rio, yang tengah melihat-lihat pistolnya, terlihat KAGET dengan petanyaan yang mendadak itu.

RIO

Aduh, napa nanya gitu?

RENA

Penasaran? Biasanya cowok kayak lo yang kayaknya ga punya banyak temen kan juga pasti penasaran gimana rasanya punya cewek.

GIAN

Hmm, yok. Pertanyaan sejuta umat itu yok, napa lo gapunya pacar.

Rio, terlihat pasrah, menaruh pistol di depannya.

RIO

Kenapa gua ga punya pacar? Karena gua mikir punya pacar itu beban yang sekarang gua gamau punya. Gua ga butuh cewek yang cuma tuker pesan "I love you" sama emoji hati pagi siang malem. Apakah pacaran itu penting? Mungkin iya, mungkin tidak. Sekarang gua ga mati kok kalo gua ga punya pacar, justru mungkin gua justru lebih hidup tanpa beban yang nyantol di idup gua.

GIAN

Lo ga gay kan?

RIO

(Menggeleng ke arah Gian, tampak kesal)

Bajingan...

RENA

Kayaknya lo pernah punya cewek ya, yok?

RIO

Dan apa yang buat lo pikir gitu?

RENA

Insting. Kan kayak kata orang-orang, insting cewek lebih kuat dari insting cowok.

 

Rio menghela nafas, berpikir apakah sekarang waktu yang tepat untuk membicarakannya.

Setelah dua, tiga detik, ia menentukan pilihannya.

RIO

Oke, karena lo udah baik mau biarin kita di sini, gua ceritain.

GIAN

(Menggosok tangannya)

Waktunya cerita nih.

 

Rena langsung merasa tertarik dengan ceritanya, menarik kursi dari dekat kulkas untuk duduk untuk mendengarkan ceritanya Rio.

 

RIO

Jadi dulu gua suka sama cewek. Biasalah, suka. Belom cinta lo ya, suka aja. Gua orangnya ga percaya sama yang namanya cinta pada pandangan pertama, karena gua percaya orang gamungkin bisa jatuh cinta pada sekali pertemuan saja.

Rena dan Gian terlihat mengangguk mendengarkannya.

RIO

Gua kenal cewek ini dari temen gua, ini pas dulu sebelom gua kerja ginian. Kita kadang nongkrong bareng rame-rame, terus lama-lama ya, jadi suka berdua aja. Makan, nonton, apa cuma sekedar jalan gitu. Ya saat itu gua udah suka sama dia, cuma dia kayaknya belom ngeliat gua sebagai calon pacar. Masih ngeliat gua kayak temen deket. Cuma kita sering nelpon bareng, nongkrong bareng, dan lama-lama perasaan gua ke doi makin gede.

 

GIAN

(Memotong pembicaraan)

Itu sih udah tanda-tanda.

RIO

Nah saat itu banyak cowok yang ganjen ke doi, terus berhubung dia anaknya baik, diladenin aja tu cowok-cowok mesum. Gua gatau dia ngeladenin emang karena dia anaknya polos atau dia emang sengaja.

RENA

(Memotong pembicaraan) Tunggu, ngeladenin gimana maksudnya?

RIO

Ya kalo ada yang ajak nongkrong, dia mau. Kalo ada yang ngechat pake emoji hati-hati segala, ia bales juga. Kayak gitulah.

RENA

Itu kayaknya emang kalo dia ga polos bego, ya dia cewek genit.

RIO

Ya tapi saat itu, namanya gua suka, gua ga mikir yang aneh-aneh sama dia. Nah suatu saat nih, suatu saat, gua ajak dia ketemu buat makan siang. Sambil makan, gua akhirnya beraniin diri gua, bilang bagaimana hubungan kita sebenarnya.

Rio kemudian menggelengkan kepalanya.

RIO

Dia bingung, bilang "emangnya hubungan kita gimana?"

(Jeda bentar)

Trus gua panjang lebar bilang gua suka sama dia, tapi akhirnya dia bilang kalo dia gamau hubungan sama semua temannya jadi aneh, termasuk gua, trus ya dia bilang gamau mikirin itu dulu.

GIAN

(Memegang dada layaknya tertembak)

Awwww, damn.

RIO

Setidaknya abis itu gua tau gimana hubungan kita sebenarnya. Cuma gua bingung mau dia sebenernya apa? Apa dia emang segitu polosnya, ngeliat kita sebagai teman, meski sering gua ajak jalan berdua? Atau dia gasuka ama gua, tapi seneng jalan ama gua? Beberapa minggu kemudian, setelah gua jarang ngobrol sama dia, akhirnya dia pacaran sama salah satu temennya.

 

Rena dan Gian, setelah mendengar itu, langsung mengerang seperti orang kesakitan, dengan Gian memegang kepalanya.

GIAN

Itu bangsat banget.

RIO

Yah, gitulah.

RENA

Makanya sekarang lo ga niat punya pacar?

RIO

Sejauh ini ga, karena gua juga ga pengen. Niatnya ga ada. Mungkin lagi berapa tahun bisa kali ya, cuma ga sekarang.

 

Ketiganya tertunduk lesu beberapa saat. Rena kemudian menaruh minuman di meja sebelahnya dan berdiri.

RENA

Gua mau ke WC, bentar. Lo pada diem di sini.

GIAN

Iye, iye.

Rena kemudian pergi meninggalkan mereka untuk ke toilet. Rio masih tertunduk lesu memainkan pistolnya, dan Gian melihat ke arahnya.

 

GIAN

Lo napa ga pernah cerita masa lalu lo ama gua?

 

RIO

Untuk apa? Lo gapernah nanya, gua gamau inget. Lagian kayaknya emang enak sih bisa cerita sama orang lain, apalagi sama cewek, jadi gua juga ada pendengar yang selain cowok.

GIAN

Rena emang demen tuh dengerin curhatan orang. Itu juga kenapa gua suka ama dia.

RIO

Oh iya, lo gimana bisa suka ama dia? Gua cuma tau putusnya, gatau gimana jadiannya?

GIAN

Itu ceritanya juga panjang banget, kapan-kapan dah gua ceritain.

RIO

Lo masih suka sama dia?

GIAN

Gatau kalo itu. Gua masih ga yakin. Pintu masih terbuka lebar.

RIO

Pintu terbuka lebar apa selangkangan terbuka lebar?

Gian kemudian tertawa, diikuti Rio yang juga tertawa.

CUT TO:

 

EXT. JALAN RUMAH RENA - MALAM

Sekarang kita berada pada jalan beberapa blok dari rumahnya Rena.

Kita mengikuti SEBUAH MOTOR dan PENGENDARANYA yang mengendarai kendarannya cukup perlahan, kepalanya menoleh ke kiri dan kanan seperti sedang mencari alamat.

Pengendara itu mengenakan helm gelap, jaket kulit gelap, celana gelap dan sepatu boot.

Setelah beberapa saat berkendara secara perlahan, ia menghentikan motornya. Ia melihat melihat MOBIL yang dikendarai Rio dan Gian terparkir di depan rumah Rena. Ia menghentikan motornya tidak jauh dari mobil, tetapi tidak dekat juga.

Ia mematikan mesin, turun dari motor, melepas helmnya, dan melepas sepatu bootnya agar tidak menimbulkan suara saat berjalan. Kita belum melihat siapa pengendara misterius ini.

CUT TO:

INT. RUMAH RENA - MALAM

Kembali di ruang tamu, Rio dan Gian masih duduk di bawah dengan Achmad masih terbaring di sofa. Achmad akhirnya terbangun, meski masih tidak bergerak. Matanya terbuka, melihat-lihat sekitar dan mengerang kesakitan sembari berusaha mengambil posisi duduk.

RIO

Hei, bangun juga si bajingan.

Achmad melihatnya dengan lemah, matanya masih setengah terbuka. Dengan suara lemah, ia mengucapkan sesuatu.

ACHMAD

Yok?

RIO

Hoi. Ni si Gian juga di sini.

GIAN

Woi, beban idup. Gua baru kepikiran mau ngebuang lo di laut.

 

Achmad berusaha mengambil posisi duduk, meski masih sangat lemah dan terlihat kesulitan.

ACHMAD

Ini di mana?

RIO

Rumah temennya Gian, ceritanya panjang deh. Pokoknya aman. Lo taroh pala lo di sini, terus tiduran.

Rena kembali ke ruang tamu, melihat ketiganya.

RENA

Bangun juga tuh dia.

RIO

Hei, Rena, ini Rio. Rio itu Rena, temennya Gian.

ACHMAD

(Melihat Rena dengan lemah)

Rena? Rena? Lo cantik, Rena.

GIAN

Oke, saatnya dia kembali tidur.

Gian kemudian merebahkan kepala Achmad, dengan Rena hanya tersenyum melihatnya. Sebuah musik baru mulai dari radionya, yang membuat Rena senang.

RENA

Heh, lagu gua nih. 

GIAN

Kayaknya lo emang sering deh mainin lagu ini, ampe eneg gua.

RENA

Lo kira gua peduli ga?

GIAN

Engga?

RENA

Ya, betul itu. Rumah gua, lagu gua.

CUT TO:

 

EXT. JALAN RUMAH RENA - MALAM

Kita melihat pengendara itu berjalan sembari mempersiapkan sebuah SMG - small machine gun - dan memasang sebuah PEREDAM di SMG tersebut. Ia berjalan menuju mobil milik Gian dan Rio dan berhenti saat sudah di dekatnya.

Ia melihat-lihat isi dalam mobil itu dengan seksama, memerhatikan ada apa di dalamnya.

Selesai itu, ia melihat ke arah rumah dan memerhatikan bahwa rumah tersebut memiliki jalan kecil di sampingnya, yang menuntun ke belakang rumah.

Lagi, kita masih belum melihat wajahnya.

 

CUT TO:

INT. RUMAH RENA - MALAM

 

Sebuah NADA DERING TERDENGAR saat Rio dan Gian masih mengurus Achmad, dan Rena yang kembali duduk dan meminum minumannya.

Rio, Gian dan Rena terdiam senejak. Rio dan Gian saling menatap, kemudian melihat ke arah suara berasal, yaitu smartphone asing yang di bawa oleh Gian.

Rio dengan cepat menyuruh Rena untuk mengecilkan lagu radio dengan tangannya, dan kemudian mendekati smartphone asing itu.

Saat melihat ke smartphone untuk melihat siapa yang telepon. Ia melihat sebuah nama di layar smartphone itu.

"X"

Kemudian nada dering itu mati.

Rio melihat Gian, yang sama-sama kebingungan, dan Rena yang kembali membesarkan suara lagu ke volume semula.

CUT TO:

 

EXT. RUMAH RENA - MALAM

Rupanya orang asing itu yang menelpon, dan sedang berdiri di depan pintu masuk rumah. Setelah selesai menelepon ia menaruh kembali telepon miliknya ke dalam saku.

Ia berjalan ke jalan masuk kecil di sebelah rumah yang ia temui sebelumnya, dengan suara langkah kaki yang tidak kedengaran dan postur tubuh yang tegak sembari membawa SMG.

Suara lagu masih terdengar samar-samar dari dalam rumah.

Ia akhirnya menemui pintu belakang rumah dan melihatnya secara seksama. Ia seperti sedang bersiap-siap melakukan sesuatu.

INT. RUMAH RENA - MALAM

Kini kita berada di dalam rumah, tepat di balik pintu belakang rumah. Kita mengetahui orang asing itu ada di balik pintu tersebut.

KAMERA berjalan, mendekati gagang pintu. Saat sudah sangat dekat, kamera berhenti dan GAGANG TERPUTAR dengan sangat perlahan.

Kita melihat pengendara asing itu membuka pintu dengan penuh perhatian dan sangat perlahan, tidak ingin membuat suara sedikitpun. Selama beberapa saat memang tidak ada suara yang terdengar, dan saat pintu baru saja terbuka sedikit saja...

KRINGGG

Rupanya bagian atas pintu mengenai sebuah LONCENG KECIL, dan terdengarlah suara yang cukup nyaring.

Dengan cepat ia memegang dan menahan lonceng itu, berhenti dan melihat ke dalam rumah, mencoba memastikan bunyi lonceng tidak terdengar.

Tidak terjadi apa-apa.

Saat mengetahui tidak terjadi apa-apa, ia menaruh SMG di meja dekatnya dan lanjut membuka pintu sembari menahan loncengnya hingga ia berhasil masuk, dan menutup kembali pintunya.

Ia mengambil SMG dan secara perlahan menyusuri ruangan itu, yang terlihat seperti sebuah tempat cuci baju.

Ia kemudian secara perlahan berjalan ke ruang sebelah, yang terlihat seperti dapur. Sama, ruangan itu juga kosong.

Saat berjalan di dapur, ia mengambil SEBUAH KAPAK KECIL yang tersimpan di bagian belakang pinggang dengan tangan kirinya sementara tangan kanan masih memegang SMG.

Saat masih di dapur dan melihat keadaan sekitar, tiba-tiba muncul GIAN dari balik tembok dan langsung menambak ke arah orang asing ini dengan liarnya! Tidak ada peluru yang kena.

Orang ini juga balas menembak dengan SMG miliknya.

Dan hasilnya sama, hanya mengenai tembok dan perabotan sekitar.

Keduanya saling bersembunyi dan mengisi peluru. Gian berteriak ke arah Rio.

GIAN

(Berteriak)

RIO! BAWA ACHMAD SAMA RENA KE MOBIL!

 

Rio dengan cepat mengangkat Achmad, dan menopang dengan bahunya.

 

RIO

Rena! Cepet bukain pintunya!

Rena dengan terburu-buru membuka pintunya dan membiarkan Rio dengan cepat membawa Achmad keluar.

Gian, yang sudah selesai mengisi ulang pelurunya, mengambil nafas dengan cepat sembari masih bersandar untuk berlindung di tembok.

Ia kemudian membisikkan ke dirinya sendiri.

GIAN

(Berbisik)

Oke, satu, dua tiga. Satu, dua, tiga. Satu, dua--

 

Saat masih membisikkan dirinya sendiri, orang asing itu lagi memulai menembak Gian dengan rentetan pelurunya yang tiada henti, mengenai tembok di dekat Gian dan membuatnya semakin panik.

 

GIAN

Anjing!

Ia kemudian berdiri dan balas menembak ke arah orang itu, sembari berjalan mundur ke pintu keluar. Saat merasakan peluru di dalam pistol habis, ia langsung berlari ke arah pintu.

Orang asing itu, mengetahui lawannya tidak lagi menembak, keluar dari tempat berlindungnya dan mulai mengejar Gian. Saat sudah melihat Gian yang baru saja melewati pintu keluar, ia mulai menembak dengan sisa peluru di SMG miliknya. Untung bagi Gian, ia berhasil menutup pintu saat orang itu mulai menembak, membuat peluru hanya mengenai tembok dan pintu. 

Kini orang asing itu juga menyadari kalau peluru di dalam SMG sudah habis.

EXT. RUMAH RENA - MALAM

Kita melihat Rio dan Rena yang sibuk memasukkan Achmad ke dalam kursi belakang mobil.

Kemudian KAMERA memperlihatkan Gian yang baru saja menutup pintu rumah dan berlari ke arah mobil.

GIAN

(Sambil berlari)

CEPAT NYALAIN MOBILNYA YOK!

 

Rio meninggalkan Achmad dan Rena yang masih sibuk di kursi belakang untuk menuju kursi supir dan menyalakan mobil dengan buru-buru.

Saat ia mencoba menyalakan mobil dan Gian yang masih berlari menuju kursi penumpang sebelah supir, orang asing itu MENENDANG PINTU RUMAH hingga terbuka lebar dan mulai menembaki mobil itu.

Gian berlindung langsung berlindung di balik mobil.

GIAN

NUNDUK!

Entah untung atau tidak, tidak ada peluru yang mengenai Rio dan kawan-kawannya tetapi mayoritas mengenai mesin depan mobil, yang menimbulkan asap dari kap depan mobil.

Gian kemudian balas menembak ke arah pintu rumah dengan cepat, tidak memedulikan apakah tembakannya kena atau tidak. Orang asing itu tidak lagi menembak, dan saat Gian melihat ke arah pintu, tidak ada tanda-tanda orang itu. Gian kemudian dengan cepat membuka pintu dan duduk di sebelah Rio

INT. MOBIL SUV (BERHENTI) - MALAM

GIAN

CABUT, BURUAN!

 

Rio dengan cepatnya menginjak gas mobil dan mobil melaju dengan cepat, meninggalkan rumah Rena. Gian mengeluarkan badan dari jendela dan masih menghabiskan pelurunya ke arah pintu rumah, tidak memedulikan mengenai sasaran atau tidak.

EXT. RUMAH RENA - MALAM

Kita melihat mobil Rio yang semakin kecil, dan berbelok, menghilang dari hadapan kamera.

Dari balik pintu rumah, muncul orang asing itu yang siap membidik mobil dengan SMG miliknya, namun menyadari kalau mobil sudah pergi. Ia terdiam, memikirkan sesuatu. Musik dari radio milik Rena masih terputar.

Kemudian lampu rumah tetangga mulai menyala satu per satu, dan ia menyadarinya.

EXT. JALAN RUMAH RENA - MALAM

Kemudian ia pergi keluar, meninggalkan rumah Rena. Para warga tetangga, yang tentunya mendengar suara tembakan yang heboh, keluar dari rumah masing-masing untuk melihat apa yang terjadi.

Salah satu tetangga, yang merupakan bapak-bapak, berteriak ke arah orang itu.

BAPAK TETANGGA

WOI! APA-APAAN TUH? SIAPA LO?

 

Orang asing itu terdiam mendengar pertanyaan itu. Ia menoleh ke arah bapak-bapak yang hanya mengenakan singlet, dan mengarahkan SMG miliknya ke rumah bapak-bapak itu.

DOR!DOR!DOR!DOR!

Ia mulai menembak, menghancurkan lampu dan kaca jendela serta tembok-temboknya. Bapak-bapak itu dengan panik masuk kembali ke rumahnya, dan begitu juga dengan tetangga lainnya yang langsung masuk ke dalam rumah masing-masing.

Saat sudah hening, orang asing itu lanjut berjalan menuju motornya. Ia kembali menaruh kapak di pinggang belakang, melepas peredam dari SMG dan menyimpan di kantong jaket bagian dalam, dan begitu juga dengan SMG ia taruh di dalam jaket.

Saat sudah sampai motor, ia mengenakan sepatu boot yang ia lepas, mengenakan helm, menyalakan motor dan pergi ke arah mobil Rio dan Gian pergi.

FADE TO BLACK

TULISAN DI LAYAR: "02:10"

FADE IN:

 

EXT. JALAN RAYA - MALAM

 

Sebuah mobil SUV terlihat diam di pinggir jalan pada malam hari. Mesinnya dan lampu depan masih nyala. Kaca jendela beberapa pecah, terutama di bagian kiri. Mobil juga terlihat mendapati banyak bekas tembakan, serta mesin mobil terlihat mengeluarkan asap sedikit.

INT. MOBIL SUV (BERHENTI) - MALAM

Dari kaca depan, kita melihat keempat karakter kita.

RIO & GIAN

Di kursi depan. Keduanya melamun ke depan, tatapan matanya kosong.

RENA

Di kursi belakang, sama juga bengong.

ACHMAD

Duduk pingsan di sebelah Rena, mata tertutup dan mulut yang terbuka.

Di tengah keheningan, Rio berbicara.

RIO

Gua mau keluar bentar.

Ia kemudian membuka pintunya dan keluar dari mobil, masih meninggalkan mesin nyala.

EXT. JALAN RAYA - MALAM

Ia pergi beberapa meter ke belakang mobil, mengambil rokok dan sebuah korek dari celananya, dan mulai merokok dalam keheningan.

Setelah beberapa kali hisapan, terdengar teriakan dari dalam mobil. Suaranya seperti milik Gian dan Rena yang saling berteriak, tetapi tidak jelas karena jarak serta dari dalam mobil. Rio hanya diam, tidak memedulikan pertengkaran yang sedang terjadi dan masih melanjutkan rokoknya.

Beberapa saat, pertengkaran meredam sementara Rio masih bengong dan lanjut merokok. Kemudian Gian keluar dari mobilnya dan mendekati Rio, memegang pipinya yang merah.

Rio menoleh ke Gian dengan wajah kosong.

RIO

Hoi.

GIAN 

Hoi.

 

Gian kini mengeluarkan rokok dari kantongnya dan ikut merokok bersama Rio.

 

RIO

Jadi gimana sama si Rena?

GIAN

Abis teriak-teriak tadi, dia akhirnya mau nelpon temennya, mau numpang tinggal. Nanti kita turunin dia di rumah temennya.

RIO

Jauh dari sini?

GIAN

Gatau. Cuma deket apa jauh, anterin aja. Apalagi dia sekarang gabisa balik ke rumah gara-gara kita.

RIO

Gua masih ga nyangka mereka bakalan ngirim pembunuh ke kita.

GIAN

Iya itu yang gua bingungin.

RIO

Kenapa emangnya?

GIAN

Mereka kan udah ngambil narkoba dari kita, kenapa mereka pengen banget ngejar kita? Kan kita bukan targetnya, tapi narkobanya itu.

RIO

Hmmm, bener juga.

GIAN

Makanya gua bingung, ngapain mereka ngejer-ngejer kita.

RIO

Gua juga gatau. Kita aja gatau mereka siapa. Sekarang kita gatau mau sembunyi di mana.

GIAN

Kayaknya sekarang kita mesti nelpon bos deh kayaknya. Kasih tau apaan aja yang terjadi.

RIO

Dia masih bangun ga sekarang.

GIAN

Tau deh. Nelpon aja dulu.

RIO

Yaudah gih, telpon aja.

GIAN

Gamau lo aja yang nelpon?

RIO

Engga, karena gua mesti nenangin si Rena dulu sekarang, oke? Bye.

 

Rio membuang rokok dan melambaikan tangan ke Gian untuk pergi ke Rena, yang tentunya mengesalkan Gian.

GIAN

Ngentot lo.

Gian mengeluarkan smartphone miliknya untuk menghubungi bos, dan KAMERA mengikuti Rio, meninggalkan Gian.

Rio berjalan menuju mobil dan mengetuk kaca di sebelah Rena, yang terlihat sedang menggerutu dan bersandar di kaca.

RIO

(Nada merayu)

Rena. Rena. Buka dong kacanya.

Rena masih diam, seperti tidak mengindahkan permintaannya.

RIO

(Mulai serius)

Rena.

Rena masih tidak bergerak sedikitpun, dan setelah beberapa saat, Rio kembali berbicara.

RIO

Oke, Rena. Lo gaperlu buka kaca, tapi dengerin aja kata gua.

Rio menarik nafas yang cukup dalam, dan menghebuskannya.

RIO

Rena, pertama gua minta maaf udah ngerusak malam lo, sama rumah lo juga, itu salah kita. Gua juga yakin Gian sekarang pasti nyesel banget buat sembunyi di rumah lo. Kita juga salah ga antisipasi hal-hal kayak tadi, ada orang gila yang nyerang kita.

Rio terdiam sejenak, memikirkan kata-kata selanjutnya.

RIO

Abis itu, kita juga mau bilang terima kasih banget lo udah, hmm, numpangin rumah lo, sorry banget rumahnya pasti ga bisa ditinggalin sekarang, cuma sekarang gua yakin kita pasti bisa ganti rugi sama lo, tempat tinggal baru mungkin? Gua masih gatau, soalnya gua takut janjiin lo yang ga mungkin, cuma gua yakin kita pasti bakal bayar kerugian lo.

 

Rio kemudian kembali terdiam, tidak mengetahui apa yang ingin dibicarakan lagi.

Beberapa saat kemudian, Rena menunrunkan kacanya, yang mengejutkan Rio secara halus namun masih tetap bisa menahan wajahnya yang datar.

Rena dengan perlahan menoleh ke Rio. Matanya merah, seperti baru saja menangis dan suaranya serak.

RENA

Bisa anterin ke rumah temen gua ga?

RIO

Bisa, bisa. Jauh ga?

RENA

Ga terlalu, jam segini jalanan pasti sepi.

RIO

Oke, gua kasih tau ke Gian, abistu kita langsung cabut.

 

Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, Rena menaikkan kaca jendela. Rio hanya bisa melihatnya, menempelkan tangan ke kaca dan kemudian berjalan menghampiri Gian dengan langkah yang sangat lambat sembari terlihat memikirkan sesuatu.

RIO V/O

Maaf. Terima kasih. Dua kata itu sebenernya ga ngaruh apa-apa di situasi kayak gini. Emangnya minta maaf bisa balikin keamanan yang dimiliki Rena sebelumnya? Emangnya terima kasih bisa ngebetulin rumahnya? Gua juga tau maaf dan terima kasih cuma kata-kata doang, gua juga tau maaf sama terima kasih gabisa ngebenerin apa-apa. Tapi cuma itu yang bisa gua ucapin ke Rena. Gua gabisa ngepikirin apa-apa kecuali minta maaf sama terima kasih. Jujur, gua kalo jadi Rena gua pasti ga terima tiga kata sampah itu. Maaf. Terima kasih. Gua juga gatau dia terima permintaan maaf sama terima kasih gua apa engga. Abis liat dia kayak gitu, gua makin ga enak sama dia. Gua juga jadi lebih mikirin pekerjaan gua yang bangsat ini. Apa emang pekerjaan ini ga sebanding sama resikonya, sama semua orang yang harus jadi korban meski ga ada urusan? Apa emang--

 

Saat Rio masih tenggelam dalam pikirannya, suara Gian memecahkan lamunan Rio, yang membuatnya tersadar dari lamunan dan kembali ke dunia realita.

GIAN

Woi, Rio, bengong aja lo.

RIO

Ha, apaan?

GIAN

Lo udah tau kita mesti ngapain?

RIO

Belom, paling anterin si Rena dulu.

GIAN

Gua juga bingung nih, gua nelpon si Marko juga kaga diangkat-angkat.

RIO

Kayaknya kita jangan minta tolong si Marko lagi, gaenak kita minta ini itu sama dia mulu, apalagi jam segini.

GIAN

Tenang aja, emang biasa kayak gini mah. Dia juga suka minta tolong gua mendadak, makanya gua bisa ngandelin dia kalo emang ada yang darurat. Cuma tumben aja ga diangkat, biasanya dia mah 24 jam selalu bisa dihubungin.

RIO

Ngurusin sesuatu kali. Lo kan bukan urusannya dia doang.

GIAN

Iya sih. Jadi gimana sama si Rena?

RIO

Ya gitu deh, setidaknya dia engga teriak ama gua.

GIAN

(Tertawa mengejek)

Hehehe, seneng lu ya ngeliat gua sengsara gini.

RIO

Iya, yan. Ni kita udah berapa jam di jalanan, gua harus nyari hiburan di mana aja.

GIAN

Lo emang anjing.

Rio hanya tertawa, dan Gian menghisap rokoknya yang sudah mengecil, dan membuangnya.

GIAN

Ayo dah, cabut.

Gian mengajak Rio untuk balik ke mobil dan keduanya pergi menuju mobil, masuk ke dalam dengan Rio yang kembali menyupir. Mobil itu akhirnya pergi meski kap depan masih menimbulkan asap, berangkat menuju tujuan selanjutnya.

FADE OUT

FADE IN:

EXT. JALAN RUMAH NIA - MALAM

Sebuah mobil SUV yang terlihat sudah menjadi korban baku tembak dengan asap mengepul dari bagian mesin depan mobil berjalan dengan kecepatan yang lambat di suatu perumahan. Mobil ini kemudian berhenti di depan rumah seseorang. Ini adalah rumahnya NIA, teman Rena.

Rena dengan perlahan membuka pintu dan keluar dari mobil. Ia kemudian menghubungi Nia untuk mengatakan kalau ia sudah di depan rumah.

 

RENA

(Suara yang pelan)

Nia, aku udah di depan rumahmu.

(Jeda)

Oke.

Ia kemudian menutup, menyimpan smartphone dan pergi menuju pintu depan rumahnya Nia.

Rio, lewat kaca jendela disampingnya yang bolong karena pecah tertembak, hanya bisa melihat. Begitu juga dengan Gian.

Ekspresi wajah Rio seperti ingin mengungkapkan sesuatu, tetapi bingung bagaimana dan memutuskan untuk tidak berbicara apa-apa.

Rena, sudah berada di depan pintu rumah, mengetuk pintu tersebut. Tidak butuh waktu lama bagi Nia untuk membuka, dan Rena dengan cepat memeluknya, memendamkan wajahnya di bahu Nia. Nia hanya menepuk-nepuk kepalanya, dan menatap Rio dengan mata penuh curiga.

Rio dan Nia kini saling tatap-menatap.

Nia yang lebih dulu menghentikan tatapannya dengan mengajak Rena masuk, dan menutup pintu. Rio kemudian bersandar di kursinya dan mengeluarkan nafas yang sangat panjang dan berat.

 

RIO

Fuuuuckkkkk.

Ia kemudian memasang sebuah lagu di radio mobil. Gian menoleh ke belakang untuk melihat Achmad.

GIAN

Abis tadi tembak-tembakan, dia masih belom sadar juga? Buset deh.

RIO

Kalo dia bangun, giliran dia yang nyupir, gua kayaknya butuh istirahat.

GIAN

Kita semua butuh istirahat, yok. Liat jam berapa sekarang ni, setengah tigaan.

RIO

Sekarang apa?

GIAN

Sekarang kayaknya kita mesti ke rumahnya bos, cari tau mesti ngapain. Gaenak kalo nelpon masalah berantakan kayak gini, makanya mending samperin aja.

RIO

Jam segini? Yakin lo?

GIAN

Engga. Cuma ga ada pilihan lain. Lo mau kita muter-muter Jakarta, gatau mau ngapain? Yang ada kita bakalan lebih gede kemungkinannya ketemu orang-orang bangsat yang pengen kita mati. Nah itu juga kita perlu omongin ke bos, siapa tau dia tau siapa orang-orang itu.

RIO

Jam segini?

GIAN

Coba aja. Ga ada salahnya kan.

RIO

Oke deh.

GIAN

Bensin masih ada kaga?

RIO

Masih.

GIAN

Yaudah, cabut dah.

Rio kembali menjalankan mobilnya, meninggalkan rumah Nia sembari mobil masih menghasilkan asap dari depan, namun belum terlalu tebal.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar