Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Without Me
Suka
Favorit
Bagikan
2. Chapter #2 Penyakit Sasi

6. EXT. RUMAH SAKIT - KORIDOR — DAY

Sebuah brankar rumah sakit didorong oleh dua orang suster yang nampak tegang. Tami ikut berjalan cepat di sebelahnya sambil sesekali memandang ke ibu tua yang terbaring di atas brankar yang melaju menuju UGD itu. Ponselnya berkali-kali berdering. Ibunya kembali memanggil.

Tami
Assalammualaikum bu, maaf aku terlambat pulang. Sekarang aku masih di rumah sakit. Bukan. Bukan aku yang sakit. Tapi aku menabrak ibu tua dan sedang membawanya untuk diperiksa.

Tami berhenti di depan pintu IGD, menunggu ibu tua yang dibawa masuk ke dalam sana. Wajahnya masih panik dengan berjalan mondar-mandir dengan gelisah.

PARALEL CUT TO

7. INT. RUMAH BU SAUDAH - RUANG TAMU — DAY

Kekagetan nampak di wajah bu Saudah. Ibu tua itu bahkan sampai berdiri sambil memegangi ponsel dengan tangannya yang langsung gemetaran. Berita yang didengarnya dari sang putra membuat napasnya mendadak tersendat.

Bu Saudah
Ya Allah ya Rasulullah! Kenapa kamu bisa menabrak orang, nak? Apa ibu yang kamu tabrak baik-baik saja?
Tami (OS)
Mudah-mudahan baik-baik saja bu. Sekarang masih di ruang IGD. Tadi pingsan, tapi aku lihat tidak ada luka serius di tubuhnya.
Bu Saudah
Jangan bilang seperti itu. Kamu tetap harus bertanggung jawab nak. Kamu harus pastikan ibu itu baik-baik saja dan tidak terluka sedikit pun.

UHUK UHUK UHUK

Terdengar suara batuk di samping bu Saudah. Rupanya ada Sasi yang berusaha bangun dari tidur di atas sofa. Bu Saudah keget dan langsung mendekati anak perempuannya. Sebelah tangannya menutupi ponsel yang masih ada di tangannya.

Bu Saudah
Sasi. Kenapa kamu bangun, sayang. Berbaringlah lagi.
Sasi
Aku bosan tidur terus bu. Aku mau ke kamar mandi.
Tami (OS)
Ibu! Apa itu mbak Sasi? Apa dia baik-baik saja?

Bu Saudah kewalahan menjawab telpon dari Tami. Sementara Sasi kesulitan berjalan sendirian.

BRAK

Sasi terjatuh saat kakinya berdiri, bu Saudah panik dan meletakkan ponselnya begitu saja di sofa.

Bu Saudah
Ya Allah, Sasi. Jangan jalan sendiri. Kamu belum kuat. SIni ibu bantu.

Bu Saudah pun merangkul bahu anaknya dan membimbingnya melangkah menuju kamar mandi. Keduanya berjalan tertatih-tatih dengan langkah yang berat.

CUT TO

8. INT. RUMAH SAKIT - RUANG TUNGGU — DAY

Tami makin panik mendengar telponnya tiba-tiba mati dan tak terhubung ke ibunya. Terakhir Tami mendengar kegaduhan seperti suara kakaknya yang jatuh.

Tami
Bagaimana ini? Aku harus segera pulang untuk melihat kondisi mbak Sasi. Tapi aku gak bisa ninggalin ibu yang aku tabrak.

Di tengah kepanikan Tami, dokter keluar dari ruang IGD. Tami lega dan langsung menghampirinya.

Tami
Dokter! Bagaimana keadaan ibu tadi. Apa dia baik-baik saja?
Dokter
Ibu tadi baik-baik saja. Tenang saja, dia hanya shock dan bisa langsung pulang.

Tami lega bukan main. Terlebih sosok ibu tua yang ditabraknya mendadak keluar dengan wajah yang masih pucat. Tami langsung menuntunnya untuk duduk.

Tami
Syukurlah ibu baik-baik saja. Apa ibu masih pusing? Saya bisa antar ibu pulang.
Ibu Tua
Ibu gak apa-apa, nak. Ibu hanya lemas. Mungkin karena seharian ibu belum makan.

Tami tersenyum mendengarnya. Namun, belum apa-apa tiba-tiba muncul seorang gadis muda yang langsung memeluk ibu tua itu. Gadis itu nampak panik dan hampir menangis.

Gadis Muda
Ibu! Syukurlah ibu baik-baik saja. Aku dengar ibu ditabrak orang. Siapa yang sudah berani nabrak ibu? Bilang bu! Aku bikin perhitungan sama dia.

Tami salah tingkah, lalu memberanikan diri untuk mencolek bahu gadis di depannya itu.

Tami
Maaf, mbak. Saya yang sudah menabrak ibu mbak. Maaf, saya tidak sengaja. Saya akan bertanggung jawab kok.

Gadis itu melirik ke Tami dan langsung melotot marah.

Gadis Muda
Oh jadi lu yang udah nabrak ibu gue. Gak punya mata apa, sampai tega nabrak orang tua.
Tami
Sabar mbak. Saya sudah minta maaf dan sudah membawa ibu mbak ke rumah sakit. Saya juga akan memberikan uang ganti rugi sebagai bentuk rasa tanggung jawab saya.

Tami mengeluarkan dompetnya dan memberikan segepok uang ratusan ribu rupiah kepada gadis itu. Tak disangka jika gadis itu justru makin marah.

Gadis Muda
Dasar orang kaya sombong. Lu pikir dengan kasih duit masalah kelar? Kalau ada apa-apa sama ibu gue gimana?

Tami frustasi menghadapi kemarahan gadis di depannya. Tak ada waktu untuk bertengkar. Tami memikirkan kakaknya yang sakit di rumah.

Tami
Maaf ya mbak. Saya tidak ingin bertengkar. Tolong terima uang ini. Saya harus segera pulang ke rumah karena kakak saya sakit dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Ini uangnya.

Tami memberikan paksa uangnya dan langsung berbalik pergi. Gadis itu berteriak di belakangnya, tapi Tami tak peduli lagi. Tami sudah memenuhi kewajibannya dan sekarang Tami harus memenuhi kewajibannya yang lain.

Tami segera keluar dari rumah sakit dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

CUT TO

9. INT. RUMAH BU SAUDAH - RUANG TAMU — DAY

Bu Saudah membopong Sasi keluar dari kamar mandi. Namun, tubuhnya yang sudah tua tak mampu memapah anak perempuannya yang berbadan kurus. Sasi kembali ambruk sebelum sampai sofa. Bu Saudah histeris.

Bu Saudah
Sasi! Ya Allah, nak. Kenapa kamu sering jatuh sekarang. Apa kamu sudah gak kuat berdiri?
Sasi
Gak tahu bu. Badanku rasanya capek semua. Aku gak kuat berdiri lama. Aku mau berbaring lagi.
Bu Saudah
Berbaring di kamar ya. Jangan di sofa terus. Gak baik buat tubuh kamu yang sedang sakit.
Sasi
Gak mau. Enakan di sini. Kena angin.
Bu Saudah
Justru itu, kalau kena angin kamu bisa masuk angin. Ke kamar ya. Istirahat di kamat biar lekas sembuh.

Sasi menggeleng kuat dan langsung berbaring di sofa ruang tamu. Bersamaan dengan itu terdengar suara mobil berhenti di teras rumah. Tak lama kemudian, muncullah Tami dengan wajah pucat dan panik. Bu Saudah langsung menyambutnya dengan wajah tak kalah paniknya.

Bu Saudah
Syukurlah kamu cepat datang, Tami. Bujuk kakakmu untuk istirahat di kamar. Sudah seminggu ini kakak kamu tidur di sofa ruang tamu terus. Ibu takut kesehatannya memburuk kalau kena angin dari luar.

Tami memandangi kakaknya yang sudah berbaring di sofa ruang tamu. Selimut tipis membungkus tubuhnya yang tinggal tulang berbalut kulit. Tami mendekatinya sambil tersenyum.

Tami
Mbak, ke rumah sakit yuk. Istirahatnya di rumah sakit saja biar sekalian diperiksa sama dokter.
Sasi
Jangan buang-buang duit hanya untuk mengobati mbak. Lebih baik buat kebutuhan keluarga kamu. Mbak di rumah saja. Gak mau kemana-mana.
Bu Saudah
Sasi, kamu itu sedang sakit dan butuh perawatan rumah sakit. Kalau di rumah saja, kamu tidak bisa sembuh. Ke rumah sakit ya?

Bu Saudah membujuk anak perempuannya dengan lembut. Tapi Sasi tetap menggelengkan kepalanya. Suaranya terdengar makin lirih dan sedih.

Sasi
Aku pengen di rumah saja sama ibu sama Tami. Kita kumpul di sini ya. Jadi kalau aku pergi, aku masih bisa lihat ibu dan Tami.
Tami
Mbak Sasi ngomong apa sih? Mbak mau pergi kemana? Pokoknya mbak Sasi harus ke rumah sakit biar cepat sembuh. Jadi kita bisa main sama-sama lagi.

Sasi hanya tersenyum sambil memandang adiknya. Tatapannya redup. Bu Saudah tak tahan lagi dan langsung berlari ke kamarnya sambil menangis. Tami menyusulnya.

CUT TO

10. RUMAH BU SAUDAH - KAMAR BU SAUDAH — DAY

Tami melihat ibunya menangis sambil membelakanginya. Tami tak tega melihatnya dan langsung memeluk sang ibu dari belakang.

Tami
Jangan sedih bu. Mbak Tami pasti sembuh. Jangan dengarkan kata-katanya yang ngelantur.
Bu Saudah
Bapak kamu dulu juga ngelantur begitu sebelum pergi untuk selamanya. Ibu takut, Tami. Penyakit paru-paru basah kakak kamu sudah semakin parah. Sasi sudah semakin susah bernapas dan badannya makin habis. Ibu gak tega lihatnya. Huhuhuhu

Tami ikut menangis melihat kesedihan yang tergambar di wajah ibunya. Pikirannya sedang kacau. Di satu sisi Tami memikirkan nasib kakaknya, di sisi lain ada Maya yang harus segera dia cari keberadaannya.

Bu Saudah sepertinya tahu apa yang dipikirkan anaknya, sehingga dengan polosnya bu Saudah bertanya.

Bu Saudah
Kamu kenapa, Tami? Apa kamu punya masalah, nak? Kenapa kamu datang ke sini sendirian. Mana Maya?

Tami salah tingkah. Firasat seorang ibu memang tak pernah salah. Dari dulu ibunya selalu tahu jika pikirannya sedang kacau. Tami berusaha mengalihkan perhatian ibunya.

Tami
Maya ada di rumah bu. Aku gak apa-apa. Maya gak tahu kalau aku ke sini. Nanti aku kabari dia.

Tami tahu jika ibunya sedang memandanginya penuh selidik. Untuk menghindari kecurigaan sang ibu, Tami pun bergegas keluar kamar dan menemui kakaknya yang tertidur pulas di atas sofa.

CUT TO

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar