Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
41. INT. KANTOR BANK - RUANG MARKETING – SIANGHARI
Suasana ruang marketing cukup sepi di siang hari seperti ini. Ale duduk di kursinya sendiri, sibuk mengerjakan paket kredit. Saking sibuknya, dia sampai tidak memperhatikan ponselnya yang menyala karena ada telepon masuk. Ada nama Abimana di layar ponsel.
Selang beberapa menit, seorang petugas sekuriti mendekati Ale.
SEKURITI
Mbak Ale, ada yang nyari?
ALE
(menoleh, menatap ke sekuriti) siapa?
SEKURITI
Tidak tahu, Mbak. Tadi saya minta nunggu di ruang tamu nasabah di bawah.
ALE
(tersenyum) OK. Makasih ya, Pak. Habis ini saya kesana.
Sekuriti itu pun berjalan pergi. Sementara Ale kembali pada layar notebooknya, menekan beberapa tombol di keyboard, lalu bangkit dari kursi sambil membawa ponselnya. Dia melihat ada telepon tidak terjawab dari Abimana. Sesuatu sedang mencuat di dalam pikirannya.
42. INT. KANTOR BANK – RUANG TAMU NASABAH – SIANG HARI
Beberapa majalah tertata rapi di rak. Sebuah layar televisi yang menayangkan produk bank menggantung di dinding. Beberapa cookies juga terhidang di meja, bersama dengan minuman dalam cup. Aroma parfum menguar di ruangan berukuran 4x4 meter.
Abimana duduk di salah satu sofa, menatap layar ponselnya, sesekali mengetikkan sesuatu.
ALE
Bi… (berdiri di daun pintu. Wajahnya terkejut saat menatap Abimana)
ABIMANA
(membalas tatapan Ale, tersenyum, lalu bangkit dari sofa) Aku tidak mengganggumu, kan?
ALE
(memaksakan senyum, lalu berjalan mendekati Abimana.) Tidak. Ada apa kamu kesini? (mengambil duduk di seberang Abimana)
ABIMANA
Aku ingin mengajakmu makan siang tadi. Kebetulan, aku sedang bertemu rekan bisnis di dekat sini. Tapi, kamu tidak mengangkat teleponmu.
ALE
Sorry, tadi ngerjain berkas kredit sampai tidak sadar ada telepon.
ABIMANA
Itu berarti kamu sibuk sekarang?
ALE
Bagaimana, ya? Kebetulan berkas kreditnya harus diselesaikan hari ini.
ABIMANA
OK, kalau begitu. Aku datang di waktu yang tidak tepat. (beranjak dari sofa)
ALE
(ikut beranjak dari sofa) Maaf, ya.
ABIMANA
Tapi, kamu bisa ikut aku ke mobil sebentar enggak?
ALE
Kenapa?
ABIMANA
Ada sesuatu yang mau aku kasih ke kamu.
ALE
Apa?
ABIMANA
Ke mobil dulu saja, yuk!
Ale pun akhirnya berjalan mengikuti Abimana menuju ke halaman parkir. Mereka berjalan bersisihan, sambil sesekali berbincang hingga sampai di mobil.
43. EXT. HALAMAN PARKIR KANTOR ALE – SIANG HARI
Abimana membuka pintu mobil dan mengeluarkan dua box bento yang dibungkus plastik transparan, lalu menyerahkan pada Ale
ABIMANA
Sebenarnya, aku sudah membelinya tadi. Niatnya bisa makan berdua sama kamu, di sekitaran sini, karena kepikiran juga sih kalau kamu bakalan sibuk.
ALE
(menatap bungkusan plastik, lalu pindah ke Abimana)Kok enggak bilang?
ABIMANA
(tersenyum lebar) Aku belum bilang, ya? Tapi enggak apa-apa, lain waktu saja kita makan siang bareng. (PAUSE) Oh ya, ada satu lagi.
Abimana berjalan menuju ke bagasi mobil, lalu membukanya. Dia mengeluarkan dua paperbag.
ABIMANA
Oleh-oleh dari Mama buat kamu. (mengulurkannya pada Ale)
ALE
Apa ini?
ABIMANA
Buka saja, Le. Itu dari Mama juga pas minggu kemarin aku ke Malaysia. Maaf baru bisa nganter sekarang.
ALE
Kenapa jadi repot-repot begini, sih?
ABIMANA
Mama sebenarnya pengen ketemu kamu, tapi Papa masih harus berada di Malaysia sampai tahun depan.
ALE
(tersenyum malu) Sampaikan makasih banget ya ke Mama mu.
ABIMANA
Iya, nanti aku sampaikan. (PAUSE) Aku balik dulu, ya. Itu lunch nya di makan ya.
ALE
Kenapa enggak satu-satu sama kamu? Masa aku harus habisin semua, dua box?
ABIMANA
(tersenyum lebar) Kamu bisa makan sama pacarmu, kan?
Ale langsung terdiam. Dalam hati, dia sedang bertanya-tanya bagaimana Abimana tahu kalau dirinya sudah memiliki kekasih yang satu kantor dengannya. Dia yakin belum pernah membahasnya sebelumnya.
Abimana lalu berjalan menuju ke pintu kemudi mobil. Sementara Ale melangkah menepi, pandangannya tertuju pada mobil Abimana yang bergerak meninggalkannya. Sesaat dia terpaku, sebelum akhirnya kembali ke ruangannya di lantai dua.
44. EXT HALAMAN PARKIR KANTOR – SIANG HARI
Terik matahari cukup menyengat kulit di siang hari seperti ini. Namun, Andra tidak bergeming dari halaman parkir. Pandangannya tertuju pada dua orang yang sedang berbincang di seberang sana. Dia merekam semua hal yang mereka lakukan, hingga dia tidak menyadari kalau hatinya sedang terluka sangat dalam.
Andra bahkan masih terpaku di tempatnya berdiri, meski Alessandra sudah berjalan masuk kembali ke dalam kantor.
45. INT. KANTOR BANK - RUANG MARKETING – SIANGHARI
Ale meletakkan bungkusan pemberian Abimana di meja kerjanya, lalu melanjutkan pekerjannya lagi. Pandangannya fokus pada layar notebook, sambil sesekali membaca ulang berkas kreditnya.
Perhatiannya teralihkan saat melihat Andra datang dan langsung duduk di kursinya sendiri. Andra sama sekali tidak menyapa Ale.
ALE
Sudah selesai?
ANDRA
(menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada layar notebook-nya yang baru menyala) Sudah. Cuma ada beberapa yang tidak ada di tempat.
ALE
Kamu sudah makan?
ANDRA
Sudah.
ALE
Aku ada bento. Kamu mau?
ANDRA
Sudah kenyang, Le.
Ale mengangguk-angguk. Matanya masih menatap Andra, mencoba mencari makna dari ekspresi dan sikap Andra. Apakah dia tadi melihatnya?
Ale kembali ke layar notebook-nya. Memilih untuk tidak memperpanjangnya. Dia pun akhirnya juga menahan laparnya.
46. INT. KANTOR BANK TEMPAT ALE BEKERJA- RUANG MARKETING – MALAM HARI
Beberapa lampu sudah padam. Banyak pekerja yang juga sudah pulang. Jam di dinding pun sudah menunjukkan pukul 8 malam.
Hanya Ale dan Andra yang bertahan di meja kerjanya.
ANDRA
Kamu tidak pulang?
ALE
(menoleh) Kurang dikit. Kalau kamu mau pulang, duluan saja, Ndra.
ANDRA
(menggeser kursinya sampai di samping Ale, melihat ke layar notebook Ale) Mau aku bantuin?
ALE
Bisa kok. Kurang dikit lagi.
ANDRA
OK. (meraih bungkusan plastik berisi kotak bento yang sudah dingin, membuka satu kotak, lalu mulai menyendok) Kamu pasti belum makan, ya, sejak siang. (Mengulurkan suapan pada Ale)
ALE
(membuka mulutnya, memakan suapan dari Andra) Enggak laper juga.
ANDRA
Kenapa tadi dia datang?
ALE
(menoleh sesaat pada Andra) Mengantarkan makan siang dan oleh-oleh dari Mamanya.
ANDRA
(menyendok lagi, dan menyuapkan pada Ale) Dia sepertinya benar-benar serius denganmu. Pantang menyerah.
ALE
(tersenyum singkat) Kamu cemburu?
ANDRA
Siapa laki-laki yang tidak akan cemburu jika berada di posisiku? Dia jelas lebih unggul segalanya. (PAUSE) Dia punya kedudukan, kekayaan, dukungan dari orang tua…
ALE
(memotong) Tapi, dia tidak punya hatiku.
ANDRA
Tapi, kalian satu keyakinan.
Ale diam. Dia tahu ada yang berusaha Andra sembunyikan dari wajahnya yang biasa saja, atau sikapnya yang sama perhatiannya. Karena begitulah Andra. Dia selalu berpikir, tidak semua hal yang baik disimpan di hati, harus dikatakan atau ditunjukkan.
Lalu, hening. Andra masih sesekali menyuapi Ale, namun tidak mengatakan apapun. Hingga keheningan itu terinterupsi dengan suara dering dari ponsel Ale. Ale meraihnya dari meja dan menggeser layar setelah membaca nama ‘Pak Arif’ di layar.
ALE
Halo, Pak. Ada apa, ya?
PAK ARIF (O.S)
Mbak, besok bisa datang ke rumah? Ada yang mau lihat-lihat rumah.
ALE
(terdiam sejenak) Bisa, pak. Jam berapa?
PAK ARIF (O.S)
Jam 10 mungkin.
ALE
Iya, Pak. Besok saya kesana.
PAK ARIF (O.S)
Baik, Mbak. Saya sudah bersihkan rumah hari ini.
ALE
Makasih ya, Pak.
Telepon kemudian ditutup. Ale mengembalikan ponselnya ke meja.
ANDRA
Siapa, Le?
ALE
Pak Arif. Yang jaga rumah di Kaliurang bilang ada yang mau beli.
ANDRA
Kamu ada rumah di sana?
Ale mengangguk. Dia sadar kalau dia tidak pernah menceritakan pada Andra tentang rumah itu.
ANDRA
Mau aku temani besok?
ALE
(menggeleng) Aku bisa sendiri. Kamu kan juga mau ke Solo besok.
Andra menatap Ale. Ada yang membebaninya sejak menerima telepon tadi.
ANDRA
Kamu baik-baik saja, Le?
ALE
(berusaha tersenyum) Baik-baik saja, Ndra. (PAUSE) Udah yuk, kita pulang.
Ale mulai mematikan notebook-nya dan membereskan barang-barangnya. Andra pun mengalah dan mengikuti Ale, meskipun dia yakin ada yang tidak baik-baik saja di sana.