Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
27. INT. RUMAH MINIMALIS ALE – HARI RAYA IDUL FITRI – PAGI HARI
Terdengar suara riuh dari ruang tamu. Suara gelas yang beradu dengan meja kaca, atau piring yang beradu dengan sendok. Juga, terkadang terdengar suara gelak tawa.
Ale berdiri terpaku di dekat dapur, sambil menatap ke halaman belakang melalui jendela kaca kecil di dekat kabinet. Tangannya menyentuh lapisan marmer di kitchen island. Pikirannya sedang menerawang pada banyak hal.
Tante Elena (50th) berjalan menuju dapur. Dia adalah adik Papanya Ale yang paling kecil.
TANTE ELENA
Sedang apa kamu, Le? Kok tidak gabung dengan yang lain?
ALE
(menoleh pada Tante Elena, tersenyum singkat) Mau buat minuman, te. (Mengambil gelas, botol sirup dan air mineral)
TANTE ELENA
Orang tante lihat kamu melamun kok? Mikir apa, Le? Cerita-cerita ke tante, siapa tahu tante bisa bantu.
ALE
(tersenyum tipis saat menatap Tante Elena) Enggak apa-apa kok, te.
TANTE ELENA
Ya sudah kalau begitu. (PAUSE) Oh, ya, tahun ini sudah ada yang diajak ke reuni keluarga belum?
Ale tidak langsung menjawab. Dia sudah menduga pertanyaan semacam ini, akan tercetus dari salah satu orang dari keluarga besar Papanya.
TANTE ELENA
Kenalin dong kalau sudah ada. Kalau bisa juga dipercepat ke pernikahan. Enggak bagus, lama-lama pacaran. Usianya juga terus bertambah.
ALE
(menghela napas panjang) Nanti dulu lah, te. Masih banyak yang dipikirkan.
TANTE ELENA
Tapi sudah ada?
ALE
(menggeleng) belum.
TANTE ELENA
Mau tante kenalin sama anak teman tante?
ALE
(menggeleng) Nanti Ale cari sendiri.
Tante Elena mengangkat bahu, lalu mengambil wadah besar berisi opor ayam. Dia berjalan meninggalkan Ale sendirian di dapur lagi.
Ale menyandarkan tubuhnya pada kabinet. Sirup yang sudah dituang di gelas, dibiarkan begitu saja tanpa diisi air mineral. Ale terpaku menatap keriuhan di ruang tamu dari tempat dia berdiri. Setiap momen lebaran selalu seperti ini. Dia merasa sendiri di antara keramaian.
Tiba-tiba Sepupu Ale, Mellia (20th), muncul di dapur dengan membawa gelas kosong.
MELLIA
Mbak Ale, dipanggil Om Osman di depan. (meletakkan gelas kosong yang dibawanya di tempat cuci piring)
ALE
Iya, setelah ini ke depan. (tersenyum tipis)
Mellia berjalan kembali ke ruang tamu, berbaur dengan keluarga lainnya.
Ale menyisihkan gelas berisi sirup yang tadi diambilnya di sudut meja kabinet, lalu berjalan menuju ke ruang tamu. Dia tidak tahu alasan Papanya tiba-tiba memanggilnya. Langkah kakinya cepat menyusuri beberapa orang yang sedang bercengkerama di ruang tamu, hingga sampai di daun pintu depan.
28. EXT. RUMAH ALE - TERAS RUMAH - PAGI HARI
Kaki Ale langsung berhenti melangkah saat matanya menemukan Abimana sedang berbincang dengan Papa.
PAPANYA ALE
(Menyadari keberadaan Ale. Tersenyum dan mengayunkan tangan, meminta Ale ikut bergabung) Le, ini ada Abimana.
ABIMANA
(Tersenyum) Hai, Le.
ALE
(memaksakan senyum) Hai. (berjalan mendekati Papanya, lalu duduk di salah satu kursi yang kosong)
PAPANYA ALE
Dia sengaja datang kesini karena mau ketemu kamu.
Ale hanya memaksakan senyumnya saja.
ABIMANA
Saya mau silaturrahmi sama Om juga dan keluarga besar.
ALE
Aku mau beli sirup dulu ya, Pa. Stoknya habis.
PAPANYA ALE
Dimana?
ALE
Minimarket depan.
ABIMANA
Mau aku temani, Le?
ALE
(memaksakan senyum) Tidak perlu. Aku bisa sendiri. (berjalan terburu-buru keluar dari rumah)
29. EXT. GANG PERUMAHAN – PAGI HARI HAMPIR SIANG
Langit tampak cerah, namun matahari bersinar redup. Angin juga bertiup pelan, namun masih bisa menerbangkan rambut-rambut yang tergerai.
Ale berjalan menyusuri jalanan gang perumahan yang tidak terlalu ramai. Beberapa rumah tampak ramai karena banyak tamu, tapi ada juga yang tertutup rapat karena sedang mudik.
Ale terus berjalan menuju ke depan perumahan. Tangannya menggenggam erat ponselnya. Dia tahu kalau saat ini, dia pun sedang tidak membawa uang atau kartu debit. Dia juga tidak berniat membeli apapun karena stok sirup masih banyak. Dia hanya butuh waktu untuk menghela napas dan lepas dari semua pertanyaan itu.
30. EXT. DEPAN MINIMARKET – PAGI HARI HAMPIR SIANG
Minimarket tutup. Hanya ada kursi-kursi kosong di teras minimarket. Ale duduk di salah satu kursi, sedang menatap layar ponselnya yang menunjukkan call screen. Ada nama Andra di layar. Beberapa kali terdengar nada sambung.
ANDRA (O.S)
Iya, Le?
ALE
Sibuk?
ANDRA (O.S)
Aku mau sibuk ngapain kalau lebaran begini.
ALE
(Tertawa kecil) Sibuk kangen aku.
ANDRA (O.S)
Eh, tumben jadi pinter gombal gitu.
ALE
Kan belajarnya di kamu.
ANDRA (O.S)
(tertawa) Kapan aku gombalin kamu?
ALE
Sering. Sampai aku akhirnya enggak bisa nolak kamu.
ANDRA (O.S)
Oh, ya? Kamu terima aku dulu, karena sering digombalin?
ALE
Iya.
ANDRA (O.S)
Padahal aku serius lo. Aku enggak pernah gombalin kamu.
ALE
I know.
Jeda sejenak. Hanya tarikan napas dan hembusan yang terdengar.
ANDRA (O.S)
Le, kamu dimana?
ALE
Minimarket depan gang.
ANDRA (O.S)
Memang buka?
ALE
Enggak.
ANDRA (O.S)
Lalu?
ALE
Males di rumah.
ANDRA (O.S)
Kenapa? Saudara-saudara nanyain kapan nikah?
ALE
(menggeleng lemah) Sudah biasa dengan pertanyaan itu.
ANDRA (O.S)
Trus?
ALE
Ada Abimana
Jeda lagi. Andra tidak langsung menjawab. Hanya terdengar tarikan napas panjang.
ANDRA (O.S)
Diundang Papa?
ALE
Enggak tahu. Dia bilang mau silaturrahmi dengan Papa dan keluarga besar.
ANDRA (O.S)
Dia serius dengan kamu.
ALE
(suara bergetar, mata mulai berkaca-kaca) Enggak tahu.
ANDRA (O.S)
Le…
ALE
Hmm?
ANDRA (O.S)
Kamu baik-baik saja, kan?
ALE
(diam sejenak, menghela napas panjang, suara mulai terdengar serak) Kenapa semuanya jadi semakin sulit buat kita sih, Ndra?
ANDRA (O.S)
Le, dimanapun hubungan, pasti juga ada pasang surutnya, kan?
ALE
Tapi, kita seperti dihadapkan dengan jalan buntu.
ANDRA (O.S)
Kan, kita sudah tahu itu dari awal, dan sudah sepakat untuk menjalaninya. Bukannya kita sudah sama-sama yakin dengan apa yang kita rasakan?
ALE
Aku tahu. (PAUSE) Tapi, jadi berat aja sekarang.
Andra tidak langsung menanggapi.
ANDRA (O.S)
Ada yang tidak kamu katakan padaku?
ALE
(menggigit bibir, mengusap airmata yang menetes, lalu menarik napas panjang berkali- kali) Tidak ada, Ndra.
ANDRA (O.S)
Lalu, kenapa kamu bilang semuanya jadi berat? Kalau tentang perjodohan, bukankah kita berdua sudah sepakat untuk menolaknya?
Ale diam. Bibirnya kelu. Tenggorokannya tercekat. Dia tidak bisa mengatakan apapun yang sedang dipikirkannya sekarang pada Andra.
ANDRA (O.S) (CONT’D)
Le, apa perlu aku ke Jogja sekarang?
ALE
Untuk apa?
ANDRA (O.S)
Menemuimu. Kamu seperti itu, mana mungkin aku tenang di sini?
ALE
Tidak usah, Ndra. Aku baik-baik saja.
ANDRA (O.S)
Tapi, aku merasa semuanya menjadi tidak baik-baik saja, termasuk kamu.
ALE
I’m fine, Ndra. Kamu nikmati saja waktumu di sana. Ibu pasti juga kangen kamu. (mengusap airmata yang menetes di pipi)
ANDRA (O.S)
Kamu yakin?
ALE
Iya. (PAUSE) Aku tutup dulu, ya. Nanti Papa nyariin.
ANDRA (O.S)
Hati-hati ya. Kalau kamu butuh aku, aku tidak akan keberatan kembali ke Jogja sekarang.
ALE
Aku baik-baik saja. Mendengar suaramu, sudah cukup. Makasih, ya.
Telepon ditutup Ale. Dia kemudian beranjak dari kursi dan berjalan kembali ke rumahnya.
31. INT. RUMAH MINIMALIS ALE – RUANG TAMU – SIANG HARI
Terdengar tawa dari beberapa orang yang tengah berkerumun, entah apa yang sedang dibicarakan. Beberapa makanan khas lebaran masih terhidang di meja. Ada beberapa kue kering pula.
Abimana duduk sendiri di sudut ruangan. mengamati gerak-gerik dari orang yang berada di sekitarnya. Lebih dari semua itu, dia sedang menunggu Ale kembali dari minimarket. Hingga, matanya menemukan Ale yang berjalan masuk ke dalam rumah. Kepalanya menunduk dan terus berjalan ke belakang tanpa menoleh.
Abimana memutuskan untuk menyusulnya.
ABIMANA
Enggak jadi beli apa-apa?
ALE
(berhenti melangkah, menoleh pada Abimana, lalu menggeleng) Tutup.
ABIMANA
Oh. (PAUSE) Le, ada tempat buat ngobrol enggak? Pengen ngobrol sama kamu.
ALE
(terdiam sejenak) Kita ke teras belakang saja. (PAUSE) Kamu mau minum sesuatu?
ABIMANA
Apa saja.
ALE
OK. Kamu duluan saja, ya. Nanti aku susul.
Abimana setuju. Dia berjalan lebih dulu menuju ke teras belakang.
32. EXT. RUMAH MINIMALIS ALE – TERAS BELAKANG – SIANG HARI
Abimana duduk di salah satu kursi yang menghadap ke sebuah taman kecil. Ada beberapa tanaman hias yang terawat, juga suara gemericik air dari bambu yang mengalirkan air pada kolam ikan kecil.
ALE
(mengulurkan kaleng soda) Ini.
ABIMANA
(menerima kaleng soda) Terimakasih.
Tidak ada suara kemudian. Ale dan Abimana saling diam, hanya memainkan kaleng soda di tangan mereka.
ABIMANA
Rame ya lebaran di rumahmu.
ALE
(tersenyum tipis) Ya, beginilah.
ABIMANA
Kalau di rumahku sepi. Papa dan Mama pasti memilih di Malaysia.
ALE
Oh, ya? Kamu tidak ikut?
ABIMANA
(tertawa) Besok saja nyusul. Hari ini, memang ingin ke sini.
ALE
(menoleh, menatap Abimana) Papa memintamu kesini?
ABIMANA
(membalas tatapan Ale) Tidak. Aku yang justru meminta ijin Om Osman untuk datang kesini.
ALE
Kenapa?
ABIMANA
Karena aku ingin tahu seperti apa lebaran ditempatmu, mengenal keluarga besarmu. (PAUSE) Aku ingin mengenalmu lebih jauh lagi.
Ale memalingkan tatapannya dari Abimana. Dia menatap kosong pada aliran air dari bambu di antara tanaman hias.
ABIMANA
Kamu tidak suka, ya?
Ale tidak menyahut.
ABIMANA
Aku minta maaf kalau kamu tidak suka, Le. Tetapi, aku berniat serius denganmu.
ALE
Kenapa kamu seyakin itu denganku? Kamu bahkan baru bertemu aku satu kali.
ABIMANA
Apakah harus bertemu beberapa kali baru yakin, Le? (PAUSE) Aku pikir seseorang bisa saja yakin dengan perasaannya meski baru pertama kali bertemu.
ALE
Maksudku, apakah kamu tidak pernah berpikir kalau aku bisa saja sudah punya kekasih?
ABIMANA
Aku memikirkannya, tapi…
ALE
(memotong) Lalu?
ABIMANA
Semua orang berhak memiliki perasaan kepada siapapun. Kamu pada kekasihmu, atau aku padamu. Masalah dengan siapa pada akhirnya kita menikah, semua itu masih menjadi rahasia Tuhan.
ALE
(menghela napas panjang) Aku tidak seperti yang kamu pikirkan, Bi. Aku punya banyak luka dan cacat dalam hidupku.
ABIMANA
Begitu juga aku. Tidak ada satu manusiapun yang sempurna. Jadi, kamu tidak perlu menunjukkan sisi jelekmu padaku atau memberikan berbagai macam alasan agar aku menjauhimu, Le. Karena aku sudah terlanjur yakin dengan perasaanku.
ALE
Kamu tidak takut terluka dengan perasaanmu itu?
ABIMANA
Bukankah jatuh cinta dan patah hati itu satu paket? Kalau kamu tidak takut jatuh cinta, kamu juga tidak perlu takut patah hati.
ALE
(mendesah) Sepertinya, kamu sudah terlalu yakin, sampai-sampai apapun yang aku katakan tidak bisa mematahkannya.
ABIMANA
(tertawa kecil) Kan aku sudah bilang, kamu tidak perlu mengatakan apapun, karena aku sudah terlanjur yakin. Jadi, biar saja waktu yang membuktikan.
ALE
OK. Jadi, aku tidak perlu kan merasa tidak enak jika suatu saat ucapan atau sikapku akan menyakitimu?
ABIMANA
It’s okay, Le. Kamu tidak perlu sungkan. Anggap saja kita berteman baik.
Ale mengangguk-angguk. Sementara Abimana hanya tersenyum tipis. Ada perasaan terluka yang sedang dirasakannya, tetapi dia pikir dia tidak perlu menunjukkannya pada si pembuat luka. Dia hanya perlu tersenyum untuk menunjukkan dia baik-baik saja.
CUT TO
33. INT. RUMAH ANDRA DI SOLO – KAMAR ANDRA – SIANG HARI
Hening. Andra menatap layar ponselnya. Telepon dari Ale baru saja ditutup, menyisakan keraguan dan kekhawatiran di hati Andra.
Andra kemudian merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Tangannya masih menggenggam ponsel. Ingin menelepon Ale lagi, namun di urungkan.
Terdengar suara pintu diketuk, lalu dibuka. Ibunya Andra (56th) muncul dari balik pintu.
IBUNYA ANDRA
Lagi apa, Ndra?
ANDRA
(bangkit dari tempat tidur, duduk di tepi ranjang) Enggak ada, bu.
IBUNYA ANDRA
Bisa antar Ibu ke Tante Ami?
ANDRA
Kenapa kesana?
IBUNYA ANDRA
Ya, kan tantemu sedang merayakan lebaran, kita kan juga harus mengunjunginya.
ANDRA
Aku ganti baju dulu kalau begitu.
IBUNYA ANDRA
Ibu tunggu di depan, ya.
Andra mengangguk. Lalu, Ibu keluar dari kamar, menutup pintu kembali.
Sepeninggal Ibu, Andra menatap layar ponselnya lagi. Ada keinginan yang kuat untuk menelepon Ale sekarang, entah kenapa. Hatinya sedang merasa tidak tenang.