Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
15. INT. RUANG KELAS ASISTENSI — NIGHT
Sunyi membuat tidur Joyceline semakin lelap, tetapi tiba-tiba getaran dari dalam tas yang terpangku di atas paha, membuatnya tersentak. Joyceline mengambil telepon genggam dan langsung memicingkan kedua matanya. Pada layar muka ponselnya tertera tulisan: Kanjeng Ratu is calling …
Sebelum menerima panggilan masuk itu, Joyceline sempat mendengkus.
Joyceline sengaja mengaktifkan pengeras suara
Joyceline menyapu seluruh ruangan kelas dengan pandangan. Kosong. Tidak ada siapa-siapa lagi selain dirinya.
Joyceline memijit kedua pelipis, mencari alasan yang masuk akal dan tidak membuat Mama semakin kesal.
Joyceline mengakhiri panggilan dan menyimpan ponselnya lagi. Dia lantas mengemasi buku dan pulpen yang semula akan digunakan untuk mencatat materi.
Joyceline teringat teguran dari Jayden karena dia tidak memperhatikan saat pemuda itu berbicara tentang pembagian tugas dalam kelompok beberapa waktu lalu.
Joyceline bangkit dari duduk dan mencangklong tasnya setelah mengemasi semua alat tulis. Namun, sebuah jaket yang jatuh dari pundaknya membuat Joyceline terheran.
Joyceline tidak menyadari sejak tadi ada jaket yang tersampir di kedua pundaknya. Dia mengamati lamat-lamat jaket berbahan denim yang saat ini dia bentangkan. Aroma maskulin menguar dari sana.
Joyceline mengernyitkan kening.
Joyceline kaget oleh kemunculan Jayden yang tiba-tiba.
Jayden mengangguk.
Joyceline berdeham kecil.
Joyceline jadi salah tingkah. Bukan dikarenakan oleh aura Jayden yang saat ini sedang berjalan mendekat ke arahnya, melainkan karena merasa malu sempat berpikiran buruk beberapa menit tadi.
Jayden berdiri tepat di hadapan Joyceline. Gadis yang lebih pendek dari Jayden beberapa sentimeter itu, sontak melarikan pandangan ke arah lain. Joyceline menghindari tatapan Jayden yang secara ajaib membuatnya merasa gugup.
Joyceline tidak menjawab karena gugup.
Joyceline masih belum membuka mulut. Otaknya seolah kehilangan perbendaharaan kata, sehingga tidak mampu mengatakan apa-apa.
Joyceline terpaksa menatap Jayden lagi.
Raut wajah Jayden menyiratkan kekhawatiran.
Joyceline sama sekali tidak takut hantu, tetapi dia tidak berani menghadapi kegelapan.
Jayden berbalik, tetapi Joyceline menahannya.
Joyceline mengulurkan jaket ke arah Jayden.
Jayden menatap Joyceline sambil memperhatikan wajah gadis keras kepala di hadapannya itu.
Joyceline mengernyitkan kening. Seingatnya, tidak banyak teman yang tahu di mana dia tinggal.
Joyceline tampak membuat pertimbangan. Ibunya tadi sudah mengomel sepanjang jalan kenangan. Kalau harus menunggu kendaraan umum atau memesan jasa transportasi online, Joyceline bisa saja sampai di rumah lebih malam lagi.
Joyceline mengamati kemeja kotak-kotak yang Jayden kenakan. Itu terlalu tipis untuk menahan angin saat berkendara di jalanan.
Jayden tidak membantah. Dia menerima uluran jaket dari Joyceline dan langsung mengenakannya. Jayden kemudian berjalan mendahului Joyceline, mengambil tas yang dia letakkan di kolong meja depan.
Joyceline mengekori langkah Jayden keluar kelas menuju tempat parkiran sepeda motor. Tidak ada yang berbicara selama mereka berjalan. Hanya terdengar suara ketukan sepatu beradu dengan lantai.
CUT TO
Begitu sampai di tempat parkir, Jayden baru teringat kalau dia hanya membawa satu helm.
Belum sempat Joyceline menanggapi ucapannya, Jayden sudah mengambil langkah seribu, meninggalkan Joyceline yang terdiam membisu.
Joyceline mengedarkan pandangan ke sekeliling. Kampus sudah tidak berpenghuni. Gedung yang biasanya tampak megah itu, kini terlihat suram. Joyceline sampai bergidik.
Untung saja Jayden tidak pergi terlalu lama. Kurang dari lima menit, Jayden sudah kembali menghampiri Joyceline.
Jayden menyodorkan pelindung kepala yang langsung diterima oleh Joyceline.
Joyceline menurut. Dia duduk di jok belakang Jayden.
Joyceline langsung menggenggam kedua ujung jaket Jayden.
CUT TO
16. EXT. HALAMAN RUMAH JOYCELINE — NIGHT
Jayden mematikan mesin motornya di halaman rumah Joyceline. Joyceline segera turun dari boncengan motor dan melepas pelindung kepala, lalu mengulurkannya pada Jayden.
Jayden menerima uluran helm dari Joyceline dan membuka kaca helm yang dikenakan dirinya sendiri.
Joyceline mengangguk.
Joyceline tidak berniat basa-basi menawari Jayden untuk mampir, tetapi tiba-tiba pintu rumah terbuka dan seorang perempuan menampakkan diri. Jayden dan Joyceline serempak menoleh pada perempuan yang kiniberjalan menghampiri mereka berdua.
Joyceline menjawab dengan anggukan.
Jayden serta merta melepas helm dan turun dari motor untuk menyapa ibu Joyceline yang bernama Eriana.
Ketika Eriana sampai di hadapan mereka, Jayden tersenyum ramah. Sementara itu, Eriana memasang raut waspada.
Joyceline menjelingkan kedua mata. Dia mengartikan reaksi Eriana itu sebaga rasa terkejut. Karena baru pertama kali ini dirinya pulang diantar oleh laki-laki tanpa atribut transportasi online.
Jayden mengulurkan tangan kanan. Eriana menjabat tangan Jayden beberapa detik saja, tatapannya memindai dari ujung kaki hingga ke kepala, mengaktifkan radar kepekaan seorang ibu untuk mendeteksi apakah cowok itu berpengaruh buruk atau tidak.
Jayden kembali tersenyum lalu mengangguk singkat.
Joyceline melotot, tidak menyangka Eriana akan langsung bersikap ramah seperti itu kepada Jayden.
Eriana langsung menyela ucapan Jayden.
Kedua bahu Joyceline sontak merosot karena Jayden diseret paksa oleh Eriana untuk ikut makan malam bersama.