35.INT.RUMAH SUCI.KAMAR — PAGI
Memperlihatkan sebuah kamar berukuran sedang. Terdapat ranjang yang hanya muat satu orang. Di sebelah ranjang ada meja belajar lengkap dengan barisan buku-buku tebal di rak atasnya, dan lampu. Layar Hp yang tergeletak di meja berkedip (SFX). Tertera keterangan KETUA sebagai penelepon. Lalu kembali mati. Mirza keluar dari kamar mandi sembari mengeringkan rambut dengan handuk, tapi sudah berpakaian lengkap berupa celana sirwal modern dan kaos lengan pendek. Kemudian duduk di tepi ranjang. Mengecek Hp-nya. Menelepon balik.
MIRZA
Assalamu'alaikum, Cal.
(beat)
Sorry gua baru selesai mandi. Ada apa?
(beat)
Kok mendadak gitu?
(beat)
Masalahnya gua masih liburan di gunung.
(beat)
Ntar deh gua usahain. Tapi formulir pendaftarannya belum siap kan?
(beat)
(mengacak rambut, merasa puyeng)
Gila lu pada, ya. Ngadain event besar begitu pake acara dadakan.
SFX ketukan pintu. Mirza sedikit menjauhkan hp dari mulut, dan menoleh.
MIRZA(Cont'd)
(agak keras)
Masuk!
Suci membuka pintu, berdiri di ambang pintu. Mirza kembali menyambung obrolannya di telepon.
MIRZA(cont'd)
Gini aja ... ntar siang gua usahain buat ke kampus. Lu siapin fampletnya + formulir.
(beat)
Ya udah, Assalamu'alaikum.
(memutus telepon)
SUCI
(heran)
Kenapa, Mas? Kok kayaknya pusing banget?
MIRZA
Siang ini aku harus ke kampus. Tapi sore balik lagi ke sini.
SUCI
(mendekat)
Penting banget ya?
MIRZA
Di kampus mau ada event peringatan Tahun baru Islam.
SUCI
Lomba gitu, maksudnya?
MIRZA
(mengangguk)
Iya. Lomba tilawah.
Tiba-tiba Mirza seperti ingat sesuatu.
MIRZA(cont'd)
(bersemangat)
Oh iya! Kamu kan anak pondokan, Ci. Ikutan aja! Hadiahnya lumayan loh.
SUCI
(nyengir)
Aku nggak pinter tilawah, Mas. Pernah sih belajar, tapi susah banget. (beat) Eh, tapi ngomong-ngomong hadiahnya apa sih?
MIRZA
Hadiahnya Umroh gratis.
Suci terdiam sembari senyum-senyum dan manggut-manggut.
SUCI
Mas, aku titip rumah sebentar, ya!
MIRZA
(heran)
Emang kamu mau ke mana?
SUCI
Aku ada urusan. Tapi nggak lama. Mas Mirza sarapan aja dulu. Udah aku siapin di meja.
Suci langsung keluar kamar dengan setengah berlari. Mirza hanya memperhatikan sembari geleng-geleng.
cut to
36.EXT/INT.RUMAH DATUK MAD.TERAS — MENJELANG SIANG
Aida sedang duduk di atas karpet yang diletakkan di sudut teras. Di depannya ada peralatan untuk membuat kain tapis. Aida sedang sibuk membentuk motif pada kain tapis. (SFX) suara motor memasuki halaman. Aida berhenti kerja, menoleh ke arah halaman. Tampak Suci turun dari motornya, lalu setengah berlari menaiki tangga teras.
AIDA
(setengah mengejek)
Hati-hatilah kamu, Ci. Kalo tangga rumahku roboh gimana?
SUCI
(mendekat, duduk)
Iyalah, maaf.
AIDA
Aku cuma becanda! Lagian ... kok buru-buru amat, sih?
SUCI
Aku ada kabar bagus buat kamu, Da.
AIDA
(penasaran)
Kabar apa?
SUCI
Di kampus Mas Mirza ada lomba tilawah berhadiah umroh gratis. Kamu ikutan, gih!
Aida kembali melanjutkan menyulam tapis. Ekspresinya tampak biasa saja. Tidak menyiratkan antusias yang besar.
SUCI(cont'd)
(menyelidik)
Da?
Aida menghentikan kerjanya. Mengangkat dagu dan langsung menatap Suci.
AIDA
Kamu kan tau, Ci ... tiap kali ikut lomba tilawah di pesantren, aku nggak pernah menang.
(melanjutkan sulam)
SUCI
Itu kan, dulu! Siapa tau aja sekarang kamu udah lebih bagus. Seenggaknya lebih bagus dari aku ...
(nyengir)
Aida menatap Suci sembari geleng-geleng.
SUCI(cont'd)
(merayu)
Ya? Ikut ya? (beat) Ini kesempatan bagus, dan jarang-jarang loh, Da!
Aida masih menatap Suci.
SUCI(cont'd)
Minimal kamu bisa ngupayain buat Datuk.
AIDA
Aku pikir-pikir dulu, ya.
Suci manggut-manggut sembari senyum.
Cut to
37.EXT/INT.RUMAH SUCI.TERAS.HALAMAN — SIANG
Mirza duduk di bibir lantai sembari memakai sepatu. Bersiap-siap mau pergi ke kampus. Di halaman mobilnya terparkir.
RATIH(VO)
Assalamu'alaikum.
Mirza sedikit kaget langsung menghentikan aktivitasnya, mendongak. Terlihat Ratih berdiri di depan Mirza.
MIRZA
Wa'alaikumussalam. Ratih?
RATIH
(senyum)
Apa kabar, Mas?
Mirza menyelesaikan mengikat sepatu, lalu berdiri.
MIRZA
Alhamdulillah, baik. Kamu?
RATIH
(tersipu)
Sama. Aku juga baik. (Beat) Sucinya ada?
MIRZA
Tadi sih pamit keluar sebentar. Palingan juga bentar lagi pulang. Tunggu aja dulu!
Ratih manggut-manggut. Mirza mengambil tas punggung yang terletak di kursi teras.
RATIH
Mas Mirza mau pergi ya?
MIRZA
Iya ... ada urusan di kampus.
Ratih memasang raut kecewa.
RATIH
Yaa ... kalo Mas Mirza pergi, terus siapa dong yang nemenin Suci?
Mirza menenteng tasnya, berjalan menuju mobil. Ratih mengekori. Mirza membuka pintu mobil dan meletakkan tasnya di jok, lalu beralih ke Ratih.
MIRZA
Aku nggak nginep kok. Cuma mau ambil formulir pendaftaran peserta lomba. Palingan juga abis maghrib udah sampe sini lagi.
RATIH
(penasaran)
Lomba apa, Mas?
MIRZA
Tilawah. (beat) Kamu bisa? Berlaku buat umum loh!
Ratih tersenyum, tampak berpikir.
RATIH(OS)
Wah ... kalo aku bisa ikut lomba itu, artinya aku ada kesempatan lebar buat deket sama Mas Mirza.
MIRZA
Tih? Kok diam aja sih? Mau daftar nggak?
RATIH
Mau! Aku mau, Mas!
MIRZA
Ya udah, nanti aku bawain formulirnya.
(masuk ke mobil)
Aku pergi dulu, ya.
Ratih mengangguk sembari senyum.
MIRZA
Kamu kalo mau nunggu Suci, silakan.
RATIH
Iya, Mas.
Mirza menghidupkan mesin mobil.
MIRZA
Assalamu'alaikum.
RATIH
Wa'alaikumussalam.
Mobil Mirza meninggalkan halaman. Ratih melonjak girang banget.
cut to
38.EXT.PASAR — PAGI
Aida menyusuri jalanan pasar. Ia menemui beberapa tengkulak dari satu orang ke orang lainnya untuk menagih uang sisa hasil penjualan sayuran beberapa waktu lalu. Sembari jalan, Aida menghitung jumlah uangnya. Di tangannya terdapat beberapa lembar uang kertas campuran, serta beberapa uang koin.
AIDA
20,30,50,55.
Ratih muncul di belakang Aida. Di tangannya terdapat kantong plastik belanjaan.
RATIH
(menepuk pundak Aida)
Hei!
Aida kaget. Uang yang dipegangnya nyaris jatuh.
AIDA
Ya ampun, Ratih! Hampir aja kan!
RATIH
(tertawa)
Iya ... maaf deh! Abisnya ... gara-gara kebanyakan duit, jalan jadi nggak tengak tengok!
Aida memasukkan uangnya ke dalam tas.
RATIH(cont'd)
Eh, Da, kita makan bakso, yuk! Udah lama kan kita nggak nge-bakso.
AIDA
(nyengir)
Traktir tapi ya?
RATIH
(ngedumel)
Giliran urusan makan aja ... cepet bener!
Aida nyengir kuda. Langsung merangkul Ratih, dan mengajaknya berlalu.
cut to
39.EXT/INT.PASAR.WARUNG BAKSO — MENJELANG SIANG
Suasana pasar cukup ramai. Aida dan Ratih memasuki sebuah warung bakso tenda. Tampak meja dan kursi panjang berjajar. Beberapa orang sedang menikmati bakso. Si penjual sedang meracik bakso pesanan orang lain. Aida dan Ratih mengambil di satu meja yang masih kosong. Aida meletakkan tasnya di meja. Ratih meletakkan kantong belanjaan di kolong meja.
AIDA
(beralih ke penjual)
Mang, baksonya dua ya!
PENJUAL
Iya, Mbak.
RATIH
(berpikir)
Ehm ... Da, menurut kamu, Mas Mirza gimana?
AIDA
Mirza?
(mikir)
Maksud kamu ... sepupunya Suci?
Ratih manggut-manggut.
AIDA
Mana aku tahu. Aku, kan, nggak kenal dia, Tih!
Penjual bakso membawakan pesanan Aida dan Ratih. Meletakkan mangkuk bakso di meja mereka.
AIDA(Cont'd)
(tersenyum)
Makasih ya, Mang.
RATIH
Ya ... kalo dibilang belum kenal, aku juga belum kenal. Tapi, seenggaknya gimana perasaan kamu waktu pertama kali liat dia?
AIDA
(menyeruput kuah)
Biasa aja! Nggak gimana-gimana.
Ratih masih membiarkan baksonya.
RATIH
Masa sih? Padahal ... menurutku Mas Mirza itu menarik.
Aida beralih ke Ratih, menyelidik dengan sedikit menggoda.
AIDA
Kamu suka ya sama dia?
RATIH
Menurut kamu ... aku cocok enggak sama dia?
AIDA
(manggut-manggut)
Lumayan, sih! Cuma ... masalahnya dia udah punya pacar apa belum?
(melanjutkan makan)
RATIH
Semoga aja belum.
(mulai makan)
AIDA
Kenapa kamu tertarik sama Bang Mirza?
RATIH
Suka aja! Kelihatannya pinter.
AIDA
Yakin cuma itu?
RATIH
Secara fisik jelas dong, Mas Mirza kayak gimana?
AIDA
Kalo kata Datuk ... cari suami itu yang soleh. Bukan yang pinter dan ganteng!
RATIH
Soleh emang penting. Tapi cari yang ganteng juga wajib!
Aida menggeleng sambil tersenyum, kemudian dia dan Ratih menikmati baksonya lagi.
cut to
40.EXT.KOTA BANDAR LAMPUNG. — SIANG
ESTABLISH Suasana bundaran kota Bandar Lampung yang ramai dengan aktivitas lalu-lalang kendaraan. Tulisan BANDAR LAMPUNG CITY di sudut bundaran terlihat sangat jelas.
cut to
41.EXT.KAMPUS.PARKIRAN — SIANG
ESTABLISH sebuah perguruan tinggi Islam di Kota Bandar Lampung. Suasana kampus yang cukup ramai. Mahasiswa hilir mudik masuk dan keluar kampus. Ada yang berjalan kaki, ada juga yang menggunakan kendaraan pribadi. Mirza berjalan agak cepat menuju parkiran. Membuka pintu mobil, lalu melemparkan tas ke jok penumpang. Dua orang temannya menghampiri. Mirza mengurungkan niatnya yang akan masuk ke mobil.
TEMAN 1
Za, lu mau ke mana?
MIRZA
Mau balik lah! Kenapa gitu?
TEMAN2
Balik ke mana?
MIRZA
Mata kuliah gua semua kan udah kelar. Ya gua mau balik lagi ke gunung. (beat) Ngabisin liburan di sana.
TEMAN1
Gua curiga! Jangan-jangan ... lu kesambet penunggu gunung lagi!
MIRZA
Apaan sih, lu! Kalo ngomong suka ngaco deh!
TEMAN2
Lu gimana sih, Wan. Pak Ustad mana percaya sama omongan lu yang ngelantur gitu. Yang ada kesambet cewek gunung malah iya.
Kedua teman Mirza tertawa dengan nada mengejek. Tapi Mirza justru jadi teringat dengan senyum Aida. MONTAGE ke scene 14 saat Aida tertawa dengan Ratih dan Suci.
CUT TO
42.EXT/INT.RUMAH DATUK MAD.TERAS — MALAM
Mirza dan Suci duduk bersama. Aida keluar dari dalam rumah membawa nampan berisi dua cangkir teh. Aida menyuguhkan teh hangat di meja. Mirza dan Suci memperhatikan gerakan Aida. Aida kemudian duduk tepat berseberangan dengan posisi Mirza. Nampan diletakkan di pangkuan. Suci memberi isyarat kepada Mirza agar berbicara dengan Aida. Mirza sedikit menarik badannya ke belakang, membenarkan posisi duduknya.
MIRZA
(batuk kecil)
Suci udah ceritain semua soal masalah kamu.
Aida agak terkejut.
AIDA
(menoel Suci, menggerutu lirih)
Kok kamu cerita-cerita sih, Ci!
SUCI
Ya maaf. Abisnya aku geregetan sama kamu, Da.
AIDA
Ya, tapi nggak pake acara cerita juga dong! Kan aku jadi malu sama Bang Mirza.
MIRZA
Kenapa harus malu, Da? Menurutku, usulan Suci udah bener!
AIDA
Ya ... tapi, Bang. Aku kan nggak bisa tilawah. Jadi gimana mau ikut lomba. Yang ada ntar malah kalah duluan, terus bikin Abang malu.
Datuk Mad muncul dari arah halaman, menaiki tangga teras, lalu menghampiri Aida dan tamunya.
DATUK MAD
Assalamu'alaikum!
MIRZA, SUCI, AIDA
(menoleh)
Wa'alaikumussalam.
Mirza dan Suci menyalami Datuk Mad. Aida bangun, mempersilakan Datuk Mad duduk di kursinya.
DATUK MAD
Dari tadi Suci?
SUCI
Nggak, Tuk. Barusan. Datuk dari musola ya?
DATUK MAD
Iya. (beat)
(menunjuk Mirza)
Sepupu kamu belum pulang?
MIRZA
(senyum)
Belum, Tuk. Saya nemenin Suci sampe nanti bapak sama ibunya Suci pulang dari Jawa.
DATUK MAD
(manggut-manggut)
(beat) Tumben kamu ke sini jam segini?
Suci sedikit menarik badannya ke depan. Terlihat sangat bersemangat.
SUCI
Nah! Mumpung ada Datuk, nih! Datuk setuju nggak, kalo Aida ikut lomba tilawah?
Datuk Mad menoleh kepada Aida.
DATUK MAD
Niku haga? (Kamu mau?)
AIDA
(mengangkat bahu)
Bingung, Tuk.
SUCI
Tuh! Kalo tanyanya sama Aida pasti jawabnya bingung. Tapi ... kalo Datuk setuju, pasti Aida juga setuju. (beat) Hadiahnya umroh gratis, Tuk!
Datuk Mad tercengang. Menatap Aida lebih dalam. Aida balas menatap Datuk Mad. Mirza dan Suci tampak harap-harap cemas.
DATUK MAD
Aida ... Nyak ngeghti, niku meghasa lemoh. Taganpun hadiyahne umroh cuma-cuma, Nyak mak paksa niku. Kidang ... Nyak lebih hunjak lamun niku haga cuba api sai kung lekot niku lakukan. (beat) Kidang ... niku haghus ingat, lakukanne ayin sebab Nyak. Kidang sebab Allah. (Aida ... Saya paham, kamu merasa lemah. Sekalipun hadiahnya umroh gratis, Datuk nggak mau maksa kamu. Tapi ... Datuk lebih senang kalo kamu mau mencoba apa yang belum pernah kamu lakukan. (beat) Tapi kamu harus ingat, melakukannya bukan karena Datuk. Tapi karena Allah).
Semuanya saling menatap. Aida masih terlihat ragu. Flashback ke scene 26 Datuk Mad mengusap sertifikat lahan. Flashback scene 29 Datuk Mad menatap gambar ka'bah di sajadah.
AIDA
(menghela napas)
Kalo gitu, Aida mau ikut lomba tilawah, Tuk.
Datuk Mad dan Mirza tersenyum. Suci kegirangan dan langsung merangkul Aida.