Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Home Run
Suka
Favorit
Bagikan
7. Sia-sia
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

1. INT. RUANG LABORATORIUM – SORE

Amel baru memasuki laboratorium, ketika seorang guru sedang menjelaskan materi. Guru tersebut tersenyum dan memberi kode pada Amel untuk duduk di bangku paling depan. sebelum duduk, Amel sempat melihat murid bimbingan yang duduk di bangku belakang. Fina tertawa remeh, Kara menggelengkan kepalanya dan Indira diam saja.

CUT TO:

2. EXT. KORIDOR SEKOLAH – SORE

Guru pembimbing baru saja keluar kelas dan berbicara kepada Amel.

Guru:

Amel ikut ya, tahun ini. sayang banget kalau enggak ikut.

Amel:

Iya, bu. Tahun ini ikut, kok.

Guru tersebut kemudian pamit dan meninggalkan Amel. seperginya guru tersebut, tiga murid keluar dari dalam kelas. Mereka langsung mengalungkan tangan ke pundak Amel.

Indira:

Ke tempat nongkrong kita dulu, yuk!

Fina:

Mau, kan, Mel?

CUT TO:

3. EXT. BELAKANG GUDANG SEKOLAH – SORE

Tanpa aba-aba, Amel langsung ditendang oleh Indira, sampai tubuhnya terbanting ke meja dan kursi bekas. Amel terbatuk. Tamparan dari Fina datang.

Fina:

Udah dibilangin enggak usah ikut!!

Kara:

Mel, gue kasihan sama lo, sumpah. Mendingan lo nurutin kita daripada lo babak belur. Demi apa, lo itu adik kelas pertama yang nantangin kita selama sekolah di sini.

Amel menjauh ke sudut. Indira mendekat dan menjambak rambutnya. Amel mendesah kuat.

Indira:

Lo enggak capek disiksa dari kelas sepuluh?! Kalau lo nurut, kehidupan sekolah lo bakal tenang!

Air mata Amel sudah merembes keluar. Dia menelan salivanya. Dia menarik kerah baju Indira. Indira belum melepaskan jambakan rambutnya.

Indira:

Ngapain lo?

Amel:

Gue udah korbanin yang tahun lalu, sekarang gue enggak bisa lagi.

Kara tertawa terbahak-bahak.

Kara:

SOK BERANI! PADAHAL SUARANYA GEMETERAN!

Kini, giliran Fina berusaha melepaskan cengkraman Amel dari kerah baju Indira. Amel mengerahkan kekuatannya, dia tidak mau melepaskan cengkeramannya sebelum Indira melepas jambakan rambutnya.

Amel:

Lepasin gue dulu.

Kara menarik seragam Amel lebih keras, dibantu oleh Fina. Saking kerasnya, seragam Amel sampai terbuka, beberapa kancingnya rusak. Amel benar-benar kaget, namun kedua tangannya sudah dipegang oleh Indira dan Fina. Amel meronta meminta dilepaskan.

Kara menarik baju dalam Amel, memotret bagian dadanya. Amel berhenti meronta, sekujur tubuhnya lemas tak berdaya. Dia hanya bisa menatap Kara penuh kebencian.

Kara menyingkap roknya, memotretnya. Amel tidak melawan. Lebih tepatnya, sudah tidak bisa.

Kara:

Masih enggak mau nurut sama kita?

Indira mengangkat jempolnya kepada Kara. Fina bertepuk tangan.

Indira:

Lo macam-macam lagi, kita sebarin semuanya.

Fina:

Bukan cuman foto, ya! Ada video juga!

Amel diam saja. tatapannya kosong. fina dan Indira berdiri. Amel segera berlutut dengan kaki yang gemetaran.

Amel:

Maaf, kak.

Kara:

Ngapain lo minta maaf? Bego banget lo.

Indira:

Permintaan maaf lo enggak bakal bikin kita luluh.

Amel menghela nafas. Dia berdiam sejenak sebelum mengucapkan sesuatu.

Amel:

Gimana caranya biar kalian enggak gangguin gue lagi?

Fina tertawa. Begitu juga dengan Kara dan Indira.

Fina:

Ya… kalau kita udah lulus? Lo bisa tahan, nggak? Hahahaha…

Kara:

Lo mati dulu, baru kita berhenti.

Kara meninggalkan tempat itu, diikuti dengan Fina dan Indira. Air mata Amel terus keluar. Dia berusaha berdiri, merapikan seragamnya yang kancingnya tinggal dua. Dia merapikan rambutnya, kemudian menghapus air matanya.

CUT TO:

4. INT. RUANG BK – SORE

Amel duduk di kursi di depan meja Bu Hana, guru BKnya. Bu Hana sedang menikmati makanannya sambil sesekali mengetik di laptop.

Bu Hana:

Kenapa, Mel? Kok, belum pulang? Bimbingannya sampai sore banget?

Amel:

Udah selesai daritadi, Bu.

Bu Hana:

Hm…

Amel:

Bu. Ada kakak kelas yang gangguin saya.

Amel berkali-kali membuang nafas, merasa lega karena bisa mengeluarkan kalimat itu. Bu Hana tidak menatap Amel sama sekali, perhatiannya hanya pada laptopnya.

Bu Hana:

Ah, masa? Kamu kan, anak baik-baik. Kelas berapa yang gangguin? Cuman iseng doang itu. Kakak kelas memang begitu tingkahnya. Mungkin, kamu yang kurang sopan sama mereka, kali… enggak apa-apa itu.

Amel menunduk, menatap seragamnya yang rusak.

Bu Hana:

Minta tolong, dong, Mel. Beliin gorengan di depan sekolah! sekalian buat kamu juga. Nih.

Bu Hana memberikan selembar uang. Amel menerimanya dan segera keluar ruangan. Dia meremas uang yang diberikan, kemudian membuangnya begitu saja di lantai ruang BK.

CUT TO:

5. EXT. DEPAN GERBANG SEKOLAH – MALAM

Amel tidak lagi mengenakan seragam putihnya. Dia hanya mengenakan baju dalam putihnya beserta rok abu-abu. Amel sedang menunggu Ravi datang menjemputnya.

Begitu Ravi datang, dia kaget.

Ravi:

WOI! SERAGAM LO MANA!?

Amel:

Rusak.

Ravi turun, melepas jaket yang dia pakai dan memberikannya kepada Amel. amel menerimanya tanpa berkata apa-apa. Dia kemudian memakai helm dan segera naik ke belakang Ravi.

Ravi:

Tumben minta jemput. Biasanya juga nolak.

Amel:

Gue mau beli makanan.

Ravi:

Siap, meluncuuuuuur!

CUT TO:

6. EXT. PINGGIR JALAN – MALAM

Amel melahap siomaynya dengan tenang. Di sampingnya, Ravi memegang tiga tusuk siomay dan tahu untuk Amel.

Ravi:

Makan, makan. Anggap uang sendiri.

Amel mengangguk. Ravi mendengus. Namun, Ravi tetap senang melihat Amel banyak makan, sebuah kejadian langka yang harus dia kenang.

Ravi:

Habis ini udah, ya. uang gue udah menipis.

Amel:

Lo kan, orang kaya.

Ravi:

Tapi, gue lagi enggak bawa duit banyak! Daritadi juga lo sendirian yang makan, gue enggak berani ambil! Padahal pake duit gue!

Amel:

Pelit banget lo? Ya udah nanti gue ganti uang lo, maaf! Maaf kalau selama ini lo terus yang ngeluarin duit. Besok gue ganti. Gue enggak bakalan lari. Dasar pura-pura tajir! Katanya mau beliin gue kado ulang tahun yang mahal! Mana? Mana?

Ravi:

Dih! Lo mau apa?

Amel:

Bangga banget pakai uang orang tua.

Ravi:

Ya, gue kan, belum punya duit… jadi banggain duit orang tua dulu.

Amel tidak lagi menjawab Ravi. Dia sibuk mengunyah siomay pelan-pelan, menikmatinya sambil menatap kendaraan yang lalu lalang. Dia melihat beberapa orang menyeberang jalan, ada yang hampir tertabrak. Amel menyaksikan kejadian itu dengan gugup.

Amel:

Lo pernah ditabrak?

Ravi:

Enggak. Adanya gue yang nabrak orang.

Amel:

Kalau ditabrak mobil, langsung mati, enggak?

Ravi:

Tergantung…

Amel mengangguk-angguk. Dia menoleh dan mendapati siomay yang tersisa di tangan Ravi tinggal satu tusuk. Amel langsung menutup mata dan membuang nafas. Ravi tertawa.

Ravi:

Bohong, koook! Gue bawa banyak duit! Lo mau makan apa lagi habis ini? Sebutin!!

Amel tidak menjawab. Tatapannya mengarah kepada jalan raya yang ramai. Matanya berkaca-kaca. Melihat hal tersebut, Ravi seketika membeli semua gorengan di depannya untuk Amel.

Amel:

Semua yang terjadi hari ini enggak berjalan baik…

Ravi membawa Amel ke dalam pelukannya.

Ravi:

Gue udah beli semua gorengan dan siomaynya, lo jangan nangis.

Amel melepaskan diri dari pelukan Ravi yang hangat. Dia berhasil menahan air matanya.

Amel:

Pertandingan lo kapan?

Ravi:

Hm? Lusa! Lo nonton, kan?

Amel mengangguk.

CUT TO:

7. INT. RUANG MAKAN RUMAH AMEL – MALAM

Amel baru pulang pukul delapan. Dia masuk ke dalam rumah mencari Tantenya. Tantenya tertidur di ruang makan, bersama tumpukan kertas dan sebuah buku besar. Amel mendekat. Dia membaca kertas-kertas tagihan dan buku berisi pengeluaran bulan ini dan hari-hari ke depan.

Amel menatap wajah tantenya yang tertidur.

CUT TO:

8. INT. KAMAR AMEL – MALAM

Amel membuka laci meja belajarnya, mengeluarkan sebuah toples kaca kecil yang berisi banyak lembaran uang. Sebuah kertas bertuliskan ‘SBMPTN’ tertempel rapi di luar toples tersebut.

Amel tersenyum. Dia meletakkan toples tersebut di mejanya. Dia duduk dan menatap toples tersebut berjam-jam sampai ketiduran.


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar