Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
1. EXT. HUTAN MERATUS - MENJELANG MALAM
MUSTAQIM, seorang dokter muda berusia 27 tahun, berhenti untuk ke sekian kalinya. Ia membungkuk. Bertumpu pada lututnya seperti gerakan ruku. Wajahnya banjir keringat. Bajunya basah kuyup. Punggung dan dadanya naik turun saat Mustaqim membuang dan menarik napas untuk melepas lelah. Tak sengaja, mata Mustaqim menangkap pacet yang hinggap di lengan kirinya. Mustaqim mengambil botol spray kecil dari kantong celana kargonya lalu menyemprot pacet tersebut dengan lotion anti nyamuk yang telah dicairkan. Pacet itu jatuh ke tanah. Darah mengalir dari luka yang ditinggalkan pacet tersebut di lengan Mustaqim.
Di depan Mustaqim, SAHRIANSYAH (55 tahun) dan anaknya, NANANG (16 tahun) ikut berhenti. Mereka adalah penduduk Desa Bawah, pemandu Mustaqim menuju Desa Tanah Datu. Tak seperti Mustaqim yang tampak payah, Sahriansyah dan Nanang begitu tangkas, berjalan menyusuri rimba Meratus. Sahriansyah dan Nanang berbalik lantas mendapati Mustaqim tengah membungkuk. Nanang melangkah mendekati Mustaqim.
Mustaqim memaksa diri mengukir seulas senyum yang tipis sekali di wajahnya.
Mustaqim kembali berdiri tegak. Tangannya sudah bergerak menuju botol air di kantong ransel, namun tidak jadi ia lakukan karena teringat bahwa air minumnya sudah habis.
Mustaqim mengangguk lalu kembali berjalan menyusuri belantara Kalimantan bersama Sahriansyah dan Nanang.
2. EXT. DI TEPI SUNGAI - MALAM
Mereka tiba di tepi sungai. Meskipun di ruang terbuka, suasana cukup gelap karena malam itu merupakan fase bulan baru.
Nanang meletakkan senter di atas batu lalu berjongkok. Mengambil air dengan tangan lalu meminumnya.
Mustaqim tersenyum lega lanta mendekati Nanang. Ikut minum.
Sahriansyah duduk di atas batu besar, lalu merokok. Ia tersenyum mengamati Nanang dan Mustaqim yang begitu lahapnya menenggak air sungai.
Nanang tersenyum menang.
Sahriansyah terlihat agak kesal.
Nanang menoleh pada Mustaqim.
Nanang berjalan ke arah hilir sungai.
Mustaqim mengambil botol kosongnya lalu mengisinya dengan air sungai. Setelah itu, ia menghampiri Sahriansyah yang asyik merokok.
Sahriansyah menyesap lalu menghembuskan asap rokoknya.
Mustaqim manggut-manggut.
Sahriansyah melirik jam tangannya.
Cut to:
3. EXT. DI TEPI SUNGAI - MALAM
Nanang menutup kembali lubang tempat ia membuang tinja dengan tanah. Ia berjalan terkangkang-kangkang menuju sungai karena lututnya terhalang celana yang sengaja dilorotkan. Saat ia mencuci pantatnya, Nanang mendadak siaga saat mendengar SUARA KRESEK-KRESEK dari seberang. Ia mengamati dengan waspada dan sedikit takut. Nanang berdiri perlahan, menaikkan celana, dan meraba pinggang. Ia semakin panik saat tidak menemukan parang tersampir di pinggangnya.
Suara kresek-kresek terdengar kembali. Nanang dengan cepat melirik ke arah sana dan langsung mematung pucat saat melihat SESOSOK MAKHLUK muncul dalam gelap. Nanang bergerak mundur, lalu berlari ketakutan kembali pada Mustaqim dan Sahriansyah.
Cut to:
4. EXT. DI TEPI SUNGAI - MALAM
Sahriansyah dan Mustaqim masih asyik berbincang. Tiba-tiba Nanang muncul, berlari ketakutan. Melihat Nanang, Sahriansyah segera melompat dan mengeluarkan parang. Melihat Sahriansyah tampak waspada, Mustaqim ikut memegang hulu parang yang tersampir di pinggangnya, tetapi belum mencabutnya.
Tak lama setelah mengatakan itu, terdengar suara kecipak air. Mustaqim, Sahriansyah, dan Nanang serentak menoleh ke sana. Makhluk itu ada di sana. Sahriansyah mengacungkan parang. Ekspresi Mustaqim panik dan bingung ingin berbuat apa. Tangannya terus tergenggam di hulu parang di pinggangnya. Nanang bersembunyi di belakang Mustaqim sembari merapalkan doa. Ia sangat ketakutan.
Makhluk itu malah berjalan mendekat. Mustaqim menahan napas dengan tegang. Nanang memejamkan mata sambil terus berdoa. Sahriansyah beringsut mundur.
Makhluk itu semakin mendekat. Saat senter kepala Mustaqim tak sengaja terarah pada makhluk tersebut, tampaklah bahwa ia sesosok manusia yang sedang terluka. Bibirnya pucat. Wajah dan tubuhnya kotor serta luka. Ia hanya memakai celana dalam sepaha. Kaos yang dipakainya penuh darah yang sudah mengering. Ia BARA (25 tahun).
Mustaqim berjalan mendekati Bara dengan wajah setengah takut setengah yakin. Ia mengulurkan tangan dengan gemetar untuk memegang Bara. Sadar bahwa tangannya tidak menembus sosok tersebut, Mustaqim langsung memapah Bara.
Sahriansyah memasukkan parang kembali ke sarungnya lalu membantu Mustaqim memapah Bara. Nanang masih agak ragu untuk mendekat.
Mustaqim dan Sahriansyah mendudukkan Bara di tanah kering.
Bara merintih lalu memegang bagian perutnya.
Mustaqim dengan sigap membuka kaos Bara. Ia terkesiap dan agak mundur sedikit saat melihat robekan besar di perut Bara dengan usus yang sudah terjulur ke luar.
Berbeda dengan Mustaqim, Sahriansyah dan Nanang malah berpandangan.
Mustaqim dengan ekspresi masih terheran-heran melihat orang terluka sebegitu parah tetapi masih bisa bertahan hidup segera membaringkan Bara.
Mustaqim melakukan prosedur medis gawat darurat ABCD dengan cepat.
Mustaqim berlutut di samping bara.
Mustaqim mengangkat dagu Bara, memintanya buka mulut, lalu melihat ke dalam rongga mulut Bara.
Mustaqim menekan dahi Bara, mendekatkan telinganya ke hidung Bara, sambil melihat ke arah dada Bara.
Mustaqim mengecek denyut nadi di leher Bara.
Sahriansyah mengangsurkan kotak P3K pada Mustaqim. Mustaqim membilas luka Bara dengan antiseptik lalu membalutnya dengan kain kasa.
Mustaqim memandang Bara dengan tatapan tidak yakin.
Bara berdiri, agak lambat, tetapi tidak tampak kesakitan. Ia hanya terlihat seperti orang kelelahan.
Sahriansyah dan Nanang kembali berpandangan.
Mereka melangkah bersama menuju desa. Sahriansyah di depan. Mustaqim, dengan sebelah tangan memapah Bara di belakang Sahriansyah. Sementara Nanang di paling belakang. Keningnya terus-terusan berkerut sembari menatap punggung Bara.
FADE IN
TITLE
OPENING CREDIT