Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
3G : How To Be Perfect
Suka
Favorit
Bagikan
2. TIGA KEPRIBADIAN DAN TIGA LATAR BELAKANG

4.INT.RUMAH AMBAR - SORE

Ambar keluar dari kamar dan menutup pintu dengan cukup keras.

IBU AMBAR (O.S)

Ambar! Udah ibu bilang kalo nutup pintu itu pelan-pelan! Kalo rusak lagi gimana?

AMBAR

Iya-iya!

Ambar berjalan sambil menguap menuju ruang TV. Dengan wajah lesu khas bangun tidur, ia duduk di kursi kayu di sebelah adik perempuannya yang berumur 7 tahun yang saat itu sedang menonton film kartun. Tanpa memedulikan adiknya yang terlihat fokus menonton, Ambar mengambil remot TV dan memindahkan saluran Televisi itu.

Ambar melirik ciki-ciki yang dipegang adiknya, ia merebutnya begitu saja dan memakan ciki itu.

Merasa diperhatikan, Ambar menoleh ke arah adiknya yang saat itu menatapnya dengan tatapan polos.

AMBAR

(Mengunyah)

Apa liat-liat?

AINI

(Menggeleng)

Enggak.

IBU AMBAR (O.S)

Ambar! Beliin ibu kecap sama terasi ke warung depan!

Ambar menunjukkan wajah kesal.

IBU AMBAR

Ambar!

AMBAR

Iya!

Ambar mengembalikan bungkus ciki yang sudah habis dimakannya itu ke adiknya.

Dengan gerakanan lambat Ambar bangkit dan berjalan menuju dapur. Setelah sampai di dapur ia melihat Ibunya yang tengah sibuk dengan peralatan masaknya. Ambar bersender di dekat rak piring.

AMBAR

(Menengadahkan tangan)

Mana uangnya?

Ibu Ambar menoleh, lalu merogoh saku daster dan menyerahkan selembar uang kertas.

Ambar menerawang uang kertas itu dengan kernyitan di dahi.

AMBAR

Lima ribu? Ya kurang lah, Bu.

IBU AMBAR

Biasanya juga Ibu beli kecap sama terasi harganya segitu.

AMBAR

Uang jalannya mana?

Ibu Ambar menoleh.

IBU AMBAR

Ya ampun, Ambar. Bisa enggak kamu sekaliii aja ikhlas nolongin Ibu. Jangan dikit-dikit langsung minta upah.

AMBAR

Ambar ikhlas, Bu. Tapi, kan warungnya lumayan jauh. Kalo bolak-balik, kan capek. Jadi harus ada ongkosnya buat Ambar beli es di sana. Lagian Ambar enggak tiap hari minta upah-

IBU AMBAR

Udah-udah. Nih... (Menyerahkan uang lima ribu) cepetan Ibu mau masak.

Ambar tersenyum senang.

AMBAR

(Berpose hormat seperti tentara)

SIAP LAKSANAKAN!

Dengan cepat Ambar berbalik dan kembali menuju ruang tamu. Ia mendekati adiknya.

AMBAR

Aini. Kamu mau bantuin Kakak enggak?

AINI

Bantu apa?

Ambar menoleh ke arah dapur, memastikan Ibunya tidak muncul dan melihat mereka.

AMBAR

(Menarik adiknya keluar rumah) Ayo sini.

Aini mendongak menatap Ambar dengan raut bingung.

AINI

Kita mau ngapain, Kak?

Ambar menyerahkan selembar uang 5000 kepada adiknya.

AMBAR

Ini. Beliin Kakak kecap sama terasi ke warung di depan. Cepetan, jangan lama-lama, kalo bisa lari. Kakak tungguin di sini. Ayo sana. (Mendorong pelan bahu adiknya)

Aini berjalan sambil menoleh ke belakang.

Ambar melambaikan tangannya, menyuruh adiknya untuk segera pergi tanpa suara.

Setelah punggung adiknya tak terlihat, Ambar bersandar pada pagar rumah sambil sesekali mengawasi pintu, takut tiba-tiba Ibunya keluar rumah.

Hingga tak lama kemudian, Aini datang dengan setengah berlari ke arah Ambar.

AINI

(Menyerahkan sebungkus kecap dan terasi)

Ini, Kak, kecap sama terasinya.

Ambar mengambilnya, lalu ia menyerahkan selembar uang 5000 yang satunya kepada Aini.

AINI

Buat Aini?

AMBAR

Iya. Buat jajan.

Ambar berbalik berjalan memasuki rumah dan menuju dapur.

AMBAR

Bu, ini kecap sama terasinya.

IBU AMBAR

Taro aja di meja.

Ambar meletakan kecap dan terasi itu di atas meja makan, lalu ia menarik kursi dan duduk di sana memerhatikan Ibunya memasak.

AMBAR

Bu. Ambar pengen berhenti sekolah.

Ibu Ambar mengaduk-aduk sayur, lalu mencicipinya.

AMBAR (CONT'D)

Bu!

IBU AMBAR

Iya.

AMBAR

Ibu dengerin Ambar enggak sih?

IBU AMBAR

(Berbalik mengambil kecap dan terasi di atas meja)

Iya denger. Kemarin-kemarin, kan kamu juga bilang gitu.

AMBAR

Ambar serius, Bu. Ambar pengen kerja aja. Ambar pengen bantu Ibu sama Bapak.

IBU AMBAR

Enggak usah mikirin Ibu sama Bapak. Kamu sekolah aja dulu yang bener. Lulus sekolah, kan bisa langsung kerja.

AMBAR

Pokoknya Ambar enggak mau sekolah!

Ibu Ambar menutup panci sayur. Berbalik menatap Ambar.

IBU AMBAR

Kalo kamu berhenti sekolah di tengah jalan, percuma, dong, perjuangan Ibu sama Bapak bayarin uang sekolah dari kamu SD sampe sekarang. Kamu enggak kasian sama Bapak yang kerja tiap hari banting tulang biar bisa biayain sekolah kamu?

Ambar hanya bisa terdiam mendengar penuturan Ibunya.

IBU AMBAR (CONT'D)

Kalo pun enggak bisa sampe jadi sarjana, tapi setidaknya Ibu sama Bapak bisa liat kamu lulus SMA, jangan kayak Ibu sama Bapak yang sekolah SD pun enggak sampe tamat.

AMBAR

Bu-

BAPAK AMBAR

Bapak pulang!

Ibu Ambar mendongak menatap ke arah ruang tengah yang terhalang dinding dapur. Ibu Ambar menepuk bahu Ambar.

IBU AMBAR

Ibu cuma bisa pesen, jangan sampe ambil keputusan yang nanti bikin kamu nyesel sendiri.

Setelah Ibunya pergi untuk menyambut Bapaknya yang baru pulang kerja, Ambar menghela napas dengan pandangan menerawang jauh.

CUT TO:

5.INT.RUMAH KEKE - MALAM

Keke yang sedang berbaring dengan posisi telentang di atas kasurnya sambil menatap langit-langit seketika menoleh saat terdengar suara pintu diketuk. Tidak lama, pintu kamar dibuka dan menampakkan sosok adik perempuannya yang saat ini berstatus pelajar kelas 6 SD.

KIA

Kak, makan, yuk! Mama udah buatin makan malam buat kita.

Keke kembali mengalihkan tatapannya ke langit-langit kamar.

KEKE

Buat kalian, bukan buat aku.

KIA

Kakak belum makan dari siang, emang Kakak enggak laper?

KEKE

(Melirik adiknya)

Enggak usah nanya-nanya. Udah sana pergi!

Kia tersenyum, lalu berbalik dan keluar dari Kamar Keke, tidak lupa ia kembali menutup pintu dengan pelan.

Perlahan Keke bangun dari tidurannya, lalu duduk. Matanya melirik kantong plastik berisi beberapa bungkus bekas camilan yang sudah habis. Keke lapar. Kemudian Keke melihat jam berbentuk apel yang tergantung di dinding kamarnya. Menunjukan pukul 7 malam.

Suara pintu kamar yang dibuka kembali membuat Keke menoleh.

Dengan senyum ceria Kia berjalan ke arah Keke sambil membawa sepiring nasi beserta lauk pauknya.

KIA

(Meyodorkan piring ke arak Keke) Ini, Kia bawain makan buat Kakak.

Keke tidak langsung mengambil piring itu. Ia hanya menatapnya, lalu melirik Kia.

KEKE

(Menatap sinis adiknya)

Aku nggak minta dibawain makanan, bawa pergi lagi sana.

Keke kembali berbaring dan menutupi seluruh tubuhnya, dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan selimut.

Kia mengerjap menatap Kakaknya, lalu menatap makanan yang dibawanya, dan matanya kembali beralih pada Keke.

KIA

(Menepuk pelan bahu Keke)

Kak, makan dulu. Kalo Kakak sakit nanti gimana?

KEKE

Enggak ada yang peduli. Udah sana pergi!

KIA

Kalo Kakak sakit Papa sama Mama pasti khawatir.

Keke kembali bangun dan menyingkap selimut dengan kasar.

KEKE

DIBILANG PERGI YA PERGI! DENGER ENGGAK, SIH?

Kia menunduk sedih.

KEKE (CONT'D)

Ck! Nyebelin banget, sih.

Keke berbaring dan menutupi tubuhnya kembali dengan selimut.

Kia melirik Keke, kemudian menghela napas pelan. Perlahan Kia bangkit dan keluar dari kamar Kakaknya.

Kia menatap nanar pintu kamar Kakaknya yang sudah ia tutup. Ia menunduk.

KIA

Kakak kenapa benci banget sih sama aku?

Kia kembali menghela napas, lalu menuruni tangga menuju ke meja makan yang sudah ada orang tuanya. Dengan lesu ia duduk dan menaruh piring yang tadi dibawanya ke kamar Keke.

MAMA

Enggak dimakan lagi?

KIA

Iya.

MAMA

Mama bilang juga apa, enggak usah bawain makan ke kamarnya lagi. Nanti malem juga pasti dia berisik lagi di dapur nyari makan sendiri.

PAPA

Udah, ayo cepet makan, Kia. Habis itu belajar, kamu ada PR, kan?

KIA

(Mengangguk)

Iya, Pa.

CUT TO:

Keke membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Menatap jam yang menunjukan pukul 1 malam. Keke bergegas bangkit menuju pintu. Pelan-pelan ia membuka pintu kamar. Ia melongokan kepalanya. Menoleh kanan dan kiri. Atas dan bawah. Tidak ada orang. Lampu di lantai bawah juga sudah dimatikan.

Keke keluar dari kamar. Perlahan menuruni tangga, lalu berjalan ke arah dapur dengan kondisi ruangan gelap. Ia bergegas membuka laci dan menemukan lauk-pauk yang masih tersisa.

Dengan cepat keke mengambil semua lauk pauk itu dan menambahkan nasi. Ia memakannya dengan lahap karena sedari siang sudah menahan lapar.

Setelah selesai makan dengan kondisi berdiri, ia menaruh piring bekas itu asal, lalu mengambil botol minum di dalam kulkas.

Suara grasak-grusuk dari arah jendela tidak dihiraukan Keke. Sedetik kemudian, masih sambil minum, Keke melihat ada dua manusia bertopeng yang masuk lewat jendela dapur.

Dua orang itu yang sedang melancarkan aksinya tiba-tiba terdiam di tempat ketika melihat Keke.

Keke kembali menaruh botol minum itu ke dalam kulkas dengan mata yang terus menatap dua manusia bertopeng.

Mata Keke menyipit, lalu mengambil dua langkah ke depan mendekati dua manusia itu.

KEKE

Kalian berdua mau maling, ya?

Pertanyaan Keke membuat dua manusia itu saling melirik. Salah satunya kembali menatap Keke, kemudian mengangguk yang langsung dihadiahi pukulan di kepala dari maling satunya lagi.

KEKE

(Mengangguk-angguk)

Beneran maling ternyata.

Keke menunjuk vas bunga besar yang berada di ruang tengah.

KEKE

Itu vas bunga kesayangan Mama. Didapat dari pelelangan minggu kemarin. Harganya 50 juta, kalo kalian mau, ambil aja ya, aku mau tidur.

Setelah mengatakan hal itu, Keke berbalik dan kembali ke kamar.

Sedangkan dua manusia bertopeng itu menatap Keke dengan wajah cengo.

COT TO:

6.INT.RUMAH TIAR - MALAM

Tiar duduk lesehan menonton TV sambil memakan mie instan dengan gerakan lambat. Ia melirik ke arah Bapak yang terlihat sedang menendang-nendang samsak berdiri.

BAPAK TIAR

Tiar udah beres makannya? Ayo latihan lagi.

Tiar menunjukan mie-nya yang tinggal setengah.

TIAR

Belum.

BAPAK

Ya udah, cepet beresin makannya. Abis itu latihan lagi.

TIAR

Gimana kalo latihannya dilanjut besok lagi? Tiar capek.

BAPAK TIAR

Bapak bakal ijinin kamu istirahat kalo kamu udah bisa ngalahin Bapak.

Tiar melirik Bapaknya itu.

TIAR

Bapak kenapa sih terobsesi banget biar Tiar bisa ngalahin Bapak? Mana bisa Tiar ngalahin Bapak. Secara, Bapak itu, kan mantan pelatih Karate. Lagian, Tiar juga udah hafal gerakan-gerakan yang Bapak ajarin, kok.

BAPAK TIAR.

Belajar bela diri itu bukan sekedar menghafal gerakan, tapi juga harus diiringi tenaga yang kuat. (Menunjuk otat tangan)

Tiar menghela napas, lalu menaruh mangkok mie-nya yang sudah habis. Ia bangkit dan menghampiri Bapak.

TIAR

(Menggulung lengan kaos) Ayo! Sekarang Tiar udah siap buat ngalahin Bapak.

Tiar memasang kuda-kuda dan menatap Bapak dengan mata menyipit. Tiar melancarkan tendangan yang berhasil dihindari oleh Bapak. Serangan-serangan lain dilancarkan Tiar secara bertubi-tubi, namun lagi-lagi Bapak bisa menghindar. Kali ini giliran Bapak yang melakukan serangan, hanya dengan sekali serangan, Tiar berhasil dilumpuhkan dan dibanting ke materas. Tapi, tiba-tiba Bapak berteriak kesakitan membuat Tiar bingung.

TIAR

Tiar yang dibanting kenapa Bapak yang teriak?

Bapak memegangi pinggangnya dengan tubuh yang sedikit membungkuk.

BAPAK TIAR

Encok Bapak kumat lagi.

Bapak berjalan menuju kursi kayu di depan TV sambil terus memegangi pinggangnya.

Tiar bangkit berdiri dan menatap Bapak.

TIAR

Lagian, Bapak udah tua sok-sokan pake gerakan kayak tadi.

BAPAK TIAR

Kamu ngeledek Bapak?

Tiar cengengesan.

TIAR

Bercanda, Pak. Tiar ambilin salep buat Bapak, ya.

Tiar bergegas ke arah dapur dan mengambil salep pereda nyeri sendi dari laci, kemudian ia berbalik menuju Bapak berada.

TIAR

(Menyerahkan salep)

Nih, salepnya.

BAPAK TIAR

(Mulai mengoles salep di pinggang)

Kayaknya besok Bapak harus pergi ke tukang urut.

Tiar hanya tersenyum menanggapi ucapan Bapak. Pandangannya beralih ke layar televisi yang sedang menayangkan sebuah film. Senyum Tiar perlahan menghilang saat film itu berganti scene yang memperlihatkan suasana keluarga lengkap yang sedang makan bersama sambil melempar lelucon satu sama lain.

Tiar menunduk dan bangkit dari sana setelah ia berpamitan pada Bapak untuk ke kamar. Setelah sampai di kamar, Tiar langsung menutup pintu dan bersandar di sana.

Tiar mengeluarkan kalung yang selalu dipakainya sejak kecil dari balik baju. Ia menatap bandul kalung yang membentuk nama 'MUTIARA'.

Tiar tersenyum lirih menatap kalung yang sudah ada bersamanya sewaktu bayi. Ya, kalung pemberian orang tuanya.

Tiar menggenggam kalung itu dengan mata memejam menahan air mata yang sudah di pelupuk.

TIAR

Tiar kangen. Tiar pengen ketemu sama Ayah sama Ibu. Tiar pengen tau wajah Ayah sama Ibu. Tiar pengen tau kenapa Ayah sama Ibu buang Tiar.

Air mata Tiar lolos. Tiar menunduk dalam-dalam dan menangis tanpa suara.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar