Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Tiket
0
Suka
8
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

 

TIKET

penulis Teguh Santoso 

Lapas Jakarta Timur 11.18 wib

Jakarta sedang terik. Benderangnya siang itu seperti godlight bagi para narapidana yang dibebaskan dalam program asimilasi pencegahan dan penyebaran virus corona.

Tangan Supir Taksi memegangi foto seseorang di pintu pagar Lapas, dimana para narapidana yang dibebaskan dari Program Asimilasi itu, keluar satu per satu. Diperhatikan dengan seksama oleh Supir Taksi itu siapa saja yang keluar. Foto orang yang ditangannya masih belum tampak. Rupanya paling terakhir dia keluar. Sosok berbadan kekar penuh tato di hampir seluruh tubuhnya. Orang itu berjalan dengan tenang. Hanya berkemeja lengan pendek ketat tanpa dikancingkan bagian dadanya.Didalamnya kaos oblong yang sudah lusuh. Dia melihat kearah jam tangannya. Jam tangan jadul berwarna perak. Tidak ada sanak famili yang menjemputnya seperti halnya narapidana yang lain. Dia juga tidak tahu mau kemana dia pergi.

Supir Taksi yang masih memakai masker itu bergegas menghampirinya dan bertanya.

“Bang MB ya?”

MB terhenti memperhatikan raut muka supir taksi itu.

“Elu siapa?”

Supir taksi itu menyodorkan foto profile dirinya. MB menerima dan melihat foto dirinya.

“Lihat dibaliknya Bang”

MB membalikan fotonya dilembaran itu terbubuhi stempel bergambar stilisasi tokek. MB langsung memahami, supir taksi ini pasti suruhan mantan Bosnya.

“Mana mobil lu?”

“Disitu Bang, mari Bang, itu dibawah pohon yang itu mobilnya.”

MB mengikuti supir taksi itu hingga ke mobilnya dimana diparkir. Supir taksi membukakan pintu belakang mobilnya. MB langsung masuk kedalam taksi itu.

11.22 wib

Supir taksi masuk kedalam mobilnya, menyiapkan diri di depan stir, menstarter mobil dan segera menjalankannya. 

“Maaf Bang, AC nya baru dinyalain, masih gerah pasti, soalnya saya menunggu sedari tadi. Jadi saya matiin”

“Punya rokok gak lu?”

“Ada nih ada Bang, kretek mau, Bang.”

“Mana?”

MB membuka jendela taksi, supir taksi itu spontan mematikan AC nya dan menyodorkan bungkusan rokok kretek murahan yang tinggal separo beserta korek gasnya. MB menerimanya dari dan mengambil sebatang serta menyulutnya.

“Maaf nih Bang saya pakai masker terus. Bukan gak ngormati Abang. Tapi lagi musim corona begini, kalau gak pakai masker bisa kena tilang Bang. Istri saya juga kuatir kalau saya narik terus takut ketularan Corona. Jadi saya pakai sarung tangan terus. Tiap pulang saya juga disuruh mandi dulu. Sabunan biar gak kena corona. Kadang 2 atau 3 hari baru ke rumah mertua.Istri sama anak-anak saya masih ikut mertua di depok Bang. Ya saya tidur di mobil terus cari parkiran selama ini. Mau PSBB gimana kan banyak orang kita kayak ayam Bang. Cari duit hari ini untuk makan besok ama lusa, jadi kalau gak kerja bisa gak makan. Tiket penyambung hidupnya dari jadi buruh. Mau gak mau terancam kena corona. Tahu gak Bang, yang kena corona udah 10 ribuan lebih.”

Handphone Supir taksi itu berdering. Diangkatnya dan Supir itu hanya jawab, sudah, Pak, iya iya sudah, ini lagi otewe kesitu Pak, oh iya iya Pak… baik.. boleh.. boleh… Supir taksi itu menyodorkan handphonenya ke MB.

“Ada yang mau bicara Bang.”

“Siapa?”

“Yang nyuruh saya jemput Abang di Lapas”

MB menerima handphone itu dan menempelkannya ditelinganya sambil menikmati sebatang rokok.

“You dengerin aja semua omongan dari handphone, denger baik-baik selama telfon dari handphone si supir taksi itu, ngerti?”

“Hmmm..”

“You ikut Supir taksi itu, semua sudah ditanggung. Makan rokok pesangon udah diatur sama supir taksi itu. Pesangon you ntar dikasih sama Supir taksi itu, didalam kado kecil berpita merah. Supir taksi akan ngajak you makan dulu di restoran kesukaan you dan akan membelikan rokok kesukaan you satu slop, menyerahkan kado pesangon itu, dan mengantar you ke tempat you menjalankan tugas sebagai timbal balik tiket you keluar tahanan”

“Boleh Tanya?” MB melirik ke supir taksi yang melintasijalanan lenggang dari arah Jakarta Timur menuju Jakarta Selatan.

“You mau tanya apa?”

“Ini semua apa maksudnya.”

“Ini semua tiket atas permintaan anak you. Anak you yang memohon-mohon supaya si Bos bayar tiket untuk you bisa bebas ikut asimilasi corona. Dan untuk membebaskan you tiketnya berlapis-lapis. You mestinya bersyukur sama anak youyang pinter ngebujuk Bos untuk membebaskan you. Kalau enggak, you gak akan dibebaskan. Paham?”

“Iya ngerti.”

“Nah untuk you bisa kembaliin semua ongkos tiket dan pesangon serta tetek bengeknya itu, Bos minta you jalani satutugas yang menurut Bos cuma you yang bisa jalani ini. Paham?”

“Iya.”

“Oh iya anak you juga titip handphone bekas didalam kado pesangon katanya buat videocall sama you, jangan lupa telfon anak you, dia nungguin. Paham?”

“Iya.”

“Yang terakhir you jangan macem-macem dengan semua yang udah diatur sama Bos. Resikonya tiket itu dibayar nyawa anak you, kalau you berani ingkar atau menyimpang dari yang udah ditentuin. Paham?”

“Iya Oke.”

“Seneng-seneng dulu lah you, pesangonnya cukup kok, ntar malam supir taksi itu akan nganterin you sesuai rencana. Dan inget jangan sampai you ketular corona”

Handphone dimatiin dari penelfon. MB menghembuskan asaprokok dengan memikirkan sesuatu. Rupanya dia bebas dengan tiket yang dibayar mantan Bosnya atas upaya anaknya. Dalam benaknya terpikir, bagaimana anaknya bisa ketemu mantan Bos nya. Sesuatu yang aneh buat MB. Handphone disodorkan kembali ke Supir taksi. Supir taksi menerimanya dan mengantonginya kembali.

“O iya Pak.”

Supir taksi itu sambil tetap menyetir mobilnya, tangan satunya merogoh tas kecil berisi kado berpita merah. Kado berlapissampul hitam berpita merah itu diserahkan ke MB.

“Ini Bang, kadonya, katanya setelah telfonan sama Abang disuruh ngasih.”

MB menerimanya.

“Dan ini satu slop rokok kesukaan Abang”

MB menerimanya lagi tapi langsung digeletakkan seslop rokoknya itu di jok sebelahnya yang kosong. Dia masih terus mengabiskan rokoknya, dia lebih ambisi untuk segera membuka kado itu. Dibukanya kado itu. Sampul hitamnya itu segera dikelupasnya. Didalamnya terdapat amplop berisi uang sekitar 1 atau 2 juta berupa lembaran seratus ribuan, yang hanya dilirik dari pintu amplop dan belum dihitungnya. Amplop uang itulangsung dimasukkan ke dalam kantong celana MB. Dia lebih mengutamakan membuka kardus obat batuk dari dalam kado itu.Yang sudah dia tahu isinya handphone bekas dari anaknya.Bungkus obat batuk itu dibukanya. MB mengeluarkan handphone bekas itu. Dia mengaktifkan handphone itu dari switch on/off nya. Menunggu hingga handphone itu siap dioperasikan. Begitu rokoknya habis, handphone itu berbunyi notifikasi WA masuk. MB membuang puntung rokoknya dari jendela taksi yang terbuka. Dia memencet membuka pesan dari WA. Terdapat chat dari anaknya. Dipencetnya lagi chat WA anaknya itu. Disitu tertulis, ‘kalau Ayah sudah membaca pesan ini, Ajeng mau videocall kangen sama Ayah”. 

Sesungguhnya raut wajah MB sangat terharu dengan upaya anaknya itu. Tapi dia berusaha menghapus segala keterharuannya itu. Karena tiba-tiba berdering videocall dari Ajeng. MB langsung menerimanya. Terlihat dari videocall itu,putri satu-satunya yang manis jelita itu sudah gadis.

“Ayah, Ajeng kangen banget sama Ayah.”

“Iya Nak. Ayah juga kangen sama Ajeng”

“Ajeng sebel sama Bunda gak bolehin Ajeng jenguk Ayah lagi, sejak Bunda pasrah gitu aja jadi istri simpanan si Babeh tuwekitu. Tapi tahu gak Ayah. Pacar Ajeng yang bantuin Ajeng ketemu mantan Bos Ayah yang dulu. Jadi Ajeng bisa lihat Ayah lagi. Ajeng yakin Ayah bisa kembaliin biaya tiket bebas Ayah dari tahanan. Ceritanya gini Yah. Waktu Ajeng denger ada program asimilasi pembebasan narapidana selama wabah covid 19 ini, Ajeng curhat sama pacar Ajeng. Eh dia rupanya diem-diem bantuin Ajeng untuk ketemu Om Ongki Bos Ayah yang dulu. Ajeng bujuk dia, untuk bayarin tiket asimilasi, eh gak tahunya dia lagi butuh orang seperti Ayah katanya. Ajeng minta maaf gak bilang sama Ayah dulu. Abis Ajeng sudah kangen banget pingin makan bareng sama Ayah. Di tempat langganan kita dulu Yah, Nasi Liwet kesukaan Ayah di Mpok Pinah. Sudah 4 tahunan ya kita gak makan disitu lagi. O iya Ayah, kata Papitahun depan Ajeng mau dikuliahin, kalau Ajeng bisa lulusperingkat 10 besar. Doain ya Ayah.”

“Pasti Nak. Ayah doain”

“Tapi…”

“Tapi kenapa..”

“Ajeng gak suka dikuliahin sama Papi. Emang sih semua yang Bunda perlukan, yang Ajeng butuhkan dikasih semua sama Papi. Tapi Ajeng bujuk Om Ongki supaya bebasin Ayah, siapa tahu Ayah dapat kerjaan terus dari Om Ongki jadi bisa kuliahinAjeng dari Ayah kandung sendiri. Soalnya males sama Papi kalau butuhnya saja, kasihan Bunda. Tapi Ajeng sih gak maksa,Ajeng gak mau nuntut, Ajeng ngerti gimana Ayah, itu kalau Ayah bisa aja kalau gak bisa yang penting Ayah bisa jaga jangan sampai masuk lagi.”

“Iya Ayah juga inginnya begitu. Doain Ayah juga. O ya itu kok bungkusnya kardus obat batuk.”

Ajeng ketawa ngakak.

“Kok ketawa?”

“Biar Bunda gak curiga, alasannya gosend obat batuk buat temen, kalau pakai bungkus handphone bisa ketahuan Bunda.”

“Oh gitu, dasar kamu.”

“O ya Ayah jangan sampai tertular Corona. Pakai masker. Beli handsanitezer. Ya udah Ayah selesaiin dulu urusan Ayah sama Om Ongki, Ajeng gak bisa lama-lama, ntar ketahuan Bunda bisa ribet sama Papi. Dadaaa Ayah. Kabari kalau udah bisa makan nasi liwet bareng. Titidije ya Yah”

Videocall dimatiin oleh Ajeng. MB masih menatap layar handphone yang blank itu. Hanya refleksi dirinya yang menahan haru disitu.

“Putrinya ya Bang.”

MB hanya terdiam tidak menjawab. Supir taksi memahami. Dia ikut diam. Melirik ke spion belakangpun tak diniatkannya.

Nasi Liwet Mpok Pinah, Jakarta Selatan 11.52 wib

Taksi memperlambat jalannya untuk berparkir di Nasi Liwet Mpok Pinah. Restoran rumahan bertuliskan sederhana dari papan triplex Nasi Liwet Pinah yang menempel diatas jendela-jendela kayu. Di depan resto itu terparkir ojek on line yang antri pesanan take away. 

MB keluar dari taksi. Sekalipun pikirannya masih terpaut kata-kata putrinya itu, dia terus berjalan menuju resto itu. Supir taksi mengikutinya. Semua ojek on line memakai masker menunggu layanan pesanan bergiliran. Meskipun puasa, masih banyak berdatangan memesan nasi liwet yang dikenal enak itu. Di dinding resto itu tertulis satu meja untuk satu orang. MB memasuki resto itu. MB mencoba merubah murungnya itu untuk menutupi perasaannya. Karyawan yang mengenalnya langsung menyapa MB.

“Om gimana kabarnya?”

“Gue mah dari dulu fine-fine aja Bro. Menu biasa ya.” MB mengalihkan ronanya dengan senyumnya yang renyah

“Saya juga samain aja, Bang saya makan disini saja di meja luar” ujar Supir taksi.

“Sini-sini Om masuk kedalam tempat Om yang biasa, maklum lagi PSBB Om”

Karyawan itu berjalan masuk kedalam ruangan makan khusus tempat langganan khusus yang makan disitu. Lelaki berumuran 50 an tahun itu mengikut karyawan yang memandunya masuk ke ruang langganan. MB duduk sendiri di ruang makan yang dekornya unik tradisional itu. Lesehan dengan lampu gantung besi dengan bentuk ukiran. Dindingnya juga belum berubah, masih batu bata merah yang belum disemen mirip seperti bangunan pedepokan di kasepuhan Cirebon. Dari kisi-kisi kaca jendela terlihat Supir taksi itu berjalan memasuki ruangan itu.

“Nih Bang, rokoknya kalau Abang gak bawa,” Supir taksi itu meletakkan bungkus rokok dan dia hanya mengambil sebatang diselipkan di telinganya. 

MB masih terdiam saja. Dia hanya memikirkan tentang tiket.Tiket dia keluar yang belum dilunasi. Tiket kuliah untuk putrinya yang harus dicari. Dengan tiket semacam apa dia harus melunasinya terlebih dahulu. Tugas apa yang harus dia jalani untuk melunasi semua itu.

Mendengar handphone Supir taksi yang berdering, MB melirik ke jendela kaca. Supir taksi itu sambil menjawabi telfon berjalan kearah ruangannya lagi. Di dalam ruang itu, Supir taksi menyerahkan kembali handphone kearah dimana MB duduk bersila di ruang lesehan itu.

“Iya hallo,” jawab MB 

“You habis makan langsung ambil barang di Tangerang. Supir taksi itu sudah tahu alamatnya. Inget itu barang mesti you telan, 8 bungkusan plastik kecil you telan, dan esok harinya you bisa keluarin saat you BAB dan you bersihin plastiknya. You pindahin isi barang ke plastik yang baru dan bersih. Pemesan besok datang ngambil barangnya. You kasih pada pemesan.Begitu pemesan sudah bawa and kabari Bos, utang tiket you keluar lunas. Ngerti gak you?”

“Iya paham.”

“Nah sekarang you makan tuh nasi liwet yang pedes biar besok you bisa keluarin itu barang dari dalam perut you. Satu lagi you catat nomor ini nanti kabari kalau you udah jalan. You catat juga nomor handphone supir taksi itu, karena dia tidak nungguin you ambil barang. Begitu barang selesai you telan, you telfon supir taksi untuk jemput you lagi. Harus paham”

Handphone dimatikan si penelfon. Pelayan resto sedang menyajikan nasi liwet ala sunda dengan menaburkan nasi diatas daun pisang dan meletakkan mangkok-mangkok kecil berisi berbagai lauk pauk serta sambel khasnya yang pedas.MB mengeluarkan handphone dari anaknya dan mencatat nomor penelfon dari handphone Supir taksi, juga mencatat nomor telfon supir taksi. Lantas MB mengantongi kembali handphone dari anaknya itu dan meletakkan handphone si supir taksi. Kobokan yang ditaruh didekatnya segera untuk mencuci tangannya. MB melahap makanan itu tanpa sendok. Dan terutama menyertakan sambal setan itu yang banyak. Pikiran MB hanya satu tiket utangnya keluar penjara segera lunas.

12.22 wib

Dalam beberapa menit MB menyudahi makannya. Menyulut rokoknya. Melirik jam tangannya. Dalam beberapa hisapan rokok dia mengamati Supir taksi. Tak lama dia mengkode Supir taksi yang usai makan untuk segera membayar ke kasir. MB menghabiskan segelas minumannya sebelum bangkit dari tempat itu.

12.26 wib

MB berjalan keluar dari resto itu diikut Supir taksi. Mereka memasuki taksi. MB mengirimkan SMS ke penelfon tadi kalau dirinya on the way. Taksi meluncur ke lokasi yang dituju.Handphone MB berdering. Dia mengeluarkan handphone itu dan melihat putrinya videocall lagi. MB langsung mendial yes menerima panggilan videocall itu. 

“Ayah”

“Iya Nak”

“Ayah abis makan di nasi liwet ya.”

“Tahu darimana?”

“Itu keringat Ayah sejagung-jagung di dahi.”

MB tersenyum dan mengelap keringat di dahinya.

“Enak ya Yah.”

“Masih enakan dulu perasaan.”

“Masa… karena lama Ayah gak kesitu apa karena gak ada Ajeng ya.”

“Bukan. Mungkin tukang masaknya udah ganti.”

“O ya? Ajeng jarang kesitu lagi sih.”

“Iya nanti kalau urusan Ayah selesai kita kesitu sama-sama.”

“Asik. Udah gak sabar nih ditraktir Ayah.”

“Ini Ayah lagi ada tugas,” MB bicara setengah berbisik, “Tugas ini selesai tiket keluar Ayah lunas”

“Apa? Gak denger.”

“Nanti Ayah telfon lagi, Ayah lagi dalam perjalanan.”

Ajeng memberi kode jangan ngomong keras-keras ntar supir taksinya denger. Ajeng mengulangi tentang apa yang diomongkan Ayahnya. MB tambah bingung dengan polah anaknya yang penuh isyarat keABGan itu. Lalu Ajeng menuliskan kertas kosong dengan spidol ; Kalau Tugas yang sekarang selesai, berarti tiket keluar dari penjara lunas?. Tulisan itu ditunjukkan kearah Ayahnya. MB tersenyum dan mengangguk. Ajeng kegirangan. Tapi dia menahan suaranya kuatir didengar Bundanya.

“Ciyus Yah?”

MB mengangguk dengan pasti.

“Berarti besok atau lusa bisa traktir buka puasa di Nasi Liwet Mpok Pinah dong.”

MB mengangguk dan tersenyum penuh gembira.

“Boleh ajak pacar Ajeng gak Yah. Sekalian mau ngenalin ke Ayah. Dia pacar Ajeng dari SMP sampai sekarang. Dia baik kok Yah.”

“Boleh, kenapa tidak?”

“Beneran?”

“Beneran”

“Bentar-bentar ada telfon dihandphone Ajeng satunya, ini kalau gak Bunda pasti Papi yang telfon, mereka belum tahu kalau Ayah keluar, bentar ya Yah.” Ajeng mengeluarkan handphone pinknya dari tas. MB hanya memperhatikan dari videocall itu putrinya sudah terpenuhi segala kehidupannya. MB jadi merasa bersalah. Kesalahan yang sejak awal terpikirkan. Seharusnya daitidak berhubungan dengan anaknya. Harusnya dia ikhlas membiarkan istrinya jadi simpanan orang asalkan anaknya terpenuhi kebutuhannya. Harus sadar diri apa artinya seroang preman buat tiket keluarga. Tiket keluarga yang selama ini dia upayakan hanya mengantarkannya ke dalam penjara. Namun dia kini bebas atas tiket permintaan anaknya. Dia tidak bisa menyalahkan anaknya. Itu juga kesalahannya. Dulu terlalu sayang pada anaknya. Seharusnya seorang pengangguran dengan skil terbatas tidak jatuh cinta untuk berkeluarga.Keterdesakan menjalankan kehidupan preman bersama teman-temannya hanyalah ego darah mudanya yang berlebiha. Semua pikiran-pikiran itu terputar kembali dalam benak MB. Singkat mikirnya semua itu hanyalah takdir, bisik renungan MB. Tapi sebenarnya sekarang MB bersyukur, anaknya tumbuh sesuai kebutuhan yang selayakanya harus dia terima sesuai usiaanaknya itu. Dan dia hanya bisa mengamati kehidupan putrinyayang tercukupi itu dari videocall.

“Iya Pih, iya lagi siap-siap… iya kalau Bunda makan malam sama Papi, jangan lupa kirimin buat buka puasa Ajeng, iya iya… daa Papi.”

Ajeng mematikan handphone pink. Kemudian kembali mengambil handphone satunya yang sedang videocall dengan Ayahnya.

“Ada apa Nak”

“Biasa Papi ngingetin khursus bahasa inggris bentar lagi.”

“Kamu diantar siapa kalau berangkat kursus?”

“Kursus On Line Yah, live gitu di laptop kayak sama Ayah gini”

“Oh..”

“Ayah, Ajeng siap-siap kursus dulu ya nanti Ajeng telfon lagi”

“Iya Nak”

Ajeng mematikan videocallnya. Giliran handphone supir taksi itu berdering kembali. Supir taksi mengangkatnya.

“Siap.. iya, gak jadi ke Tangerang ya, oke arah Ciputat. Siap Bos, Guest House Bougenville ya.. baik Bos, nomor 227.. siap.. meluncur sekarang”

Supir taksi memutar arah ke Ciputat seraya menyimak barcode diterima di WA nya. Seraya meluncur ke tujuan dia mengantongi handphonenya kembali.

“Lokasinya dirubah arah Ciputat Bang”

“Lebih deket lebih bagus lah."

12.44 wib

Taksi sampai di jalur arah Ciputat. Supir taksi itu mengamati bangunan di sebelah kirinya. Mengamati tanaman rimbun yang dimaksud dalam pertelfonannya dengan Pak Bos misterius yang selalu menelfon dan memberikan instruksi maupun petunjuk.Supir taksi itu memang cermat pendengaran dan menerima segala instruksi, pentunjuk serta arahan Pak Bos penelfon misterius itu.

Begitu mendapati gambaran yang dimaksud, Supir itu membelokkan memasuki penginapan yang tersembunyi oleh tanaman teh-teh an yang memagari seluruh bangunan Guest House itu. Taksi itu berhenti di gerbang keamanan yang diportal.Supir taksi membuka jendelanya. Dia mengeluarkanhandphonenya. Membuka gallery dari handphonenya memencet gambar barcode yang diterimanya. Barcode dari handphonenya itu ditempelkan ke alat scan yang terpasang pesis dekat pintu supir mobil. Portal segera terbuka secara otomatis. Mobil taksi memasuki Guest House itu. Mobil mengitari area Guest House mencari nomor penginapan 227. Sesampainya di nomor itu, mobil taksi berhenti.

Guest House 12,48 wib

MB langsung keluar dari taksi dan melangkah menuju pintu Guest House 227. Sementara itu, mobil taksi keluar lagi dari area itu. MB mengetuk pintu. Pintu langsung dibukakan oleh seorang Wanita berambut poni dengan memegang pistol kecil. Dia berpakain rok mini ketat tanpa memakai alas kaki. Kaosnya yang tipis dari bahan yang terlihat bermerk merupakan you can see yang berhasil memastikan dirinya tidak mengenakan bra. Pistol kecilnya diselipin pas di depan pusarnya.

“Masuk,” perintah Wanita itu

MB masuk kedalam guest house itu. Pintu ditutup kembali samawanita itu. Seseorang berbadan cungkring menyodorkan kardus kecil, MB menerimanya. Si Cungkring sepertinya mulesperutnya dan langsung ke toilet. Wanita itu menyerahkan segelas minuman air putih. MB juga meneriman gelas itu. Dia langsung letakkan gelas itu di meja kecil disebelah kakinya berdiri.

MB membuka kardus kecil yang berisi 8 bungkusan bubuk putih bercak hitam dalam plastik kecil-kecil. Orang itu gak banyak ngomong hanya menatap MB menunggu melakukan sesuatu.

12.56 wib

MB segera menelan satu per satu bungkusan bubuk kecil itu.Mendorongnya dengan minuman. Menelannya lagi. Tersendak sesaat. Menjedanya sebentar. Menelannya lagi dengan dorongan air putih yang diminumnya. Wanita berponi itu menghitungnya berapa yang sudah ditelannya. MB menelannya untuk terakhir kali. Meminumnya air putih itu banyak-banyak untuk mendorong semua plastik yang ditelannya masuk kedalam perutnya. Seusai menelan MB langsung mendial nomor handphone supir taksi . Wanita berponi itu mengambil kembali kardus kecil dari tangan MB. Dia memeriksa kardus itu sudah tidak ada isinya. Tangan MB juga ditarik dan diperiksa oleh Wanita berponi itu.. Tidak terdapat satupun bungkusan plastic yang disembunyikan MB. Handphone ditempelkan kembali ke telinga MB. Supir taksi mengangkat handphonenya dengan hanya mendengarkan.

“Jemput lagi sekarang,” ujar singkat MB yang langsung mematikan handphonenya.

“Ingat,” instruksi si Wanita itu,”plastik pembungkus bubuk itu hanya kuat bertahan di dalam perut elu selama 24 jam. Lebih semenit saja plastik itu pasti pecah. Bubuk itu punya 2 kemungkinan, lu langsung mati atau imunitas lu kebal. Tapi kalau 8 bungkus itu pecah semua didalam perut elu bisa kacau yang terjadi. Jadi mesti disiplin. Sebelum waktunya harus lu keluarin bagaimanapun caranya.”

“Itu saja?” tanya MB sambil melihat jam tangannya.

“Itu saja,” jawab Wanita berponi rambut cepak. MB berbalik badan ke pintu dan langsung keluar dari tempat itu.

13.00 wib

Mobil taksi yang hanya mengitari area itu kembali lagi menjemput MB. MB telah menunggu di depan penginapan 227 saat mobil taksi itu merapat mendekatinya. Begitu taksi berhenti, MB langsung masuk kedalam taksi dan segera meluncur ke tujuan berikutnya. 

Handphone MB berdering, dilihatnya putrinya menelfon lagi.

“Ayah dimana?”

“Lagi tugas.”

“Udahan ya?”

“Belum.”

“Kok belum.”

“Baru juga ngambil.”

“Oh gitu.”

“Besok sore mungkin kita bisa buka bersama di Nasi Liwet Mpok Pinah.”

“Wuih asik nih, boleh,, boleh.. tadi Ajeng juga sudah kabari pacar Ajeng, dia siap kapan aja kok. Emang Ayah besok tinggal dimana?”

“Nanti malam Ayah kabari dimana Ayah tinggal.”

“O ya udah kabari aja ya Yah, tapi jangan telfon, biar Ajeng aja yang telfon Ayah.”

“Biar Ayah jemput Ajeng saja besok.”

“Kan Pacar Ajeng yang mau jemput, udah punya pacar, jadi Ayah gak repot lagi.”

“O iya ya, emang lagi PSBB gini boleh boncengan sama yang bukan keluarganya.”

“Ya Ajeng kan bisa ngaku dia Om Ajeng.”

“Bukannya tadi Ajeng bilang seumuran sama Ajeng?”

“Macarinnya Ajeng dari Ajeng SMP tapi jadian waktu dia mau lulus SMA. Sekarang dia udah mau selesai kuliahnya.”

Tanda low bat berkedip dari handphone MB.

“Hape Ayah low bat tuh.. cas dulu Yah.. ntar telfonan lagi. Daa Ayah..”

Handphone MB mati abis baterai. Dia mencari bungkus obat batuk tadi, dicarinya charger untuk handphone.

“Abang nanti turun di Apartemen. Cuma disuruh ngedrop di depan gerbang. Abang disuruh ke kedai kopi, ada yang jemput Abang nanti. Barang-barang Abang disiapin jangan ada yang ketinggalan. Kalau ada yang ketinggalan ya telfon ke hape saja pasti saya antar. Kalau Abang butuh apa-apa juga bisa telfon saya, apapun yang bisa saya bantu. Pokoknya telfon aja kalau ada perlu Bang. Oya ini tas kecil ini bisa untuk ngemasi barang-barang Abang”

MB menemukan chargernya didalam kardus obat itu. Dikemasi semua barang miliknya dimasukin ke dalam tas kecil pemberian supir taksi itu. Kardus obat batuk, charger, handphone dan satu slop rokok. Amplop pesangonnya juga dicek masih didalam kantong celananya. Mobil taksi mendekati apartemen dibilangan area yang dikelilingi pepohonan asri. Handphone supir taksi berdering lagi. Supir taksi langsung mengangkatnya, “Ya Bos, udah mau sampai apartemen Bos…baik Bos” Sopir taksi itu menyodorkan handphonenya kearah MB yang duduk dibelakangnya.

“Iya bentar lagi sampai. Gimana?”

“You inget-inget instruksi si Poni, sebelum 24 jam itu mesti you keluarin. Sekarang dengerin. You turun dari taksi. You ke kedai kopi Mister Item, disana ada wanita bernama Adelia menunggu you. Wanita itu tipe kesukaan you banget.. Dia udah pegang kunci kamar apartemen you. Dan dia akan menemani you 24 jam sampai tamu kita besok datang. Jadi you tidak usah kemana-mana. Seneng-seneng aja sama itu wanita. Tapi ingat, you sama wanita itu tidak boleh keluar-keluar. Semua makan you sudah diatur pengiriman gofood, dan sudah diatur pengiriman ke unit you tinggal. You jangan cerita apapun tentang yang ada didalam perut you. Termasuk Adelia tidak boleh tahu. Dia itu juga tidak boleh ketemu tamu kita.Kalau tamu kita mau datang, usir aja wanita itu. Dia udah lunas.Jadi bisa you apain aja boleh. You mau minta apa aja pasti dia lakuin. Itu saja dulu. Kabari kalau sudah di kamar sama wanita itu. Harus paham”

Handphone dimatikan penelfon. MB mengembalikan handphone itu ke Supir taksi.

Apartemen Jakarta Selatan 13.33 wib

Mobil taksi sampai di area apartemen yang dikitari pohon-pohon besar. Taksi berhenti di tikungan arah masuk gerbang apartemen. MB turun dari mobil taksi dan melangkah kearah pintu gerbang apartemen. Mobil taksi langsung pergi meninggalkan tempat itu.

MB tidak asing lagi dengan apartemen itu. Dia masih ingat dimana kedai kopi yang dimaksud. Sehingga arah langkah kakinya tidak mencurigakan karena langsung menuju kios-kios yang berjajar di apartemen itu. Satu-satunya kedai kopi itu bersebelahan dengan salon dan laundry. MB memasuki kedai kopi itu. Dia mau memesan kopi.

“Bang MB ya?” wanita itu menjulurkan tangannya, “Kenalin, Adelia”

MB menjabat tangan wanita bertubuh sintal itu.

“Udah gue pesenin kopi kok, nih” Adelia menunjukkan tentengannya. “Gimana kalau kita ngopi ngerokoknya di dalam aja yuk..”

Adelia berjalan menggandeng tangan MB keluar dari kedai kopiitu.

“Tangan elu kok anget gini”

“Iya kemarin baru masuk angin tapi belum sembuh juga.”

Berdua terus bergandengan menyusuri koridor kios-kios itu menuju arah bangunan apartemen. Tangan MB mengikuti saja mau dibawa kemana sama wanita yang berumuran setengah dari umurnya MB itu. Adelia yang tampak familiar dengan apartemen itu berbelok di tikungan los kios melangkah ke sebuah tangga besi.

“Lewat tangga sini aja Bang. Kita masuk dari lobby belakang jadi bisa langsung kearah lift.”

Berdua menyusuri tangga yang berujung pada lift belakang lobby apartemen itu. Adelia memencet tombol open lift itu.Beberapa saat lift terbuka dan berdua memasuki lift itu. Adelia scan card lift dan memencet lantai 18. 

“Pasti Abang sehari capek, nanti Adel pijitin dulu yah”

“O iya tolong kabari yang nyuruh lu nyervice gue, bilang hape gue low bat, bilang gue udah ama elu di kamar.”

Adelia mengeluarkan handphonenya dan mengetik dalam chat WA. 

Apartemen lantai 18 nomer 28 pukul 13.43 wib

Lift berhenti di lantai 18. Pintu terbuka. Mereka berdua jalan keluar. MB masih digandeng wanita itu melangkah menuju kamarnya. Adelia menghitung tulisan nomor kamar satu per satu hingga mendekati kamar nomor 28 sesuai kunci yang dibawanya.

“MB itu apa sih Bang?”

“MasBro.”

“Ah bohong, masa Mas Bro, semua cowok juga mas bro lah”

“Mang Boim”

“Tuh kan tambah ngarang.”

Apartemen lantai 18 nomer 28 pukul 13.45 wib

Di kamar nomor 28 itu Adelia berhenti. Memasukkan kunci dan membuka kamar itu. Keduanya memasuki ruangan apartemen berkamar dua ruangan dengan furniture full. Lengkap sofa, LED TV, kulkas, kitchen set termasuk segalon air putih plus alat-alat mandi sudah tersedia semua.

“AC nya udah gue nyalain dari tadi biar sejuk, tapi kalau Abang kedinginan atau pingin ngerokok dimatiin aja ACnya.”

“Iya gak pa-pa enak sejuk, katanya mau mijitin dulu,” jawab MB sambil melangkah memasuki kamar yang bersebelahan dengan kamar mandi itu. MB meletakan tentengan tas kecil yang dibawanya. 

Adel pun setelah mengunci pintu ikut masuk ke kamar meletakkan tas dan tentengan kopinya. MB sedang mencari stop kontak listrik untuk mencharge handphonenya. Dicolokin charger di stop kontak pojokan kamar dekat meja kaca rias. MB melepas sepatunya, melepas kemeja, melepas jam tangannya, meletakkan jam tangannya di dekat dia mencharge handphonenya dan merebahkan dirinya ke tempat tidur yang berbulu angsa itu. Tempat tidur yang baru pertama kali ini memanjakan tubuhnya dari sekian tahun tak ditemuinnya.

Sementara itu Adel melepas sepatu dan siap untuk memijitin. Setelah mengambil botol minyak oles buat massage, dia langsung menghampiri dimana MB rebahan. 

“Abang tengkurep gih biar gue pijitin dulu. Biar enakan badan Abang. Buka bajunya.”

Adelia membantu melepas kaos oblongnya MB.

“Wow keran bingit tato Abang. Kayak Yakuza. Sumpah keren.Tato apa ini gambarnya?”

“Coba tebak.”

Adelia memperhatikan dengan seksama.

“Ikan Koi ya?” tebak Adelia masih kurang yakin, “lagi apa tuh ikan Abang.”

“Ikan koi berenang ke air terjun.”

“Kok bisa. Masa ikan koi berenang naik ke air terjun. Aneh. Apa artinya?”

“Elu browsing aja nanti, apa artinya.”

Setelah MB tengkurep Adelia duduk diatas pantat MB dan memulai mijitin punggung MB.

“Benaran elu gak apa-apa? Paha lu juga panas. Udah minum obat belum?’

“Udah tadi sebelum berangkat kesini.”

“Kalau masih sakit kenapa gak istirahat dulu.”

“Udah lama gak ada orderan Bang, lagi corona begini. Syukur ini ada yang kasih kerjaan gini, lumayan bisa transfer ke Ibu..Udah lama gak bisa kirim uang untuk beli susu anak. Anak gue ama ibu di Sukabumi Bang. Baru mau 3 tahun bulan depan”

“Berapa tahun elu menjanda?”

“Mau bilang janda tapi kok belum pernah nikah, bilang gadis gak mungkin kalau udah punya anak. Status alay jadinya”

“Ceritanya gimana bisa begitu ? Jadi simpenan terus dicuekin atau gimana”

“Bukan Bang. Kepo nih Abang gue ini hehehe…Pacar gue pengecut Bang. Bisanya cuma hamilin perempuan, bukan gue aja yang jadi korban, tetangga dia juga kena, padahal cari duit aja dia belum bisa. Sok kegantengan tapi kere. Mau gue gugurin udah telat. Abis di PHP in mulu mau dinikah. Ntar pasti gue nikah, lagi kumpulin duit, PHP modus Bang cuma minta jatah bobok. Ya gue ancem kalau gak nikahin gue minggu depan putus aja, eh nasib mau gue gugurin udah susah, daripada bayinya cacat kata orang ya udah, haram haram deh, masuk neraka ya neraka deh. Yang penting tetep hidup berusaha aja terus ya gak Bang.

“Susah juga elu mau kerja ya masih ngurus anak waktu itu.”

“Gue kerja di toko hanya cukup buat hidup sendiri. Ibu dan anak jadi tanggungan gue gimana nasibnya. Ikutan jadi cewek malam akhirnya keterusan. Jaman udah tambah kacau Bang. Orang gak mungkin mau ngganggur tanpa terus berusaha. Usaha apa saja yang penting menghasilkan uang buat beli makan, buat hidup. Kerja juga harus punya modal. Tiket lah istilahnya. Gue gak bayar tiket ke Mami juga gak mungkin dapat orderan gede kayak sekarang ini ngurus Abang. Kalau ngandelin pakai aplikasi aja lagi corona begini duh nawarnya pada ngelecehin semua bangsat-bangsat brondong itu..  Tahu gak Bang, pakai aplikasi aja sekarang dikejar-kejar operasi mesti bayar tiket lagi ke pengelola sewa. Serba susah buat gue Bang. Kerja di spa, di londry, di toko, admin karaoke udah gue coba semua Bang. Tapi kerja biasa begitu, bayarannya gak cukup kalau punya tanggungan kayak gue gini Bang.”

Adelia mengambil botol minyak urutnya. Dia mulai membaluri punggung MB dengan minyak urut dan mengulang lagi pijitannya dengan minyak itu.

“Ya kayak gue ini mesti bisa apa aja yang penting ngasilin duit. Nemeni karaoke. Mijit. Lulurin. Nemeni minum, nyervice. Kan kalau lagi mens ga bisa terima bookingan Bang. Jadi mesti ada side job lainnya.. tapi heran Bang udah mau kerja begini kotornya aja harus ke palak tiket sana sini, bukannya gitu itu sama kayak preman ya gak Bang. Malak orang-orang susah. Eh sorry Abang ini bukan preman kelas teri pasti”

“Preman kayak gue aja masih bayar tiket tahu.”

“Kok bisa?”

“Emang di penjara itu gratis. Kalau gratis ya makan seadanya.Kalau mau keluar ya bayar tiket. Untung bos gue ada kerjaan yang butuh tenaga gue.”

“Bayarannya gede dong Bang?”

“Tiketnya itu udah termasuk buat bayar elu juga, all in include dibayarin bebas program corona itu.”

“Oh gitu Bang, preman aja masih dipremanin  ya Bang. Cewek kayak Gue juga kena dikadal tiket hongip-hongip gitu Bang.”

“Hongip maksudnya?

“Hansip yang sekarang itu”

“Masa gak tahu”

“Iya kalau gak bayar tiket ntar kalau ada grebekan gak dikasih tahu, katanya. Banyak lah tarikan tiketnya, apalagi kalau dapet tamu kayak gini Bang. Alasannya biar aman. Kalau ada apa-apa pasti diberi tahu dulu biar gak kegaruk operasi. Mami bilang dipotong untuk Mami juga tiket keamanan. Tapi kan masih lumayan gede buat Adel ya biar lah bagi-bagi rejeki sama kadal-kadal itu. Tapi kalau hasilnya dikit ya pinter-pinter kita Bang.”

Adelia mulai memijit kaki MB.

“Lu gak pingin nikah lagi?” tanya MB

“Namanya perempuan siapa sih yang gak pingin nikah Bang.Tapi cari suami yang bisa mencukupi itu sekarang kan susah. Apalagi gue udah terlanjur jadi beginian. Mana ada yang mau.Yang gue pikirin sekarang bisa bertahan hidup, bisa cari duit buat ngirim anak ama ibu saya Bang. Soalnya gimana ya ibu gak ada yang mau ngurusin. Kakak-kakak gue udah pada berkeluarga. Katanya untuk hidup berempat sama anak-anaknya saja tidak cukup jadi gak bisa bantu ibu, kan kasihan ibu.”

“Terus selama ini tinggal dimana?”

“Di apartemen juga Bang, bertiga sama temen-temen seprofesi. Patungan sewa. Tapi kadang pindah-pindah juga Bang. Kalau di Jakarta sepi ya pindah ke Bandung, Surabaya, Jogja. Ya buat ngindari diikuti operasi juga Bang. Balik badan Bang”

MB membalikan badan. Kakinya masih dipijitin Adelia. Dari telapak kaki, betis, paha berulang dua kali. MB menyukai pemandangan itu. Dipijitin wanita idolanya. Cantik dan kelas berat

“Besok gue ada rencana buka bersama anak gue di nasi liwet, mau ikutan gak?’

“Dimana tuh Bang?”

“Deket sini juga.”

“Gak janji ya Bang, jangan marah. Kalau gak ada tamu ya gue usahain nemenin Abang. Kan nyervicenya Abang sampai besok jam 1 siang maksimal. Kata Mami bisa juga jam 10 pagi gue udah disuruh pulang. Tapi kata Mami kalau udah jam 1 langsung pamit. Atau kalau udah disuruh pulang sama Abang berarti udahan.”

“Ya ntar dicharge aja berapa buat nemenin buka bersama.Soalnya anak gue bawa pacarnya. Gue agak kikuk kalau sendirian. “

“Gampanglah Bang bisa diatur. Yang penting kuota service Abang ini terpenuhi dulu. Mijitin gini juga kuota yang harus Adel penuhi. Jadi kalau kuota Adel belum Abang tuntasi gimana Adel dapat pelunasan dari Mami.”

MB menyadari semua hidup orang ada tuntutan tiket dan kuota untuk kelangsungan hidup. Kuota tiket MB harus mengeluarkan bungkusan bubuk narkotik yang berada didalam perutnya. Kuota Adelia harus menservice dirinya supaya tetap stay di apartemen sampai waktu yang sudah ditentukan. 

Kini MB benar-benar merasakan kuota sorga dunia.Pemandangan dihadapannya ibarat tiket di taman bunga. Bermekaran senyuman wanita diatasnya itu. Wangi harum semerbak dari aroma seluruh kulit wanita itu. Untaian kegenitan itu seolah bidadari dari negeri iblis yang turun dari khayangan.Secara MB di penjara tak pernah menikmati sorga dunia serupa itu. Minyak urut yang dilulurin ke seluruh dada dan perut dengan urutan tangan yang lembut semakin menjadikannya kumbang pejantan. Dan Adelia seakan sekelopak-kelopak bunga yang merekah. Menjatuhkan aroma magnet yang menggetarkan kumbang pejantan untuk menyegatkannya. Menyengat kejantanannya bertubi-tubi. Sengatan yang membabibuta itupun diluncurkan si kumbang pejantan dari dalam diri MB ke bunga-bunga Adelia yang merekah. Yang menguras energy mereka berdua tak henti-henti. Kandas semua aliran ruh dalam pesona yang dilampiaskan gairah masing-masing. Kucuran keringat yang dicurahkan seakan telah mampu mengelupasi segala yang terpendam. Seperti padang tandus yang seketika menghijau ditengah kemarau. Segala yang terfilter mengeringkan energy masing-masing hingga terlelap dalam buaian tidur dan mimpi masing-masing. Nafaspun tak lagi terdengar. Yang tersisa hanya desis mesin AC di kesunyian ruangan itu. 

Iringan mendung dibalik jendela kaca kamar itu berarak menyelimuti segala cahaya. Menggelapkan segala arah sinar di bumi. Seperti kamar dimana MB tergeletak pulas dalam pelukan wanita yang baru ditidurinya. Pekat dalam gelita, hanya sisa-sisa pendaran mentari yang berusaha mampu mengisi kegelapan ruang itu. Memberikan sedikit harapan untuk melihat dalam kegelapan.

Apartemen lantai 18 nomer 28 pukul 17.27 wib

Ruang kamar apartemen itu belum dinyalakan lampunya jadi gelap dan semakin dingin. Nyala handphone MB yang dicharge nyala memendarkan cahaya paling terang di ruangan itu. Cahaya layar yang menyilaukan disudut ruangan. Handphone itu bergetar berulang-ulang, sehingga membangunkan MB yang tertidur dalam pelukan Adelia. Mata MB yang masih terganjal kantuk kelelahan itu melirik kearah handphonenya. MB bangkit dari tempat tidur mengambil handphonenya. Dilihatnya, di layar handphone itu, putrinya meminta videocall. Adelia masih tergolek di tempat tidur. Pulas sekali dia dibuai impian-impiannya.

MB keluar dari kamar menyalakan ruang tengah apartemen.Mengambil kaosnya. Setelah mengenakan kaos, dia menerima videocall anaknya itu.

“Ayah baru bangun ya. Mandi Yah biar seger.”

“Iya Nak, Ayah baru bangun, bentar lagi mandi.”

“Ayah Ajeng bentar lagi buka puasa. Nih udah dapat kiriman makanan dari Bunda komplit sama snack dan minumannya. Ayah makan apa mala mini?”

“Ayah juga pesen gofood mungkin bentar lagi datang. Ayah minta dikirim sebelum jam 7 malam ini.”

“Oh gitu ya terus besok gimana Yah?”

“Besok langsung ketemu di Nasi Liwet Mpoh Pinah aja ya.Ajeng kan dijemput pacar Ajeng langsung ketemu disana. Gimana?”

“Boleh… ya udah Ayah mandi dulu ya.. terus ambil makanan Ayah, jangan sampai telat makan. Ajeng bentar lagi buka puasa dulu. Ntar sebelum bunda pulang, Ajeng telfon lagi. Daa ..Ayah.”

Ajeng mematikan videocallnya. Seseorang mengetuk pintu itu.MB menuju pintu mengintipnya dari lubang intai yang tersedia di pintu itu. Dilihatnya seorang pegawai OB membawa 2 porsi makanan. MB membukakan pintu dan menerima makanan untuknya dan untuk Adelia.

“Makasih Mas.”

“Sama-sama Om.”

“Bentar gue kasih lu rokok mau gak buat tips?”

“Gak usah Om udah beres semua kok tenang aja Om.”

OB itu tersenyum

“Kalau butuh apa-apa cari saya saja Om. Ini nama saya.”

MB membaca name tag OB itu bertuliskan Kurdi. OB kurdi bergegas pamit dan langsung meninggalkan pintu kamar MB.Pintu ditutup kembali. Diletakkan 2 porsi makanan itu di kitchen set seraya menoleh kearah kamar dimana Adelia masih tertidur pulas. Ada niat membangunkan Adelia makan bersama, tapi sepertinya tidurnya terbuai entah kemana. MB membuka 1 porsi bungkusan makanan dan melahapnya. Dilahapnya berikut semua sambal yang tersedia. Namun belum dirasanya sembelit di perut.Isi makanan di perutnya hanya membuatnya makin kenyang dan mengantuk dilingkupi hawa dingin AC. MB pun makin jadi kantuknya. Dipungutnya handphone dari anaknya itu. Dia kembali lagi ke kamar. Merebahkan diri disamping Adelia yang masih tertidur. Mata MB perlahan menutup diiringi bayang-bayang putrinya Ajeng yang tersenyum makan bersamanya di Nasi Liwet Mpok Pinah. Hingga akhirnya MB terbawa kembali dalam buaian tidur dengan kilasan-kilasan impian terbebas dari tiket keluar penjara dan bertemu kembali dengan putrinya Ajeng. Dan dia berharap Adelia mau menemaninya buka puasa bersama anaknya.

Apartemen lantai 18 nomer 28 pukul 22.22 wib

Mata Adelia terkeriap perlahan membuka. Pandangannya berhadapan dengan wajah MB yang masih tertidur kelelahan.Tangan Adelia perlahan membalai wajah MB. Wajah yang keras dengan bekas cukuran brewoknya yang membuatnya geli saat membelai. MB terbangun karena tangan Adelia dirasa hangat.

“Tangan lu masih hangat, apa mau ke dokter aja gue bayarin.”

“Udah jam berapa sekarang.”

“Makan dulu sana, tuh makannya di kitchen set.”

“Abang udah makan?”

“Udah.”

“Kok gak barengan makannya.?”

“Mau bangunin elu masih pules banget tidurnya. Kan lagi gak enak badan katanya.”

“Belum laper Bang.”

“Entar tambah sakit. Makan dulu sana.”

“Ntar aja kalau Abang lapar makan berdua.”

Tangan MB memegang pipi Adelia yang masih panas.

“Apa mau ke apotik cari obat supaya panas lu turun.”

“Gak usah. Nanti ngerepotin.”

“Cuma beli obat ke apotik kok repot, enggak lah..bentarbentar… mana ya handphone gue tadi”

Adelia menemukan handphonenya dibawah bantal yang dipakai MB.

“Nih hape Abang.”

MB menerima pemberian dari Adel. MB mendial nomor hape Supir Taksi yang tadi mengantarnya.

“Dengerin gue, tolong beliin panadol atau segala macem penurun panas. Ntar gue ganti sekalian bayar taksi elu. Antarin ke apartemen. Terus cari yang namanya Kurdi suruh anter ke kamar gue.”

“Siap Bang, sekarang juga saya ke apotik.”

“Sip”

MB mematikan handphonenya.

“Bang, besok buka puasa ama anak Abang itu emang gak sama bini Abang?”

“Enggak. Kenapa? Gue udah dicerai sebelum masuk penjara.Udah 4 tahun yang lalu”

“Kenapa diceraiin bini Abang?”

“Seperti kata elu. Gue gak bisa cukupi kuota hidupnya. Gue gak punya tiket untuk berkeluarga”

“Susah ya kadang ada cinta tak ada kuota gak bisa juga.”

“Kita ini hanya wayang, gimana terserah dalangnya hehehe..yang penting besok gue bisa buka bersama anak gue. Itu aja dulu”

Tatap MB ke wajah jelita Adelia dengan senyuman seadanya.

“Bang, berobat ke Dokternya besok sore aja gimana Bang, sekalian buka puasa bareng anak lu.”

“Jadi besok elu bisa nemenin?”

Adelia mengangguk dengan matanya yang sahdu. Membuatnya MB bahagia. Adelia mencium MB dengan lembut.

“Gue suka kumbang kayak elu Bang.”

“Suka kenapa?”

“Seburuk-buruknya hidup lu masih ada perhatian buat keluarga.Buat anak.”  

“Gue ya semampu hidup gue, memang cetakan gue begini mau gimana lagi”

“Gak boleh ngomong begitu. Orang-orang kayak kita ini juga mesti mikir tuanya gimana?”

“Gue udah ketuaan untuk mikir begitu.”

“Iya dicoba dulu lah Bang. Siapa tau bisa ada jalan. Soalnya Abang kan juga masih punya orang yang Abang sayang, anak Abang.”

“Ya jalanin aja, siapa sih yang gak pingin hidup bener.”

MB sejenak terlihat tatapannya terpaut sesuatu yang diingatnya.

“Ada yang Abang pikirin sepertinya, boleh tahu Bang?”

“Anak gue minta gue bisa kuliahin dia. Padahal Sugar Daddy bini gue yang sekarang ini, janji mau kuliahin anak gue. Tapi anak gue berharap gue yang bisa kuliahin dia. Ya dia emang gak maksa sih kalau gue bisa aja katanya.”

“Ya udah jalanin aja dulu sebisa Abang, kalau gak bisa ya jangan maksain diri ntar Abang masuk penjara lagi, kan kasihan anak Abang. Dia masih butuh kasih sayang Abang. Gue yakin buka puasa bareng aja, itu sudah kasih sayang yang bisa Abang berikan sama anak Abang. Dia juga pasti seneng sekali”

MB menatap Adelia sedalam-dalamnya. Kata-kata itu yang tak pernah dikeluarkan sama mantan istrinya. Justru wanita murahan yang biasa dibayar bisa ngomong seperti itu. Adelia pun tersentuh tatapan menawan dari rona MB yang menyerupai Tom Cruise. Dikecupnya sekali lagi bibir MB dan dibalas MB.Romansa kelopak-kelopak bunga malam pun bermekaran kembali dalam alunan rasa yang berbeda dari sebelumnya.Gairah yang tak terbendung lagi ini berbeda dari sebelumnya.Itu yang dirasa mereka berdua. Gairah saling menemukan energi baru untuk bersama. Kristal-kristal keringat yang berkelipan di kegelapan kamar itu, memercikkan pendaran kilat sebagai harapan ditengah gelitanya hidup. Seakan telah tertanam benih janji mencapai tujuan bersama. Alunan nafas pun silih berganti menjadi iringan orkesta irama klasik yang menyejukkan jiwa mereka. Hingga pada pendakian gairah yang tak terkendalikan.Puncak-puncak orchestra menjelang akhir. Dan alunan itu terhenti seketika. Sisa-sisa nafas seperti tepuk tangan makhluk-makhluk di ruangan itu yang menikmati dosa sialan yang indah bagi para pendosa.

MB merasakan sesuatu yang ganjil. Nafasnya yang mulai teratur berganti keanehan. Adelia masih tengkurap tubuhnya.Rambutnya tergerai menutupi seluruh kecantikan dari parasjelitanya itu. MB mengira mungkin tertidur lagi.

“Adelia?”

MB menyibakkan gerai rambutnya. Adel masih tak bergerak sedikitpun. Matanya tertutup. Kedua tangannya diatas bantal.MB memegang pergelangan tangannya masih terasa denyut nadinya. Dari hidungnya dirasakan masih ada angin keluar masuk dengan sangat pelan. MB memutuskan Adelia terlelap tidur. Tubuhnya diraba kembali semakin panas. MB segera berkemas. Memakai celana dan kaosnya kembali. Mengambil handphonenya. Mendial nomor handphone Supir taksi. Beberapa detik terdengar suara si Supir Taksi.

“Ya Bang ini sebentar lagi sampai.”

MB mematikan handphonenya. Mengantongi handphonenya.Memeriksa amplop dicelananya. Mencek isi amplopnya masih utuh. Memakai jam tangannya. 

Apartemen lantai 18 nomer 28 pukul 23.03 wib

MB membalikkan badan Adelia perlahan supaya tidak terbangun. Begitu terkejutnya MB saat Adelia sontak menahan nafas. Tersengal-sengal. Kedua kakinya lasak menggosek-gosek diatas tempat tidur itu. Kedua tangannya memegangi lehernya.Tanpa pikir panjang, MB langsung membalut tubuh Adelia dengan sprei tempat tidur itu dan langsung membopongnya keluar dari kamar. Disautnya kunci apartemen dengan gantungan scan lift di tangannya. Pintu apartemen dibuka, MB keluar dari unit apartemen. Dibawanya tubuh tergolek wanita penghibur dirinya itu, keluar dari apartemen itu menuju ke lift. Lift dipencet tak berapa lama lift yang barusan dari lantai atas itu segera terbuka pintunya. MB masuk dengan masih membopong Adelia dalam balutan selimut tempat tidur. Pintu lift tertutup kembali. Untung saat itu lift dalam keadaan kosong. Adelia digeletakan di lantai lift itu. MB memencet huruf G di lift itu. Lift segera meluncur turun ke Ground. MB bergegas mengambil handphonenya.

Parkiran Kedai Kopi Mister Item, Los Kios Apartemen pukul 23.13 wib

Supir taksi itu telah memarkir mobilnya persis di depan Kios Kopi Mister Item di area apartemen. Pikirnya supaya mudah dicari, baik sama Kurdi maupun MB. Handphone berdering.Supir taksi mengangkatnya dan terdengar suara MB dengan tergesa-gesa.

“Lu dimana?”

“Parkir di depan Kios Kopi Mister Item yang tadi Abang kesitu.”

“Cepetan parkir ke lobby apartemen, tungguin gue pas persis di pintu lobby. Ngerti ya lu?”

“Iya Bang, saya ke lobby sekarang Bang.”

Handphone dimatiin dari MB. Supir itu menstarter dan meluncur ke lobby apartemen elit itu.

Lobby Apartemen pukul 23.16 wib

Bertepatan mobil taksi parkir di lobby apartemen itu, MB dengan membopong Adelia dengan berbalut sprei tempat tidur itu, langsung menghampiri taksi itu yang baru berhenti.

“Astagfirullah… kenapa itu Bang?”

“Bukain pintu cepetan.”

Supir taksi bergegas keluar membukakan pintu belakang. Portir, resepsionist serta secuirity mendekati kejadian itu. Kejadian MB memasukkan Adelia ke jok kursi belakang.

“Kenapa dia Pak?”

“Jantung.”

“Ya ampun, kasihan,” terdengar suara resepsionist terlontar.

MB telah memangku kepala Adelia dipahanya sambil tetap terus memeganginya.

“Rumah Sakit Pak, bawa ke Rumah Sakit terdekat. Buruan!”

Supir taksi tergopoh-gopoh masuk kembali ke mobil.Menstarternya hingga mesin nyala dan segera tancap gas, meluncur meninggalkan kerumunan di lobby apartemen. Setelah menempelkan e-money di pintu keluar parkir, mobil taksi segera keluar dari gerbang apartemen.

Jalan Raya Jakarta Selatan, pukul 23.23 wib

Mobil Taksi telah memasuki jalan raya menuju Rumah Sakit terdekat. Sambil memegangi kepala Adelia, MB memulai percakapan.

“Pak tolong bapak yang antar wanita ini ke Rumah Sakit. Bapak langsung ke UGD atau IGD. Gue gak mungkin ikut. Disana pasti ada polisi dan tentara yang berjaga. Gue bisa tertahan di Rumah Sakit. Apalagi gue tatoan gini.”

“Terus saya mesti gimana Bang? Entar saya bisa tertahan juga kan?”

“Bapak tahu gue lagi ada tugas. Dan kalau gagal anak gue bisa mati Pak. Tolong lah.”

“Lah kalau saya ditahan keluarga saya bagaimana Bang?”

“Gue janji kalau lu kenapa-kenapa, gue bantuin keluarga lu, gue akan cari keluarga lu, gue bantu kirim nafkah untuk anak istri lu. Tapi yang terpenting gue harus selamat dan tugas gue harus gue selesaiin dulu. Ngerti kan?”

“Saya mesti ngomong gimana kalau saya ditahan Bang?”

“Ngomong apa adanya, yang penting lu bisa selamat dari urusan tugas gue. Bilang aja lu dipangggil ke apartemen menjemput wanita ini, entah jantung atau corona, pokoknya lu disuruh nganter ke Rumah Sakit terdekat.”

“Terus Abang gimana kalau saya bilang begitu?”

“Gue gak akan balik ke apartemen. Gue akan cari solusi sampai tugas gue kelar. Gue juga gak akan telfon lu lagi. Lu hapus semua nomor telfon gue maupun yang nyuruh lu jemput gue. Hapus sekarang.”

Supir taksi itu sambil nyetir mengeluarkan handphone nya dan menghapus nomor-nomor telfon yang dimaksud.

“Turunin gue sebelum lu belok masuk ke Rumah Sakit.”

MB merogoh amplop berisi uang dari kantong celananya. Dia mengeluarkan 5 lembaran seratus ribuan. MB menyodorkan uang itu kepada Supir taksi. Supir taksi menerimanya.

“Ini buat elu. Gue makasih banyak lu udah nolong gue. Semoga lu baik-baik saja. Inget lu mesti ngomong yang penting lu bisa selamat. Gak usah nyebutin gue apapun. Bilang aja lu disuruh bawa wanita ini ke Rumah Sakit udah lu gak tau apa-apa selain itu.”

Adelia yang masih sesak nafas itu, terkeriap matanya terbuka.

“Gue dimana Bang?”

“Kita lagi di taksi Del, lu gue bawa ke Rumah Sakit. Biar cepet sembuh ya”

“Abang mau ninggalin Adel ya?”

“Enggak. Nanti gue pasti jenguk Adel ke Rumah Sakit. Gak usah khawatir.”

“Janji ya?”

“Pasti kita akan ketemu lagi. Adel mesti berobat dulu biar sembuh.”

“Abang juga, jangan sampai sakit kayak Adel.”

“Tolong Adel jangan bilang apa-apa tentang Abang.”

Adelia mengangguk pelan sambil menahan sesak nafasnya.

“Bang, di depan Rumah Sakit. Abang mesti segera turun.”

Mobil Taksi merapat lambat di tepi trotoar sebelum belokan Rumah Sakit. MB membuka pintu mobil. Dia keluar dengan sigap sambil meletakkan kepala Adelia dengan diganjal bantal kecil yang diambilnya dari dashboard belakang taksi. Sebelum menutup pintu mobil, tangan Adelia meraih tangan MB.

“Abang sayang Adel gak?”

“Iya, Abang sayang Adel. Pasti besok Abang jenguk Adel.”

Adelia tersenyum manis melepas tangan MB pergi. Pintu taksi ditutup kembali sama MB. Taksi meluncur membelok kedalam bangunan Rumah Sakit. MB memperhatikan taksi itu meluncur melalui gerbang Rumah Sakit.

MB menoleh ke belakangnya. Di jalanan yang sepi dan temaram itu hanya terlihat sebuah motor menuju kearahnya. MB mencoba menyetopnya. Sepeda motor itu memperlambat jalannya. MB menghampirinya.

“Ojeg bukan?’

“Iya. Mau kemana Bang?”

MB langsung memboceng dibelakang supir ojeg seumurannya.Si Ojeg menyodorkan helmnya. Tapi MB menolaknya.

“Jalan dulu nanti gue kasih tahu.”

Si Ojeg memasukkan gigi sepeda motornya dan segera melaju.

“Anterin ke Mini Market yang 24 jam, atau apotik, atau apa saja yang buka 24 jam yang terdekat dari sini. Gue mau berhenti sebentar mau telfon. Ntar ditungguin gue telfon terus nanti kita jalan lagi.”

“Baik Bang.”

Rumah Sakit terdekat pukul 23.33 wib

Taksi telah berhenti di UGD. Si Supir keluar dari taksi.

“Bantu saya Pak, ini ada orang sakit di taksi saya. Saya disuruh nganter kesini.”

Satpam, tentara, polisi juga suster laki-laki yang berjaga di area UGD berhamburan ke taksi. Supir taksi membuka pintu belakang mobilnya. Dilihatnya Adelia sesak nafas.

“Corona, jangan ada yang megang,” ujar suster laki-laki itu. Dia langsung teriak Corona, kearah dalam UGD dimana terdapat suster jaga yang lain untuk diminta bantuan. Satpam juga dengan sigap membantu suster lainnya membawa brangkar kearah taksi itu.

Tim suster yang mengenakan pakaian penanganan penderita Corona segera memindahkan Adelia dari dalam taksi keatas brankar yang tersedia.

“Pak Supir tidak boleh pergi dulu ya. Tolong Pak Polisi, Pak Tentara amankan dulu supir taksinya supaya tidak pergi. Dia mesti disterilkan dulu sebelum pergi. Mobilnya juga harus disinfektan dulu,” ujar suster laki-laki itu cekatan.

Polisi dan Tentara mengamankan Supir taksi itu.

“Maaf Bapak tidak boleh pergi dulu. Kuatir Bapak terinfeksi virus corona.”

Supir taksi itu tertegun memperhatikan Adelia dibawa masuk para suster penanganan corona. Polisi langung meminta kunci mobilnya. Supir itu hanya pasrah. Menyerahkan kunci mobilnya.

Mini Market, pukul 23.43 wib 

MB sedang dipojokan Mini Market menerima telfon. Tukang Ojeng yang mengantarnya menunggunya di parkiran sambil merokok.

“You kenapa tolol amat! Kalau sudah tahu pekcun itu corona ya tinggal aja di apartemen. You cari tempat lain. Ngapain nganterin pakai taksi itu segala ke Rumah Sakit. You mestinya mikir anak you daripada pekcun itu!”

“Kalau gak segera dibawa ke Rumah Sakit cewek itu bisa mati.”

“Kalau you gagal anak you juga pasti mati. Itu yang mestinya ada di otak you!”

“Lagian kenapa gue dikasih cewek yang udah corona?”

“Maminya bilang, itu pekcun udah 3 atau 4 hari gak nerima tamu. Jadi Maminya bilang udah pasti sehat gak bakal kena corona. Dan pekcun itu sesuai selera you. Kurang apa you udah di service begitu. You aja yang memang tolol. Sekarang you dengerin baik-baik dan jangan ulangi lagi ketololan you itu.Pertama you tidak boleh balik lagi ke apartemen yang tadi. You tiap 3 atau 4 jam mesti berpindah-pindah tempat. Nomor handphone supir taksi sama nomor handphone ini you catat dulu sebelum you hapus. You cari sim card bekas atau yang sudah diaktifkan, you ganti nomor dan simpan kembali nomor ini. Dan yang terpenting you cari cara supaya yang ada didalam perut you itu segera keluar. Pembeli bisa mempercepat pengambilan asal dikabari satu jam sebelumnya. Sekarang you cari tempat lain yang aman dan lakukan itu semua.”

Penelfon misterius itu mematikan handphonenya. MB langsung bergegas menghampiri tukang ojeg yang menungguinya disitu.MB juga langsung naik ke boncengan tukang ojeg yang sudah siap menjalankan motornya. Motor meluncur meninggalkan Mini Market itu.

“Cari tukang urut yang bisa bikin BAB dimana ya?”

“Jam segini yang ada tukang urut plus-plus Bang.”

“Bisa bikin BAB gak. Gue udah 3 hari gak bisa BAB.”

“Kurang tahu sih Bang bisa enggaknya. Tapi tukang urut yang jam segini kemungkinan ada ya kayak di Kalcit.”

“Kalibata city?”

Tukang Ojeg itu mengiyakan.

“Ada kenalan enggak?”

“Bisa dicari di aplikasi-aplikasi gituan Bang.”

“Punya aplikasinya enggak Pak.”

“Ada Bang.”

“Ya udah ke Kalcit.”

Tukang Ojeng itu memboncengkan MB kearah Kalcit.

Kalcit, pukul 00.07 wib

Ojeg telah sampai di gate 1 Kalibata City. Gerbang itu bersebrangan dengan rel kereta api arah Bogor. Ojeg itu sengaja parkir di dekat tikungan arah belok ke pintu rel kereta api.

“Kenapa berenti disini.”

“Abang gak bakalan bisa masuk jam segini kalau gak ada yang kenal.”

MB turun dari motor ojeg. Tukang Ojeg itu mengeluarkan handphonenya. Membuka aplikasi-aplikasi yang bertuliskan status alay M@5@G3 no plus, P1j1t Urut C@p3k, m@s@ge, dan sejenisnya. Dia mulai ngechat beberapa. Dan beberapa menit kemudian mendapat balasan.

“Nih Bang ada yang balas, ada yang 350 mesti ready di hotel atau apartemen, ada yang 250 include room, ada yang 200 outcall.”

“Yang include room aja Pak.’

Tukang Ojeg itu membalas yang diminta MB. Dan langsung mendapat balasan. Dan terus berlanjut saling balas. MB hanya menunggu.

“Nih, Abang disuruh nunggu di gate 1 ntar dijemput dia. Bilang kalau saudaranya. Tapi dia mesti kasih tip ke satpam supaya bisa bawa Abang masuk.”

“Oke, ini untuk Abang,” MB menyerahkan uang seratus ribuan.Tukang Ojeg itu menerimanya. Memboncengkan MB lagi.Meluncur ke gate 1. MB diturunkan di gate 1. Tak lama wanita setengah baya, menghampirinya dan mengajak masuk menerobos gate keluar yang sudah di portal dan dihalangi dengan pot-pot besar. Wanita itu mengajak MB berjalan kearah tower Akasia. MB hanya mengikutinya jalan wanita itu menuju lorong yang menghubungkan pintu pass ke lift. Wanita itu memencet lift. Lift terbuka. Mereka masuk. Wanita itu mengakses lantai 1 di tower itu. Lift terbuka. Wanita itu menghampiri pintu apartemennya yang berhadapan dengan lift.MB mengikuti wanita itu masuk kedalam apartemennya yang berbentuk studio.

Tower Akasia lantai satu, pukul 00.17 wib

Kasur busa telah disiapkan. MB melepas kaos dan celananya.Dia mengambil pulpen dan kertas yang tergeletak di kotak dekat kasur itu seraya rebahan tengkurap. Sambil dipijit dia mencatat nomor telfon yang direncanakan termasuk nomor anaknya si Ajeng.

“Kalau sewa room disini sehari berapa ya Mbak?”

“Ada yang 350 full furniture, ada yang 300, kalau studio kayak punya saya ini ada yang 250 sehari.”

“Kalau saya numpang tidur disini aja abis mijit boleh gak bayar250 jadi kan total saya bayar 500 ke Mbak.”

“Mau sampai jam berapa?”

“Jam 6 pagi bangunin saya karena mesti langsung berangkat.”

“Boleh kalau gitu.”

MB merogoh kantong celananya dan mengeluarkan uang 500 ribu diletakkan kotak kecil dekat tempat dia rebahan dipijit wanita setengah baya itu.

“Oya Mbak, saya butuh sim card yang masih bisa kepakai tapi udah gak dipakai Mbak ada gak?’

“Tuh yang disamping uang Abang ada sim card bekas saya dulu masih bisa dipakai sebulan, pakai aja kalau Abang perlu.”

MB mengambilnya. Mematikan handphonenya. Mengeluarkan sim card dari handphone pemberian anaknya. Memasukkan kembali nomor-nomor yang diperlukan.

“Satu lagi Mbak. Bisa tolong pijitin saya supaya besok saya bisa BAB, udah 3 hari gak bisa BAB saya Mbak.”

“Iya tenang aja nanti saya refleksi jari-jari kaki Abang besok pasti bisa BAB.”

“Mantap Mbak ini ada semua yang saya perlukan.”

MB dipijitin hingga terlelap tidur pulas.

Tower Akasia lantai satu, pukul 06.06 wib

MB terbangun mendengar secangkir kopi sedang diaduk. Dia melihat jam tangannya. 

“Saya mesti berangkat.”

“Mandi dulu Bang, ngopi dulu, kalau mau merokok tuh ada rokok saya.”

MB hanya menyeruput kopinya beberapa kali. Membasuh wajahnya dengan air kran.

“Makasih ya Mbak, saya mesti berangkat sekarang juga. O ya handuk kecil ini saya beli ya, “ MB meletakan uang seratus ribu. Membuka pintu keluar dari apartemen itu dengan membawa handuk. Wanita itu hanya tersenyum aneh melihat kepergian MB.

Rumah Sakit, pukul 06.56 wib

MB telah menyelinap kedalam Rumah Sakit dimana Adelia semalam dibawa kesitu. Dia berhasil menyelinap hingga tempat dimana Adelia sedang dirawat. Mata Adelia terkeriap seperti tahu ada yang mendatanginya. Mereka saling senyum dengan pembatas kaca. Dalam beberapa saat MB merasakan perutnya sembelit. Dia mengkode mau ke toilet pada Adelia.

MB mencari toilet terdekat. Hatinya penuh bahagia akhirnya bisa dikeluarin juga tiket pertama yang dinanti-nantikannya.Didalam toilet itu, dia bisa BAB. Tapi tidak dia keluarkan di kloset. Dikeluarkan dengan alas handuk. Begitu BAB dari dalam perutnya keluar, dilihatnya plastik-plastik itu telah rapuh bolong-bolong hanya tinggal ikatan ujungnya. MB segera mengangkat BAB nya semua dimasukkan kedalam kloset. Dia memasukkan juga handphonenya kedalam kloset. Menyiramnya berkali-kali. Tapi dari dalam tubuhnya terasa aneh. Panas sekali.Mata berbusa. Mulut berbusa. Urat-urat menegang. Kulit pecah-pecah. MB menggelapar-gelepar. Bertepatan dengan itu, beberapa reserse yang mengikutinya sejak pagi mendobrak pintu toilet itu. MB telah menyerupai zombie yang ganas langsung menerkam salah satu reserse itu. Reserse yang satunya langsung menembak kakinya 2 kali, tapi MB zombie tetap terus menyerang dan menggigit leher reserse malang itu. Reserse satunya itu menembak sekali lagi ke badannya. Tapi belum bisa berhenti juga Zombie MB itu. Akhirnya tembakan berikutnya disasarkan ke kepala MB 3 kali. MB terpental jatuh di di lantai.

Pekalongan 2022

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Anything but Love
Febianty N
Cerpen
Tiket
Teguh Santoso
Novel
Bronze
Handsome and The Beast
Zaira Diva Adissa
Novel
Mooncake
Nauval Abdullah
Komik
Coconut
Nisrina Nur
Novel
Bronze
Pelangi Pengganti
Nu
Novel
Gold
Olenka
Noura Publishing
Novel
Bronze
A STORY LOVE AND DUTY
Soelistiyani
Novel
Bronze
Portrait of Yesterday
Febriyanti Putri Ruspandi
Novel
Bronze
Kalam Kalam Cinta
Khairul Azzam El Maliky
Novel
You Are the One
Ahlul Sadu
Novel
Bronze
Fake Me vs Real Me
Seira
Novel
Gold
Turtles All The Way Down
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Keikhlasan Cinta
ine dwi syamsudin
Cerpen
Sang Penghancur
Hekto Kopter
Rekomendasi
Cerpen
Tiket
Teguh Santoso
Cerpen
SIN-TREND
Teguh Santoso
Cerpen
Insyaallah Mualaf
Teguh Santoso
Cerpen
Papa Gue GENDERUWO
Teguh Santoso
Cerpen
Zoon Politicon
Teguh Santoso
Cerpen
CODET
Teguh Santoso
Cerpen
INDIGONIZATION
Teguh Santoso
Skrip Film
Gajah Oling
Teguh Santoso
Cerpen
SZIZOFRENIA APARTEMEN
Teguh Santoso
Skrip Film
Titisan Siluman Harimau Putih
Teguh Santoso
Skrip Film
Kasmaran Sussi
Teguh Santoso