Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Kegaduhan Apa Lagi?
0
Suka
12
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Pernah nggak sih, kalian ngerasa kalau dunia ini terlalu berisik? Sampai-sampai rasanya pengin ciptain alat penyumpal telinga ajaib yang bisa meredam suara apapun.

Well, Pelita pernah.

****

"HALO SEMUANYA, MASIH SEMANGAT?" terdengar suara seorang wanita bertanya melalui speaker.

Serentak terdengar suara anak anak menjawab, "Masiiihhh."

"KURANG NIH, COBA SEKALI LAGI. MASIH SEMANGAT?"

"MASIHHHH!" teriak anak anak lebih keras.

Suara suara ini berasal dari speaker masjid. Sepertinya sedang ada acara pengajian untuk anak-anak RT sekitar.

Pelita tentu saja dapat mendengar semua ini dengan jelas. Jarak rumahnya dengan masjid bahkan tidak sampai 10 meter. Yang di mana, memakai speaker dalam pun pasti akan tetap terdengar dengan jelas sampai ke rumahnya. Tapi ini, ntah salah siapa, mereka malah menggunakan speaker luar yang pastinya suaranya lebih keras lagi. Saat ini gendang telinga Pelita rasanya seperti sedang ditendang-tendang.

Jika kalian mengira hal ini hanya semenit dua menit, kemudian ada yang memberitahu si pembawa acara atau siapapun yang bertanggung jawab di dalam masjid itu bahwa mereka salah menggunakan speaker, kalian salah besar.

"Wah, nih orang lain gak ada yang niatan ngasih tau kalau itu pake speaker luar apa? atau emang kupingnya udah pada kebal semua? Atau mereka semua lagi kunjungan ke planet mars sama-sama dan gue gak diajak? Atau pada kaya gue semua, gak ada yang berani speak up?" cecar Pelita dengan nada sebal.

Pelita hanya bisa mengomel sendirian di kamarnya. Ia pun berusaha meredam suara bising tersebut dengan bantal, meskipun tetap terdengar.

Satu jam berlalu...

Dua jam berlalu...

Tiga jam berlalu...

Pelita melihat jam.

"Udah mulai deket adzan maghrib. Harusnya mereka bentar lagi udahan, nih." Ucapnya dalam hati

"DUDUKNYA DIRAPIKAN!"

"Siap!"

"KITA BACA DOA AKHIR MAJELIS BARENG-BARENG, YA."

Pelita tersenyum, "Nah, kan, bener."

Ia senang penderitaannya berakhir.

Ini sebenarnya bukan hal yang pertama baginya. Sebelum-sebelumnya ia pun pernah merasakan situasi serupa, tapi tidak selama yang ini. Mungkin yang sebelumnya ada yang memberitahu atau menegurnya, tidak dengan yang kali ini.

Tidak lama kemudian Pelita melihat adiknya pulang dengan membawa makanan ringan di tangannya. "Wih, bagi dong."

"Kebiasaan, tukang minta!"

"Hehe."

Ya, meskipun selama beberapa jam ia tersiksa karena kebisingan, tapi ada untungnya juga, ia jadi mendapatkan makanan gratis.

***

Karena situasi covid belum juga membaik, sekolah diadakan secara daring. Hal ini menjadi kesempatan untuk pelita yang memang senang begadang, menjadi lebih leluasa. Setidaknya, Pelita jadi tidak harus bangun pagi-pagi untuk bersiap ke sekolah.

Pelita akan bangun dengan alarm yang diatur setengah jam sebelum kelasnya di mulai. Tapi jika ia masih mengantuk, tidak jarang ia akan memilih untuk tidur kembali dan bangun beberapa menit sebelum kelas di mulai.

Meskipun bangun dengan waktu yang mepet dengan jam pelajaran pertama, sebuah keajaiban baginya tidak pernah telat absensi. Tapi, lain dengan hari ini.

Pelajaran pertama dimulai jam 7.30 sampai 8.30 dan pelajaran pertama adalah PKWU. Pelita kira hari ini akan sama seperti sebelum-sebelumnya, gurunya hanya akan memberikan materi untuk dibaca, kemudian mengisi absen dengan menulis nama di WhatsApp.

Pelita awalnya masih bangun sampai jam 8.00 sambil menahan rasa kantuknya. Tapi, Dikarenakan sampai saat ini tidak ada informasi bahwa zoom akan diadakan, Pelita jadi semakin yakin kalau gurunya ini hanya akan memberikan materi. Pelita pun berencana untuk mengisi absen di akhir jam pelajaran pertama saja. Pelita menggunakan waktunya yang berharga untuk tidur kembali sambil menunggu jam pelajaran berikutnya dimulai.

Ternyata ia lupa untuk menyetel alarm, dan saat melihat WhatsApp, ternyata pelajaran pertama dan kedua didakan dengan zoom. Alhasil, Pelita yang bangun saat jam pelajaran kedua akan berakhir beberapa menit lagi, hanya mendapatkan sedikit materi saat pelajaran kedua. Pelita tidak mengisi absen, bahkan tidak ikut sama sekali pelajaran pertama.

Pelita melihat mamanya lewat depan kamarnya. "Mama, bukannya bangunin, kan jadi telat!" ujar pelita dengan sebal

"Mana mama tau, kan kamu gak bilang." Mamanya menjawab dengan bingung.

Sebenarnya Pelita sadar ini memang salahnya sendiri, ia hanya kesal saja dan mencari orang lain untuk disalahkan juga.

Pelita biasanya tidur diatas jam 12. Paling malam ia akan tidur jam 2, itu pun jarang, ia lebih sering tidur jam 1. Ia akan bangun sebentar untuk sholat subuh, kemudian tidur lagi, dan bangun untuk sekolah. Setelah selesai, siangnya ia akan tidur lagi dan itu terus berulang setiap hari. Jam tidurnya menjadi sangat berantakan.

***

Dikarenakan Pelita telat absensi kemarin, hari ini ia agak kapok dan berniat untuk mengembalikan jam tidurnya seperti semula.

Pelita sudah mencoba menutup mata, tapi ia belum juga bisa tertidur. Pelita jadi teringat ada series yang belum ia selesaikan. Pelita pun membuka hpnya dan berniat menonton sebentar saja.

Beberapa jam berlalu, ia seharusnya sudah tidur jika ingin mengembalikan jam tidurnya seperti semula, tapi ia malah semakin penasaran dengan kelanjutan seriesnya. Alhasil ia begadang lagi seperti kemarin-kemarin. Sepertinya pelita memang tidak pernah benar-benar merasa kapok.

Semua orang rumahnya sudah tertidur, dengan lampu dimatikan. Pelita sebenarnya sekamar berdua dengan kakaknya, tapi hari ini sedang tidak pulang ntah kemana.

Pelita melihat jam, sudah pukul 3 dini hari, dan ia memutuskan untuk tidur. Belum sempat ia tertidur lelap, tiba-tiba ia mendengar suara besi yang seret.

Pelita dengan takut membatin, "Orang gabut mana yang bawa-bawa besi jam segini?"

Semakin lama mendengar, ia semakin takut dan imajinasi berkeliaran di otaknya. Ia takut kalau-kalau ada makhluk halus di luar sana.

"Apa gue mendadak jadi indigo, ya?" tanyanya pada diri sendiri.

"Kayaknya ga mungkin, deh." Jawabnya

Pelita pun memaksakan untuk menutup mata dan menutup dirinya dengan selimut.

***

Hari selanjutnya Pelita masih mendengar suara-suara besi itu.

Hari berikutnya, suara itu masih tetap ada di jam-jam antara 2 atau 3 dini hari.

Setelah dihantui dengan suara-suara mengerikan, Pelita kali ini benar-benar berniat untuk tidur lebih awal. Kali ini ia menahan dirinya untuk tidak tidur siang agar lebih mudah tidur awal nantinya.

Berhasil! Jam 9 ia sudah mulai mengantuk dan akhirnya tertidur dengan posisi lampu kamar dimatikan.

Belum sampai 3 jam tertidur, Pelita mendengar suara-suara berisik yang menganggunya.

"Here we go again," ucapnya dengan malas dalam hati.

Pelita 100% yakin itu suara berisik dari kakaknya yang baru pulang. Dengan tanpa dosanya manusia itu datang dan langsung menyalakan lampu. Ntah mengapa lampu yang terang benderang melebihi cahaya ilahi di pagi hari itu dipasang di kamarnya. Pelita pun menutup dirinya dengan selimut karena merasa silau. Ia pun berusaha untuk tidur kembali, tapi tidak bisa.

Sudah masuk kamar dengan grasak grusuk suara plastik, yang ntah plastik apa, kemudian menyalakan lampu yang membuatnya silau, sekarang kakaknya yang sinting itu malah menonton tiktok dengan suara yang cukup keras untuk menganggu Pelita tidur kembali.

Lagi dan lagi. Hal ini sering terjadi saat ia mencoba untuk tidur lebih awal. Ntah kenapa, semenjak ia sering begadang, jika tidur lebih awal telinganya menjadi super tajam seakan semesta tidak mengizinkannya untuk tidur dengan waktu semestinya. Meskipun hal ini sering terjadi, tak pernah sekalipun membuatnya terbiasa untuk tidak kesal. Tetapi, Pelita tidak pernah berani untuk menegur kakaknya itu, alhasil ia hanya mengumpatnya dalam hati. Meskipun ia sangat ingin mengatakan, "BERISIK, BEGO! UDAH MALEM!"

Pernah suatu hari Pelita merasa kelaparan tengah malam, dan kebetulan bapaknya yang baru pulang membawakan makanan. Ia pun memakannya dan menyalakan lampu, karena sulit jika makan dalam kondisi gelap. Di sisi lain, kakaknya yang sudah tertidur merasa terganggu dan akhirnya terbangun, kemudian marah-marah.

"Berisik banget sih!" Kemudian menyetel lagi dengan suara super keras.

Pelita jadi merasa bersalah, sekaligus juga sangat kesal jika mengingat perbuatan kakaknya pada dirinya yang lebih parah. Jika menyalakan lampu saja bisa membuatnya terganggu, kemudian terbangun, apa manusia sinting itu tidak pernah berpikir bahwa ia lebih terganggu dibanding dirinya? Memang benar, nenek lampir itu ada di dunia nyata, pikir Pelita.

Setelah kesal karena tidak bisa tidur kembali, Pelita akhirnya memutuskan untuk menonton film.

Setelah beberapa jam menonton, Pelita mendengar suara besi yang diseret lagi. Ia mulai takut, tapi kali ini ia merasa ada yang aneh. Ia mendengar ada suara lain juga. Terdengar suara kentungan dibunyikan pelan. Kali ini ia merasa sedikit tidak takut, tapi lebih ke arah penasaran dari mana suara itu berasal.

***

Keesokan harinya Pelita bertanya, "Ma, kalo malem suka ada suara-suara, itu suara apa, ya?"

"Yang deket jam-jam mau ke subuh itu?"

"Iya."

"Ohh, itu mah suara orang lagi ngeronda."

"Ngeronda? Kok pake bawa-bawa besi?"

"Buat nandain kalau mereka udah ngelaksanain tugasnya ngeronda."

"Ohhhh." Pelita jadi ingin menertawakan dirinya, sekaligus lega kalau itu ternyata bukan perbuatan makhluk halus seperti yang ada dipikirannya.

Ya, betul sekali. Yang selama ini Pelita kira itu suara-suara makhluk ghaib, ternyata hanyalah suara orang yang lagi ngeronda.

Meskipun begitu, Pelita masih tidak habis pikir, mengapa harus besi?

Pelita menertawakan dirinya, kemudian tersebesit pikiran. "Kalau gitu, bisalah gue lanjut begadang lagi, kan ga ada yang harus ditakutin lagi."

Memang anak satu ini tidak ada kapok kapoknya.

***

Setelah melewati hari-hari dengan tugas yang segunung, Pelita akhirnya bisa terbebas juga. Ia sekarang sudah lulus SMA.

Setelah lulus, ia tidak punya kegiatan rutin lagi untuk dilakukan. Kebiasaan begadangnya semakin lama, semakin parah. Kalau dulu, jam 3 ia sudah harus tertidur karena paginya ada kelas online, sekarang ia jadi merasa lebih bebas sampai-sampai bisa baru mulai tidur jam 7 atau bahkan 8 pagi.

Hari ini adalah hari weekend, dan seperti biasa, ia maraton film sampai pagi hari. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 7 lewat. Ini sudah waktunya bagi Pelita untuk tidur.

Saat baru saja menutup matanya, belum juga ia masuk ke dunia mimpi, tiba-tiba terdengar suara-suara seperti orang sedang bangun rumah. Ntah bangun rumah atau renovasi rumah, pokoknya suaranya sangat menganggu dan suara itu terdengar sangat dekat.

Pelita mencoba tidur sambil mendengarkan musik dengan earphone, berharap suara musik bisa membuatnya sekitarnya sedikit lebih tenang.

***

"Itu tadi pagi suara tak,tok,tak,tok, rumah sebelah lagi renov rumah, ma?"

"Iya, itu rumahnya dijual sama pemilik lamanya, terus pemilik barunya sekarang lagi ngerenov rumahnya."

Pelita yang mendengar itu hanya manggut-manggut.

Kegaduhan itu terus berlanjut selama beberapa minggu di hari weekend.

Semakin lama, Pelita menyadari bahwa kegaduhan itu sekarang tidak hanya di hari weekend, tapi hampir setiap hari. Bagaimana caranya pelita bisa sabar disaat orang-orang itu terus menganggu waktu tidurnya?

Suatu hari Pelita bertanya pada adiknya. "Itu orang renov rumah kok gak selesai-selesai?"

"Gimana mau cepet, orang yang kerja cuma keluarganya doang. Bapak sama anaknya."

"Ck, pantesan lama banget." Pelita berdecak sebal.

***

"TOK TOK TOK TOK TOK."

"Tahan, Pelita, tahan. Sebentar lagi pindah, kok," ucap Pelita meyakinkan diri sendiri.

Ya, Pelita akan pindah rumah sebentar lagi. Meskipun hanya beberapa meter jaraknya dari rumah yang ini, gangguan-gangguan ini pasti akan segera hilang.

Ngomong-ngomong tentang pindah rumah, Pelita jadi teringat saat ia baru saja pindah ke rumah yang ini. Saat itu ia masih kelas 5, dan saat itu ia masih sering keluar rumah untuk bermain dengan teman-temannya.

Pernah suatu saat ada kakek-kakek yang tinggal di situ bertanya, "Bekel berapa bekel?"

"7 ribu," jawab pelita

"7 ribu? Banyak-banyak banget." Pelita yang mendengar ini bingung, dan membuatnya ingin segera lenyap dari hadapan kakek ini.

Menurut Pelita, kakek ini agak lain, karena setiap bertemu dengannya ia selalu bertanya pertanyaan yang sama. Dari yang tadinya Pelita menjawab dengan benar, sampai-sampai ia sering kabur dan menghindar jika bertemu dengannya.

Adik Pelita juga ternyata mengalami hal yang sama, tapi dengan pertanyaan yang berbeda. Seperti ini.

"Mama masak apa mama?"

"Nggak tau," jawab adik Pelita.

"Tahu? Ohh, masak tahu?"

"Nggak. tau," ucapnya dengan penekanan, kemudian ia pun kabur.

Pelita masih tidak mengerti sampai sekarang mengapa kakek itu sering menanyakan pertanyaan random berulang kali. Karena menurutnya cukup aneh, ia sering menghindar, begitupun dengan adiknya.

Baru-baru ini adiknya melihat percakapan kakek itu dengan tukang paket.

"Tau rumah hanah, nggak?" tanya tukang paket.

"Hana?"

"Hanahh." Tukang paket masih sabar menanggapi.

"Hana?" tanya kakek itu lagi.

"HANAH. HA. NAH. PAKE H." Tukang paket mulai kesal.

Dengan polosnya ia menjawab "Ohh, nggak tau."

Dari percakapan ini Pelita agak yakin kalau kakek ini memang memiliki pendengaran yang kurang bagus. Tapi jika iya, berarti adiknya tidak perlu menghawatirkan soal kakek ini, karena wajar manusia yang sudah lanjut usia memiliki gangguan pendengaran. Meskipun begitu, Pelita belum juga menemukan jawaban mengapa kakek ini selalu menanyakan pertanyaan yang sama pada satu orang.

***

Sekarang Pelita sudah pindah rumah. Ia senang karena sekarang sudah terbebas dari suara-suara berisik orang yang sedang merenov rumah. Ia berharap kali ini rumahnya akan membawa ketenangan, lagi pula ia sudah tidak lagi sekamar dengan kakaknya, yang di mana ia seharusnya bisa memperbaiki jadwal tidurnya tanpa ada yang mengganggunya. Rumahnya kali ini juga sudah beberapa meter lebih jauh dari masjid, jadi kalau kalau ada yang salah menggunakan speaker lagi, ia tidak akan seterganggu sebelumnya.

Setelah lulus SMA, Pelita mengambil gapyear. Untuk mengisi waktu luangnya, ia berniat untuk mencoba menulis novel yang siapa tahu bisa diterbitkan. Dengan bermodalkan gemar membaca, Pelita mencoba menulisnya meskipun sering mengalami banyak kesulitan dan sering terdistraksi.

Saat mencoba menulis, Pelita merasa otaknya lebih encer saat malam hari. Ia merasa karena malam yang sunyi, membuatnya lebih mudah untuk fokus. Jadi, lagi-lagi ia memiliki alasan untuk begadang, dan hal itu masih terus terjadi sampai saat ini.

Malam ini Pelita sedang menulis sinopsis untuk ceritanya. Berkali kali ia merombak karena tidak merasa puas juga. Jam demi jam berlalu, hingga sekarang jam sudah menunjukkan pukul 6. Pelita akhirnya menyelesaikan sinopsisnya, dan tibalah saatnya untuk tidur.

Pelita mengecas HP-nya, mematikan lampu kamarnya, dan bersiap untuk tidur. Belum lama ia menutup mata, tiba-tiba terdengar suara ibu-ibu menyerukan, "TAHU WALIK SATU PORSI!"

Ternyata Pelita baru tahu bahwa rumah sebelahnya berjualan tahu walik (maklum, jarang keluar rumah).

Jadi begini ceritanya, di lingkungan rumahnya ada yang berjualan bubur ayam lewat GoFood. Karena saking banyaknya pesanan, banyak ibu-ibu sekitar yang bekerja membantu-bantu di sana. Karena hanya berjarak satu rumah dari rumah Pelita sebelumnya, ia sering mendengar suara ibu-ibu yang mengobrol dari sana. Meskipun pelita sekarang jarang keluar rumah, dulu ia sering main di sekitar rumahnya, sampai-sampai hapal suara ibu-ibu yang mengobrol tadi.

Karena penasaran, Pelita bertanya pada adiknya. "De, itu mamanya nino ikut kerja di bubur?"

"Iya."

"Kok aneh?"

"Aneh apanya?" tanya adiknya bingung.

"Bukannya udah kaya?"

"Gatau atuh, kan sekalian jualan nasi kuning juga di situ. Nitip sekalian di gojek."

"Ohhh, pantes."

Pelita dulu memang pernah penasaran sampai melihat sendiri di GoFood, dan terakhir kali ia hanya melihat ada bubur ayam, nasi kuning, nasi uduk, bubur ketan hitam, dan bubur kacang hijau. Ia tidak tahu kalau ternyata yang menitipkan jualan di situ semakin banyak, dan tahu walik ternyata salah satunya.

Pelita jadi teringat, beberapa hari sebelumnya adiknya pernah bertanya, "Tau tahu walik, ngga?"

"Tau."

"Apaan?"

"Ya tahu," jawab pelita dengan malas.

Awalnya Pelita kira adiknya ini hanya sedang mengetesnya, padahal sudah tahu jawabannya.

"Ck, iya tahu, tapi tahunya diapain?"

"Tahunya dimasak."

"Cih, bilang aja gak tau, kan?"

"Tau kok, tahunya dibalik, kan?"

"Hah, emang iya?" Bingung dia.

"Emang, beneran."

"So tau!"

"Dih, gak percaya."

"Mikirlah, masa dibalik? Ya ancur, dong."

"Tahunya bukan tahu yang lembek, bodoh! Yang kayak tahu sumedang."

"Ohh."

"Mungkin." Pelita juga sebenarnya tidak tahu, tahu walik itu memakai tahu jenis apa, tapi ia hanya tahu kalau tahunya itu memang dibalik.

"Yahh, so tau, sih!"

"Dih, terserah lah. Orang emang beneran dibalik."

Kalau diingat-ingat, pantas saja dulu adiknya tiba-tiba bertanya tentang tahu walik.

***

Dikarenakan otaknya yang sangat random, dan tidak jelas, Pelita merasa kesulitan. Ia sering bergonta-ganti ide untuk menulis dan berujung tidak tahu sebenarnya mau menulis apa. Ini akan jadi karya pertamanya, jadi wajar saja ia sering terkendala dan sering menyerah sampai terlupakan kalau ia ingin menulis novel.

Saat itu video dari channel satu persen lewat beranda YouTube-nya. Isi videonya tentang produktifitas, yang katanya kalau tidur larut malam itu justru bikin kita ga produktif. Pelita merasa tersinggung, dan tergerak untuk ingin jadi produktif juga. Ia sampai belajar membuat habbit tracker dan memperbaiki jam tidurnya.

Saat berhasil untuk tidur lebih awal, ia lagi-lagi terganggu oleh suara kakaknya. Meskipun kamar mereka sudah berbeda, tapi dindingnya bukan dibatasi dengan tembok. Jadi, suara apapun lebih mudah terdengar. Kali ini ia mendengar suara kakaknya yang sedang teleponan dengan pacarnya.

Pelita berpikir, mereka memang cocok menjadi pasangan paling tidak tahu diri. Apakah mereka tidak sadar bahwa ini sudah larut malam? Atau mereka merasa seperti dunia milik berdua saja?

Lagi, lagi, dan lagi. Selalu saja ada hambatan di jam tidurnya. Seperti yang sudah bisa kalian tebak, jika kebangun begini Pelita tidak akan bisa tidur sampai pagi. Paginya juga ia akan sulit tidur karena akan dihiasi oleh teriakan, "TAHU WALIK SATU PORSI!"

"TAHU WALIK PAKET 10!"

"TAHU WALIK NAMBAH 1!"

"TAHU WALIK UDAH BERES BELUM?"

"TAHU WALIK CEPETA!"

Tahu walik, tahu walik, dan tahu walik.

Pelita bingung harus sedih atau bagaimana, karena artinya bagus jika tahu walik itu sangat laku, tapi sisi lain ia juga tersiksa.

Semakin lama, Pelita jadi penasaran dengan rasa tahu walik karena ia tidak pernah mencobanya. Ia membuka aplikasi gojek dan melihat tahu walik tersebut.

"Keliatannya enak," batinnya.

Pelita pun bertanya kepada adiknya. "De, harga tahu walik berapaan?"

"Ngga tau."

"Halah, apaan sih yang lu tau," ucap Pelita mengejek.

"Ya lagian, orang emang gak tau, harus diapain lagi?"

"Tapi, penasaran juga, kan lu?"

"Hehe, iya sih."

"Soalnya, harga di gojek biasanya kam dimahalin."

"Ck, iya, tapi gue gak tahu!"

"Yeu, gue cuma ngasih tau doang!"

***

Penderitaan Pelita di rumah barunya tidak sampai di situ saja.

Rumah baru Pelita ini diapit oleh rumah pemilik kontrakan berserta keluarganya yang terhubung ke atas. Jadi, rumah pelita berada di bawah, dan dikelilingi oleh rumah keluarga itu.

Hari itu pelita sedang sakit. Badannya panas, kepalanya pusing. Ia ingin tidur, tapi mencari posisi tidur yang nyaman pun rasanya sulit. Serba salah.

Dikarenakan rumah orang yang berada di atas rumahnya ini lantainya tidak dicor, alias hanya dari triplek? Ntahlah, yang jelas terbuat dari kayu kayu yang di mana, jika ada orang melangkah akan terdengar dengan sangat jelas. Di rumah itu ada Anak-anak, ntah berapa banyak. Hari ini mereka membuat kegaduhan dengan berlari-lari tanpa merasa berdosa. Ntah bermain apa di dalam rumah.

Pelita sangat ingin berkata, "BISA DIEM GAK? BERISIK, WOI!' Tapi tidak bisa. Yang bisa ia lakukan hanya bersabar dan bersabar.

Ini adalah salah satu hal yang membuatnya benci dengan anak-anak. Mereka sangat menganggu, tapi sebagai yang dewasa tidak bisa marah, karena orang tuanya pasti berkata, "Maafin, ya. Maklum masih anak-anak." Kata-kata klise orang tua yang anaknya sedang dalam masalah.

Pada akhirnya pindah ke rumah baru yang ia sangka akan membawa kedamaian, malah membawa petaka. Pindah ke rumah ini sangat jauh dari ekspektasinya. Rumahnya memang berbeda, tapi situasi yang Pelita alami tetap sama. Ia tetap sulit tidur di malam hari karena ada nenek lampir. Di pagi hari pun sulit karena tahu walik. Apa Pelita sebaiknya pindah ke planet mars saja, ya?

Bagi Pelita, hari esok itu seperti, "Akan ada kegaduhan apa lagi ini?"

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Kegaduhan Apa Lagi?
arunien
Cerpen
Kalung Ini Ruby Pinjam
Rizky Siregar
Cerpen
Abaikan Dengan Buku
Yooni SRi
Cerpen
Gunung dan Kucingnya
Nidaul Ainiyah
Cerpen
Sitta dan Warna
Rewinur Alifianda Hera Umarul
Cerpen
Afeksi Sang Rasi Phoenix
Fianaaa
Cerpen
JANGAN REBUT SENJA TERAKHIRKU
Rian Widagdo
Cerpen
Bronze
Larung Layang
Eva Maulidiyah BL
Cerpen
Harapan Yuna dan Yuni
Mutia Ramadhanti
Cerpen
Kontrakan Sakinah
Tini
Cerpen
Bird (Burung)
Celica Yuzi
Cerpen
Bronze
Pelajaran Menulis Cita-Cita
Nana Sastrawan
Cerpen
Bronze
Tipu-Tipu Media Sosial
Amalia Puspita Utami
Cerpen
Bronze
Mendekap Surga
Trippleju
Cerpen
Bronze
Mat Tabik
Bonari Nabonenar
Rekomendasi
Cerpen
Kegaduhan Apa Lagi?
arunien
Skrip Film
Mantra secangkir teh
arunien