Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Pemimpi, Janda, dan Laki-Laki Paruh Baya
Suka
Favorit
Bagikan
4. #4

 

1.     INT. AREA BENDUNGAN-WARUNG JANDA-SENJA

Maya sedang membereskan dagangannya dibantu Gina yang masih mengenakan seragam SMP.

YUDA (35 tahun) si Pemilik Tanah datang. Ia memesan secangkir kopi. Setelah kopi terhidang, Yuda menyeduhnya dengan perlahan.

Sunyi beberapa saat, hanya terdengar suara kodok saling bersaut-sautan.

Maya terus melanjutkan pekerjaannya, tanpa menghiraukan Yuda.

YUDA

Hm... ramai juga hari Minggu ini, ya.

MAYA

Lumayan, Bang.

YUDA

Sepertinya kamu mengerti maksud kedatangan saya.

MAYA

Nggak.

YUDA

Ya... saya mau nagih uang kontrak tanah.

MAYA

Masih 3 bulan lagi, kenapa sudah ditagih? Di perjanjian kontrak saya bayar tiap Oktober, sekarang masih Juli.

YUDA

Oh... nggak apa-apa. Lebih cepat lebih baik. Toh, ujung-ujungnya kamu bakal bayar juga kan.

MAYA

Nggak. Saya nggak bakal bayar sekarang. Belum waktunya.

Yuda mulai naik pitam. Ia berdiri mendekati Maya.

YUDA

Atau kamu mau dengan cara lain?

Gina kabur. Yuda mulai menyentuh lengan Maya.

YUDA (CONT’D)

Kalau kamu mau, saya bisa kasih diskon 25 persen untuk tahun ini.

MAYA

Nggak mau, saya cuma bakal bayar bulan Oktober.

Yuda semakin naik pitam. Ia membanting gelas yang ada di sebelahnya. Maya ketakutan, namun ia tidak bereaksi banyak.

2.     EXT. KEBUN ZEN

Zen sedang bersiap-siap memasukkan peralatannya ke dalam bagasi mobil. Ia mendengar seseorang berteriak-teriak memanggil namanya. Zen menoleh.

Ia menyaksikan Gina berlari sambil memanggilnya.

Zen khawatir.

Gina berhenti di depannya, ia ngos-ngosan.

3.     INT. AREA BENDUNGAN-WARUNG JANDA

Yuda meraih tangan Maya, sedangkan tangannya yang satu lagi menggerayangi tubuh Maya. Maya kalah kuat.

YUDA

Kamu jangan sok suci di depan saya! Saya tau kamu sange-an. Liat ini... (menunjuk selangkangannya) kamu pasti langsung mau. Coba pegang... ayolah pegang dulu. Nanti juga ketagihan. Udah lama juga kan kamu ‘nggak’.

Zen datang. Ia berdiri dengan santai di pintu warung

ZEN

Ngapain nih, Bang?

Yuda menoleh. Saat itu digunakan Maya untuk menjauh dari Yuda.

YUDA

Kamu anak kecil nggak usah ikut campur!

ZEN

Saya nggak ikut campur, saya cuma nanya abang mau ngapain?

YUDA

Bukan urusan kamu!

ZEN

Loh, memang bukan urusan saya. Tapi, sebagai MANUSIA saya sebaiknya ngebantu manusia lain yang sedang kesusahan.

YUDA

Kamu nggak usah banyak bacot, bocah! Sok berani!

ZEN

Wah, saya emang nggak berani. Badan abang segede itu, saya cuma segini. Tapi, pemuda-pemuda di loket kayaknya pada berani tuh. Pada jago-jago berantem. Kebetulan mereka belum pada pulang. Gina tinggal lari, teriak, trus sampe.

Yuda tiba-tiba menciut. Dia mengalihkan pembicaraan.

YUDA

Saya ke sini cuma mau nagih uang kontrak tanah! Udah jatuh tanggal. Mau apa kamu?

MAYA

Bohong, bulan Oktober.

ZEN

Loh, bulan Oktober, Bang! Masih lama, sekarang baru Juli.

YUDA

Eh, kamu jangan sok ngerti ya. Ini urusan saya sama dia.

ZEN

Bang, saya tau uang kontrak tanah Abang ini nggak seberapa. Dan saya juga tau, sekarang pun Maya bisa bayar. Tapi, kontrak ya kontrak. Ada surat-suratnya.

Abang tau kan, Bang, orang tua saya siapa? Mereka banyak duit. Buat bawa ke pengadilan saya nggak takut. Bukti-bukti nyatanya ada. Saya nggak segan-segan minta ke orang tua saya buat bawa ini ke pengadilan, walau uang yang keluar nantinya bakal berkali-kali lipat dari uang kontrak tanah Maya.

YUDA

Nggak usah sok pintar! Soal ginian dibawa ke pengadilan.

ZEN

Loh, apa salahnya? Buat ke pengadilan mah butuh duit. Nah, saya punya banyak. Orang tua saya juga kenalannya banyak tuh. Nggak ada yang susah. Asal ntar Abang jangan heran, kalau ujung-ujungnya tanah ini bakal jadi hak milik Maya. Terus Abang bakal mendekam di penjara gara-gara kasus pelecehan tadi. Saya sama Gina bisa jadi saksi.

Nyali Yuda semakin menciut.

ZEN (CONT’D)

Oh ya, ada bukti rekamannya sih ngapain ribet.

Zen menyodorkan HP-nya.

Yuda makin ke takutan.

YUDA

(ke Maya sambil menunjuk) Oktober!

Yuda lalu pergi.

Gina terperangah. Ia melirik Zen dengan centil.

ZEN

Kamu nggak apa-apa kan, May?

MAYA

Nggak apa-apa.

Maya merapihkan pakaian dan rambutnya, Gina membersihkan pecahan gelas di lantai. Zen membuat minuman untuk mereka berdua.

MAYA (CONT’D)

Bagus ya, ngerekam dulu, baru bantuin.

Zen tertawa. Gina keluar warung membawa pecahan gelas dalam kantong.

ZEN

Bohong! Ya kali. Batrai HP-ku juga abis.

Maya tertawa.

ZEN (CONT’D)

Orang kayak gitu, harus digituin tau, May. Lagian kamu ada-ada aja, ngontrak tanah dia. Tanah yang mana kek dekat sini. Ya... emang sih ini spot yang paling mantap, tapi orang kalo lapar sama haus mah bakal ke mana aja.

MAYA

Yee... mana lagi? Jelas-jelas tanah di sini tuh punya dia semua.

ZEN

Serius, May?

MAYA

Nggak semua juga sih, lebih dari setengah lah. Warung-warung lain juga pada ngontrak sama dia, kecuali Gadis sama tantenya dia, si Mama.

ZEN

Kamu serius nggak apa-apa, May?

MAYA

Iya nggak apa-apa, tenang aja.

Tumben kamu mau libatin orang tuamu, Zen?

ZEN

Ya... buat nakut-nakutin dia aja. Ya kali aku minta bantuan sama mereka.

Maya tiba-tiba merenung.

ZEN (CONT’D)

Kamu kenapa, May?

MAYA

Mereka bilang aku cerai gara-gara hiper. Mantan suamiku udah nggak kuat buat ladenin.

Zen tersenyum. Ingin ia tertawa karena mendengar kat a’hiper’, namun sepertinya Maya sedang berusaha untuk bercerita dari hati.

MAYA

Emang sih... seks itu enak.

Zen akhirnya tertawa. Maya pun tertawa.

MAYA (CONT’D)

Tapi demi Tuhan, aku cerai bukan karena dia nggak kuat ladenin. Kalau emang aku hiper, aku terima. Tapi dia juga hiper. Kita sama-sama kuat kok di ranjang

Tawa Zen semakin kencang..

ZEN

Hyper, May! Hyper!!

MAYA

Ya... itulah. Intinya aku cerai bukan karena... HYPER.

ZEN

Nahhh!

MAYA

Tapi, karena dia kabur bawa tabungan sama perhiasanku, bahkan HP juga. Dan cuma ninggalin sepucuk surat yang intinya minta maaf karena rencana kita tidak bisa berjalan seperti yang kita rencanakan waktu dia ngelamar.

ZEN

Brengsek sih mantan suami kamu emang!

Maya kembali melamun.

MAYA

Tapi aku heran sama orang-orang di sini memandangku. Apa karena aku janda?

ZEN

Maksud kamu?

MAYA

Apa karena aku janda mereka pikir gampangan? Apa karena dandanan ini?

ZEN

May... udahlah. Nggak usah diingat-ingat lagi. Dia udah pergi juga kan.

MAYA

Berbulan-bulan aku larut dalam kesedihan. Kekecewaan. Sampai berkali-kali coba bunuh diri. Hingga akhirnya aku bisa lupa dan memulai kembali semuanya dari awal. Nggak gampang, Zen. Nggak gampang.

(beat)

Dan ini... penampilanku kayak gini, yang kata orang buat narik perhatian lelaki, mereka salah. Aku bukan buat narik perhatian siapa-siapa kayak gini. Merekanya aja yang punya otak isinya selangkangan. Kalau soal payudara yang ukurannya di atas rata-rata ini, apa salahku? Harus gitu operasi buat ngecilin payudara? (tertawa miris) Aku kayak gini buat ngehibur diri, buat menghapus masa lalu yang ingin kuhapus. Dan aku hampir berhasil. Tapi...

Air mata Maya tak lagi bisa dibendung.

Zen menghampiri Maya, duduk di sebelahnya, lalu memeluknya.

ZEN

Sshhhh... udah... udah... aku ngerti kok.

Maya terus menangis. Ia membalas pelukan Zen.

MAYA

(terisak-isak)

Kamu satu-satunya laki-laki yang datang ke sini, yang nggak pernah ngomentarin tubuhku, penampilanku, apalagi berusaha untuk memanfaatkannya.

Zen merasa mulai tidak nyaman, sebab tangan Maya memeluknya semakin erat, sedangkan wajahnya mulai mendekati leher Zen. Zen bisa merasakan nafas Maya. Sejurus kemudian, Zen bangkit.

ZEN

May... aku... (mencari alasan) tadi ninggalin dompet... iya, dompet, di... kebun. Takutnya... kemalaman udah nggak kelihatan lagi, kan.

Maya mengangguk tegang. Ia takut hal itu akan membuat Zen menjauhinya.

DISSOLVE TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar