Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
HUKUM TERAKHIR
Script Film
Bagian Satu: Pembukaan
EXT. GEDUNG PENGADILAN - SIANG HARI
Tampilan luas sebuah gedung pengadilan megah di pusat Jakarta. Sejumlah kendaraan mewah terparkir di depan, menyiratkan bahwa tempat ini adalah pusat dari kekuasaan hukum. Namun, di sisi lain, ada suasana yang kontras—warga miskin yang harus mengantre panjang untuk mendapat giliran, sementara elit hanya perlu satu panggilan untuk masuk.
Suara latar (VO):
"Hukum itu katanya harus adil. Tapi seiring berjalannya waktu, hukum hanya jadi alat bagi yang punya kuasa untuk mengatur segalanya. Kadang-kadang, keadilan itu... cuma cerita."
INT. KANTOR PENGACARA - SIANG HARI
Muhammad Ari Pratomo, mengenakan setelan jas hitam rapi, duduk di meja kerjanya yang dipenuhi tumpukan berkas dan dokumen. Ari menatap layar laptop, wajahnya tampak serius. Ada rasa penat di wajahnya.
Ari memutar kursinya dan melihat keluar jendela, ke arah kota yang sibuk. Sekejap ada tatapan kosong di matanya. Sesaat dia memikirkan kembali keputusannya untuk keluar dari firma besar yang dulu ia bela.
Ari menghela napas panjang dan kemudian menyandarkan tubuhnya ke kursi.
CUT TO:INT. KANTOR HUKUM RAKYAT - BEBERAPA MENIT KEMUDIAN
Ari kini berada di ruang kantor yang jauh lebih sederhana, tampak jelas bahwa ia tidak lagi berada dalam lingkungan hukum yang mewah. Sebuah ruangan kecil dengan beberapa kursi plastik, meja kayu sederhana, dan tumpukan berkas yang lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Namun ada satu yang pasti: di sini, ia merasa lebih hidup.
Seorang pria paruh baya, Fikri, asisten Ari, berdiri di depan meja dengan wajah cemas.
Fikri:
(terburu-buru)
Ari, klien kita di blok B—remaja yang dituduh mencuri kabel PLN. Kondisi ekonomi keluarga mereka sangat sulit. Mereka ingin kita melawan, tapi... masalahnya, yang mengatur proyek kabel itu adalah orang dalam, dari pejabat di atas. Bagaimana kita bisa menang?
Ari masih diam, matanya tertuju pada layar ponselnya yang menampilkan pesan singkat dari seorang informan. Pesan itu hanya berisi satu kalimat: "Ini lebih besar dari yang kau bayangkan."
Ari:
(menghela napas)
Kita tidak bisa takut. Ini bukan soal menang atau kalah, Fikri. Ini soal prinsip. Kalau hukum ini sudah dibeli oleh para penguasa, siapa lagi yang akan berbicara untuk mereka yang tak punya suara?
Fikri memandang Ari dengan ragu, tapi kemudian mengangguk. Ari berdiri, menatap ke luar jendela, matanya penuh tekad.
CUT TO:EXT. KOMPLEKS PERUMAHAN MISKIN - SORE HARI
Ari dan Fikri berjalan menyusuri jalanan sempit menuju rumah klien mereka. Raka, seorang remaja berusia 19 tahun, yang tengah dituduh mencuri kabel PLN, tinggal di sini bersama ibu dan adiknya. Rumah mereka sempit, dindingnya tampak rapuh.
Ari berdiri di depan rumah itu, mendengarkan ibu Raka yang menceritakan kisah anaknya. Ada ketegangan di udara, karena mereka tidak hanya melawan dakwaan, tapi juga sistem yang lebih besar.
Ibu Raka:
(nada terputus-putus)
Saya tahu anak saya nggak pernah mencuri. Mereka hanya ingin menjatuhkan dia. Mereka bilang... mereka bilang kalau dia mencuri kabel itu karena ada proyek besar yang harus dijalankan oleh orang penting. Saya cuma... saya cuma mau keadilan, Pak.
Ari menatap ibu Raka dengan serius, ada perasaan iba namun juga tekad di matanya.
CUT TO:INT. KANTOR PENGACARA - MALAM HARI
Ari duduk di mejanya, memikirkan lebih dalam tentang kasus ini. Dia membuka file besar yang berisi rincian proyek kabel tersebut. Semakin ia menelusuri, semakin banyak nama-nama pejabat besar yang terlibat. Beberapa di antaranya tampak familiar, beberapa lainnya bahkan termasuk orang yang dulu pernah bekerja dengannya.
Ari memejamkan mata sejenak. Ada perasaan cemas, namun juga kemarahan yang terus membara. Lalu dia membuka file dokumen baru yang mencantumkan rincian kasus lainnya. Ini lebih dari sekadar kasus pencurian kabel—ini adalah konspirasi besar yang harus dihentikan.
EXT. JALANAN JAKARTA - MALAM
Ari keluar dari gedung pengadilan, menatap penuh tekad. Sekelompok jurnalis menghampirinya dengan cepat, mencoba mengajukan pertanyaan tentang kasus besar yang sedang ia tangani. Ari tidak menjawab, melainkan hanya melangkah dengan cepat, menjauh dari kerumunan.
Namun di balik langkahnya, ada sesuatu yang berbeda—Ari tahu, ini hanya awal dari sebuah pertarungan yang lebih besar. Sebuah perlawanan yang akan mengubah segalanya.
END OF PART ONE