Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
H-14
Suka
Favorit
Bagikan
12. D-Day
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

43. EXT. PADANG RUMPUT TEMPAT EKSEKUSI-TENGAH MALAM

Hari H.

Tiupan angin yang mendekati pukul dua belas malam terasa menusuk. Namun, langit cukup cerah. GAMA dapat melihat seluruh padang rumput yang sudah familiar baginya itu dengan baik.

GAMA mengisap rokok di antara bibirnya kuat-kuat sebelum menghembuskan asapnya kuat-kuat pula. Jemarinya sedikit bergetar. Entah karena angin yang dingin atau karena rasa gugup yang ia rasakan.

Ia mendengar suara langkah dua pasang kaki mendekatinya. GAMA membuang rokok yang sudah pendek itu ke tanah dan menginjaknya dengan ujung sepatu hingga apinya mati.

GAMA membalikkan badannya dan menemukan seorang sipir yang menuntun UTARA dari belakang. UTARA sendiri berjalan dengan dua tangan terborgol di belakang tubuhnya dan kepala yang terbungkus kain. GAMA menganggukkan kepala pada sipir itu dan si sipir kemudian berjalan beberapa meter menjauh dan berhenti. Tugasnya adalah mengawasi eksekusi supaya berjalan dengan lancar.

UTARA

Selamat malam.

GAMA menoleh pada sang napi yang akan ditembaknya itu.

UTARA

Anginnya dingin, ya. Brr. Mau hujan?

UTARA bergaya seperti orang yang kedinginan.

GAMA

Gak. Langitnya cerah.

UTARA

Oh, maaf. Ga bisa liat.

UTARA menganggukkan kepalanya satu kali, seperti memberitahukan kepada GAMA bahwa kepalanya terbungkus oleh kain, sehingga ia tidak dapat melihat kondisi langit malam itu.

GAMA berdeham. Terdengar gemetar, tetapi tegas.

GAMA

(dengan suara gemetar)

Tahanan 272, berdiri atau berlutut?

UTARA mengeluarkan sebuah tawa pelan.

UTARA

Jangan gemeter. Berlutut aja, biar dramatis.

UTARA pun roboh ke tanah dengan kencang, menumpu pada kedua lututnya.

GAMA berdeham lagi dan merogoh saku dalam jasnya, mengeluarkan sebuah pistol yang tampak mengkilap karena memantulkan cahaya bulan. GAMA memastikan peluru sudah terisi. Ia kemudian memundurkan penutup geser yang terdapat pada bagian atas pistol. Begitu tangannya dilepas, penutup geser itu kembali pada tempatnya semula dan terdengar suara peluru bergerak menuju kamar peluru. Pistol siap ditembakkan.

UTARA

Enak, ya, suaranya.

Ia tidak mendapat jawaban. GAMA mengarahkan pistol tepat di depan jantung UTARA, agar ia mati dalam sekali tembak, sama seperti eksekusi-eksekusi pada umumnya.

GAMA menghembuskan napas sepelan mungkin, tetapi hembusan napas itu tertangkap oleh UTARA.

UTARA

Udah dibilangin jangan gugup.

GAMA menelan salivanya kuat-kuat.

GAMA

Ada kata-kata terakhir?

UTARA

Jangan gugup. Jangan meleset.

Suara tembakan pistol memecah langit malam yang sunyi. GAMA menahan napasnya, kemudian menghembuskannya begitu melihat targetnya roboh ke tanah.

UTARA

Mas? Udah dibilangin jangan mele-

GAMA

Ssh! Jangan ribut!

Detik selanjutnya kain yang menutupi kepala UTARA dilepas. GAMA bergerak ke belakangnya dan dengan pisau lipat yang selalu dibawanya, mengutak-atik borgol yang mengunci tangan UTARA. Wanita itu menoleh ke sekelilingnya dan menemukan sipir yang tadi datang bersamanya sudah terbaring mati di atas tanah, beberapa meter darinya.

Tak lama kemudian, ia merasakan tangannya kembali bebas.

GAMA

Ayo, kamu bisa berdiri?

GAMA membantu UTARA untuk berdiri di atas kakinya. Walaupun masih kaget, UTARA tertawa.

UTARA

Mas, aku sebenarnya juga udah mikirin skenario ini. Ga nyangka kita ternyata sepemikiran.

GAMA mengambil waktu sesaat untuk membalas senyuman UTARA. Tangannya bergerak untuk menyingkirkan poni UTARA yang menutupi wajahnya, kemudian berpindah untuk menggandeng tangannya.

GAMA

Ayo, kita harus cepat, sebelum mereka sadar saya dan sipir itu belum juga kembali.

UTARA membiarkan GAMA menarik tangannya dan membawanya berlari menjauhi padang rumput itu dan memasuki area hutan. Tepat ketika mereka baru saja memasuki area hutan, terdengar sebuah suara berteriak memanggil nama GAMA. BASKARA.

GAMA

Ayo, cepet!

GAMA mempercepat langkahnya. Tangannya masih menggandeng UTARA di belakangnya, yang sudah mulai ngos-ngosan karena berlari. Semakin dalam masuk ke dalam hutan, semakin gelap pula. GAMA hanya mengandalkan instingnya dan penglihatannya yang pas-pasan.

Tiba-tiba saja, genggaman tangannya pada tangan UTARA terlepas. UTARA tersandung dan jatuh. GAMA segera menghentikan langkahnya dan menghampiri UTARA.

GAMA

Hey, kamu gapapa? Ayo bangun, dikit lagi kita sampai.

Ketika membantu UTARA untuk berdiri, pandangan GAMA disilaukan dengan cahaya senter.

BASKARA

Gama! Berhenti!

GAMA menutupi matanya dengan sebelah tangan. Setelah sedikit terbiasa dengan cahaya senter itu, ia melihat BASKARA berdiri kurang dari 2 meter di hadapannya, dengan sebuah senter dan pistol yang mengarah padanya. GAMA yang tanggap segera mengeluarkan pistol miliknya pula dan kini keduanya saling membidikkan pistol pada tubuh satu sama lainnya. UTARA masih terduduk di atas tanah, dengan sebelah tangan GAMA mencengkeram bahunya kuat.

BASKARA

Gama, I told you! Jangan. Kenapa lo ga denger?!

GAMA

Untuk pertama kalinya, Bas, ada yang lebih gue inginkan daripada menulis dan membunuh! Untuk pertama kalinya, gue pengen punya kehidupan kayak orang lain.

BASKARA

Ga gini caranya, Gama! Lo bisa ngelakuin hal lain, nyari orang lain. Ga gini caranya!

BASKARA mengerang frustasi. Pistol dan senternya sudah tidak lagi mengarah pada GAMA.

BASKARA

Gam, sebagai sahabat lo, gue akan kasih lo kesempatan. Belum terlambat, kok. Kita bisa kembali ke lapas dan benerin ini semua. Gue ga akan laporin kejadian ini, supaya pusat mengira semua sudah berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Lo bisa lanjutin karir dan hidup lo seperti biasa.

GAMA tidak menjawab, pistolnya masih mengarah pada sahabatnya. BASKARA memberikan waktu kepada GAMA untuk menjawab, tetapi bibirnya terkatup rapat karena ia sudah yakin dengan keputusannya.

BASKARA

Gama.

BASKARA kembali mengarahkan pistolnya pada GAMA.

BASKARA

Gama, lo masih punya kesempatan.

GAMA

(membentak)

Gue gak mau! Gue gak mau kesempatan itu! Tembak aja! Tembak gue di sini, lalu lo tembak si Utara, lalu lo bawa mayat kami berdua kembali ke lapas.

BASKARA

Gama, don´t make me do it.

GAMA

I´m telling you to! Tembak, ayo tembak!

GAMA merentangkan kedua lengannya lebar-lebar, membusungkan dadanya untuk ditembak oleh BASKARA.

GAMA

Buruan, tembak! Tembak sekarang!

Jari telunjuk BASKARA sudah siap di depan pelatuk. Sekali dorong saja, GAMA sudah akan roboh ke tanah.

BASKARA kemudian mengerang sekali lagi. Pistolnya ia turunkan.

BASKARA

Fine. Pergi. Pergi yang jauh dan jangan pernah kembali ke sini. Jangan tertangkap. Semoga lo ga menyesal dengan keputusan lo dan semoga kalian bahagia.

GAMA tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya.

GAMA

Baskara? Lo serius?

BASKARA mengangguk.

BASKARA

Cepet, sebelum petugas yang lain sadar gue ilang dan mulai nyariin. Lo udah punya escape plan?

GAMA

Udah.

BASKARA

Okay, then. Buruan, pergi.

Pandangan GAMA tidak meninggalkan BASKARA, walaupun tangannya bergerak untuk membantu UTARA untuk bangkit. Ia mendorong UTARA agar berjalan di depannya. Sebelum melanjutkan aksi kabur mereka, GAMA menoleh sekali lagi pada BASKARA.

GAMA

Thank you.

BASKARA memberikannya sebuah senyuman dan mengisyaratkan mereka agar segera pergi. Keduanya pun berlari dan menghilang di dalam kegelapan.

Mulai detik itu juga, keduanya menjadi dua buronan nasional paling atas.

44. EXT. TEPI PANTAI-TENGAH MALAM

GAMA dan UTARA telah tiba di ujung hutan yang lain. UTARA sedikit terkejut ketika kakinya yang semula menginjak tanah berubah menjadi pasir.

GAMA mengedarkan pandangannya pada pesisir pantai. Ombak yang cukup kuat terus-menerus menerpa daratan. Mata GAMA mencari-cari. Seharusnya ada seseorang yang sudah menunggunya di tepi pantai.

GAMA

Nah, itu dia! Ayo.

UTARA digandeng lagi oleh GAMA dan keduanya berlari kecil menuju sisi sebelah kanan pantai. Terlihat sebuah kapal kecil terombang-ambing di atas air. Kapal itu gelap total. Tanpa lampu, tanpa lentera, tanpa apapun.

Sebuah suara memanggil GAMA.

PAK JAYA

Nak Gama! Di sini. Cepat naik!

Tanpa menunggu lama, dua orang itu pun naik ke kapal kecil PAK JAYA, yang dengan cepat dinyalakannya.

GAMA

Sudah, Pak. Ayo jalan.

Kapal kecil itu pun bergerak menjauhi bibir pantai, semakin lama semakin laju membelah lautan. GAMA menoleh pada UTARA yang duduk di sebelahnya. Senyum mereka sama lebarnya. Napas mereka masih ngos-ngosan, tetapi hati mereka lega bukan main.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar