Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
BEHIND BLUE HOME
Suka
Favorit
Bagikan
1. Pisau Berkarat?

1.     EKT. APARTEMEN BLUE HOME- DI DEPAN GEDUNG - MALAM

Wanita paruh baya terjatuh dari lantai 30 menghantam mobil yang terparkir. Serpihan kacanya berserakan. Di ambang jendela lantai 30, ada tiga laki laki berwajah datar menatap jasad itu.

Dari lain arah Hurin meluruhkan belanjaannya shock.  

Hurin

Ibu (berteriak memburu)

Kerumunan berdatangan. Tapi satupun dari mereka tidak ada yang mau menolong.

Warga 1

Dia mati juga. Syukur deh.

Warga 2

Bukannya mati di sini nanti akan mengundang reporter untuk meliput, ya? Ugh, menyebalkan.

Warga 3

Dia pernah jadi selingkuhan suamiku. Ah, bukan, teman one night stand.

Warga  4

Merayakan kematiannya apakah berlebihan?

 

2.     EKT. APARTEMEN BLUE HOME – DI TEMPAT KEJADIAN - MALAM

Sirine mobil polisi dan ambulan berdatangan ke tkp. Hurin menangis memeluk jasad ibunya. Warga sekitar hanya berkerumun dan melihat sambil berbisik. Polisi melintangkan garis kuning.

Hurin

Tolong ibu saya, bawa beliau ke rumah sakit. Ibu saya masih hidup! Kalian hanya perlu membawanya ke rumah sakit saja. Kenapa wajahnya malah ditutupi kain? Beliau belum meninggal.

Petugas polisi 1

Tenang! Kami akan segera menginvestigasi kasus ini.

Hurin

Saya tidak peduli apa penyebab ibu saya jatuh. Saya ingin beliau tetap hidup. Tolong!

Hurin menangis sesegukan, mencengkram lengan polisi yang menenangkannya.

Petugas polisi 2

Semuanya akan baik baik saja, tenanglah.

Hurin berontak dari cekalan dua polisi yang meringkusnya agar diam. Sadar sesuatu, Hurin mendongak ke lantai apartemennya. Shock, Hurin kembali menangis histeris.

Hurin

Di sana ( beat- menunjuk) ada saudara saya. (shock)

Polisi mendongak mengikuti telunjuk Hurin. Kosong.

Polisi 3

Tidak ada siapa siapa.

Hurin

Mereka tersenyum puas.

Polisi 4

Kamu sedang shock. Sebaiknya kamu istirahat dan lusa, kami harap kehadirannya untuk memberikan kesaksian.

Hurin

Mereka ... membunuhnya. Mereka membunuhnya. SAYA BILANG MEREKA MEMBUNUHNYA!!

Suasana semakin riuh. Para medis sibuk mengidentifikasi jasad dan Hurin berontak ingin memburu ibunya. Tapi di tahan oleh polisi.

FADE IN

3.     TALKING HEAD HURIN. EKT. APARTEMEN BLUE HOME – SIANG.

Aku Hurin. Seseorang yang tidak kalian sukai. Karena aku terlahir dari rahim pelacur. Itu yang orang lain bilang. Tapi, aku tidak peduli. Ibu sangat memperlakukan anak anaknya dengan baik. Keluargaku sangat berkecukupan, itu karena ibu berhasil menikahi pria kaya. Saking hinanya kami, pihak keluarga suami ibu, tidak mengizinkan kami menginjakan kaki di rumahnya. Ibu memang menjadi istri kedua. Dan di sinilah kami hidup, apartemen mewah berlantai 30 terdiri dari 100 unit.

4.     INT. KANTOR POLISI – RUANG INTEROGASI - SIANG

Hurin pucat. Dia demam. Tatapan matanya kosong.

 

 

Polisi

Jadi ... ada yang bisa kamu sampaikan kepada kami tentang insiden kemarin?

 Hurin menggeleng lemah.

Polisi

Apakah benar, di rumah ada ketiga saudara laki laki kamu?

Hurin mengangguk lemah.

Polisi

Hubungan kamu dengan mereka ( beat – menganalisa ) apakah baik baik saja?

Hurin

Ya, tapi mereka membenci ibu.

Polisi

Boleh saya tau sikap atau tingkah laku mereka dalam sehari harinya?

Hurin menatap gamang polisi itu dengan mata berkaca.

CUT TO

 

 

5.     INT. RUMAH SAKIT JIWA – RUANGAN DIREKTUR – PAGI

Dokter Ema ( Salah satu psikiater di rumah sakit jiwa – 45 tahun ) membuka pintu. Napasnya tersengal, wajahnya marah. Di tangannya ada dokumen. Menghampiri direktur dengan berani.

Dokter Ema.

Saya tidak perlu bicara panjang lebar untuk menuntut penjelasan anda. Kenapa 3 saudara itu dialih tangan kan? Mereka pasien saya.

Direktur menatap Dokter Ema datar lalu menggedikan bahu acuh.

Direktur

Kenapa kamu bersikeras sekali menangani mereka?

Dokter Ema tidak menjawab. Dia hanya memejamkan mata sambil mengembuskan napas kesal.

Direktur

Karena mereka anak anak dari sahabat kamu yang kemarin meninggal?

Dokter Ema

Direktur! (Memanggil gemas)

Direktur

Kematian wanita itu bukan hal besar. Dan kamu tidak perlu bersusah payah membuat mereka sembuh. Percuma bukan? Kesaksian mereka akan dianggap tidak sah oleh pengadilan jika suatu saat ada dalang di baliknya.

Dokter Ema menggebrak meja direktur dengan napas memburu.

Dokter Ema

Pekerjaanku untuk membantu mereka sembuh. Bukan untuk membuat mereka bersaksi. Anak anak malang itu berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada ibunya.

Direktur

Bukannya ini menguntungkan? Kalau pada kenyataannya mereka yang membunuh ibunya sendiri, bagaimana?

Dokter Ema

(Memejamkan mata) Saya pastikan bukan.

Direktur

Itulah kenapa seorang psikiater tidak harus menaruh empati banyak ke kliennya. Keluar!

Dokter Ema gelagapan

Dokter Ema

Direktur saya mohon.

Direktur

KELUAR!

Direktur melemparkan gelas ke dinding sampai hancur. Napasnya terengah.

Direktur

Jangan membantah! Lakukan tugasmu seperti biasa.

CUT TO

6.     EKT. KAFE- SIANG.

Duduk menghadap jendela terarah jalanan. Fabian (Mahasiswa psikolog semester 5 – saudara pertama Hurin - 20 tahun) sibuk berkutat dengan laptopnya. Mengerjakan laporan praktek diagnosa klien.

BEGIN MONTAGE

A. Fabian meraih secangkir kopi lalu meminumnya. Mata yang mengawasi laptop tidak sengaja menangkap kupu kupu beterbangan.

B.    Fabian menganalisa kupu kupu yang hinggap diujung laptopnya. Hewan itu mengepakan sayap indahnya hasil transformasi dari seekor ulat.

C.    Fabian menangkap kupu kupu. Tanpa ragu, Fabian membelah dua sayap makhluk indah itu yang membuat tubuhnya pun ikut sobek lalu dibuangnya asal. Kupu kupu yang malang.

END MONTAGE

 

Fabian

Aish, ini akibatnya kalau kau mengganggu pekerjaanku.

7.     INT. SMK CAKRAWALA – KAMAR MANDI – PAGI

Siswa berkaca mata minus dan jarang bicara, terpojok di sudut toilet. Eran memegang semangkok kuah bakso panas ditemani oleh Juni yang hanya diam memerhatikan. Juni mengantongi tangan di saku celana.

Eran

Untuk olimpiade sains internasional, kenapa nggak lo tolak aja?

Eran mengguyur siswa itu santai dengan kuah bakso mendidih. Si korban diam tidak mengeluarkan sepatah kata pun kecuali seluruh tubuhnya menggigil kesakitan.

Juni

Dia kayaknya nggak mau, Ran.

Eran

Siapapun tau, dibanding anak cupu ini, lo lebih berhak buat mewakili sekolah. Lo peringkat satu, dan dia peringkat 2.

Juni

Nggak usah paksa dia.

Eran

Gue lakuin ini semua demi eksistansi lo.

Juni mengembuskan napas lalu berjalan mendekati si cupu. Meraih beberapa gulung tisu lantas disumpalkannya ke mulut si cupu. Selain itu, Juni juga sempat memukul hidung korbannya beberapa kali.

Juni

Hidung lo berdarah, sakit nggak?

Si Cupu

Kalian ... hhh ... gila.

Eran

Terserah, faktanya kami bukan satu satunya orang gila di dunia ini.

Juni

Gue nggak pernah ngerasain ada di posisi nggak diakuin oleh sekolah. Bisa lo ikhlasin aja olimpiadenya?

 

Si Cupu

Aku akan tetap ikuti olimpiade itu. (mengerang)

Eran menoleh sedikit ke Juni.

 

Eran

Keluar! Biar gue urus makhluk ini. Lo nggak mau kan reputasi lo buruk di sekolah?

 

Juni mengangguk singkat selagi atensinya menjurus pada si cupu. Dia pergi tanpa beban dan membiarkan Eran mengeksekusi si cupu itu dengan menghajarnya.

CUT TO

8.     INT. APARTEMEN BLUE HOME NO 453 MILIK HURIN – RUANG DEPAN – SORE

BEGIN MONTAGE

A.   Hurin membanting pintu ketika masuk. Di sana ada ketiga kakaknya ( Fabian, Eran dan Juni) sedang asyik menonton film thriller. Saat Hurin masuk, mereka menoleh ke arahnya serentak.

B.    Hurin mematikan Televisi 55 inchi itu lalu menatap ketiganya dengan napas memburu.

C.    Fabian bangun hendak menghampiri Hurin. Eran rebahan di badan sofa sambil nyemil, dan Juni diam memerhatikan tingkah laku apalagi yang akan Hurin lakukan.

D.   Hurin mendorong televisi itu sampai jatuh berserakan. Tidak puas, dia juga membabi buta ke semua barang yang ada di dekatnya.

END MONTAGE

Hurin

Apa kalian tidak punya hati nurani, hah? Bisa bisanya kalian masih bisa menikmati film daripada merasa kehilangan setelah ditinggal orang tua.

Juni

Mungkin itu hanya berlaku untuk kamu, Rin.

Hurin

Kak Juni, jawab aku, apakah kalian membunuh ibu?

Hurin merangkak ke arah mereka sambil menangis. Mencengkram kerah baju Juni minta penjelasan. Si empunya hanya diam memalingkan wajah. Tidak mau melihat Hurin menangis.

Juni

Kalau aku membunuh wanita itu, sudah pasti aku akan kabur dan tidak ada di sini. Jujur saja meski aku terdiagnosa gangguan mental oleh dokter tua itu, aku masih punya takut untuk masuk sel penjara.

 

Eran

Dia mati juga tidak ada yang berubah, kan? Semua orang membencinya termasuk kami. Oho, kamu juga ... sebaiknya jangan munafik, Rin.

Fabian

Polisi bertanya apa sama kamu?

Hurin

Aku memberi tahu mereka kalau kalian pembunuhnya.

BRAK

Juni menghempaskan buku paketnya mengundang atensi orang orang di sana. Dia terlihat marah.

Juni

Kamu akan dianggap gila oleh mereka. Nyatanya polisi tidak melihat kami di tkp. Lagi pula tidak ada bukti juga.

Hurin

Aku akan menyakinkan mereka kalau kalian sebenarnya pembunuh! (berteriak)

Eran

Coba saja (menggeliatkan badan lalu bangkit) kami tunggu kabar baiknya adik manis.

Eran menguap

Eran

Aku mengantuk. Sebaiknya kalian juga tidur sore. Dan kamu Rin, jangan membuat kita semua pusing, oke?!

Disusul oleh Juni menenteng buku paketnya.

Juni

Kau pikir kita sedang bermain drama, di mana salah satu dari kita tidak ada yang mau mengaku sudah membunuh orang? Kalau gitu, kamu jadi detektif saja bekerja sama dengan jaksa.

 Di ruang depan, hanya ada Hurin yang terisak dan Fabian yang senantiasa memberikan pundaknya untuk Hurin bersandar. Sayangnya, Hurin terlalu membenci Fabian.

Fabian

Kalau salah satu di antara kami pembunuhnya, apa kamu puas?

Hurin

Ya, puas! Karena orang orang tidak bermoral seperti kalian lebih baik diadili supaya tidak merugikan orang lain.

Fabian

Coba ulangi kata katanya! (Nada lembut sambil tersenyum seram)

Hurin

Aku ... akan puas jika kalian adalah tersangkanya. Dengan begitu, kematian Ibu tidak akan sia sia.

Fabian menampar Hurin. Dia tersenyum memerhatikan adiknya yang meringis kesakitan dengan setittik darah di sudut bibirnya.

Fabian

Rasa sakit itu tidak patut kamu ratapi. Tapi, dinikmai. Orang orang tidak akan peduli meskipun omongan kamu dilandasi bukti nyata. Hurin, kamu masih belum paham bagaimana dunia memperlakukan kita bukan? Maka buka mata kamu, lihat orang orang di luar sana! Meski wanita itu sudah mati, tatapan mereka masih sama. Dan kami benci itu.

Fabian pergi dan Hurin menangis sendirian.

FADE OUT

DISSOLVE TO

 

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar