Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
01. SCENE 1 :TRADE MARK
Fade in fade out
02. SCENE 2 : INT. RUMAH RORO MENDUT - MALAM
TALENT : RORO MENDUT
YANG MUNCUL DI LAYAR GAMBAR SILUET RORO MENDUT MENGEMBUSKAN ASAP ROKOK.
03. SCENE 3 : EXT. MEDAN LAGA – SIANG
TALENT : WIRAGUNA, SENOPATI DAN EXTRAS
PERANG DUA KERAJAAN ANTARA MATARAM DAN PATI. WIRAGUNA DAN SENOPATI BERADU ILMU. PASUKAN PATI KALAH. PANJI-PANJI MATARAM DIARAK. PRAJURIT PATI PORAK-PORANDA.
Fade in fade out
04. SCENE 4 : INT. KEDATON SULTAN AGUNG – MALAM
TALENT : SULTAN AGUNG DAN WIRAGUNA
WIRAGUNA MELAPORKAN PADA SULTAN AGUNG ATAS KEMENANGAN MELAWAN PASUKAN PATI.
WIRAGUNA:
Hamba menghadap, Sinuwun.
SULTAN AGUNG:
(memberikan tanda mempersilakan melalui gesture tubuh)
WIRAGUNA:
Izinkan hamba menyampaikan berita gembira. Pasukan kita memenangkan pertempuran melawan pasukan Kadipaten Pati.
SULTAN AGUNG:
Ulating blencong sejatine tatarane lumaku. Padang sumilak sumilar ing gawe, memayu hayuning urip. Jalma limpat seprapat tamat.
05. SCENE 5 : INT. RUMAH WIRAGUNA. MALAM
TALENT : NYAI AJENG DAN MBOK EMBAN
NYAI AJENG BERKELUH KESAH KEPADA MBOK EMBAN.
NYAI AJENG:
Hati wanita mana yang tidak berduka jika suaminya berniat meminang perempuan lain, yang lebih cantik, jelita, dan muda.
(Tertawa sinis) Namun perempuan yang kesekian kali itu terlalu kurang ajar. Ia menolak Kanjeng dengan tegas.
MBOK EMBAN:
Maaf Ndoro Ayu, tapi kenapa Ndoro Ayu masih kelihatan gelisah?
(mengambil sisir dan menyisir rambut Ndoro Ayu)
NYAI AJENG:
Benar, Mbok. Kegelisahan ini karena aku terpilih dan dipilih menjadi wanita Jawa yang wani ditata. Sangat tabu bagi seorang istri bila menolak keinginan suami.
MBOK EMBAN:
Tentang Mendut, Ndoro?
NYAI AJENG:
Siapa lagi, Mbok? Aku menemukan sosok wanita merdeka dari dirinya.
MBOK EMBAN:
(manggut-manggut) Benar, Ndoro. Meski Kadipaten Pati sekarang telah kalah oleh Mataram. Harta rampasan sudah sampai di sini. Namun Mendut tetap tidak mau menyerah kalah.
NYAI AJENG:
Tapi aku juga tahu bagaimana Kanjeng akan bersikap nantinya, Mbok. Kanjeng juga seorang pejuang dan beliau akan terus berupaya mendapatkan apa yang diinginkannya. Apalagi kegandrungannya pada Mendut mengingatkan seperti saat dulu Kanjeng menggodaku.
(V.O WIRAGUNA)
PENGAWAL! BAWAKAN AKU WANITA ITU SEKARANG JUGA! AKU TERSIKSA DENGAN GODAAN SOSOK MENDUT YANG SELAMA INI MENYERANG DI SELA-SELA KEWIBAWAANKU SEBAGAI SEORANG TUMENGGUNG. BAWAKAN DIA SEKARANG!
NYAI AJENG:
Nah, dengar, kan, Mbok?
MBOK EMBAN:
Ini memang perkara yang sulit, Ndoro, tapi Ndoro juga wanita pilihan. Ndoro pula yang menemani Kanjeng hingga mencapai puncak kejayaannya. Tentu Kanjeng tak akan melupakan hal itu.
NYAI AJENG:
Mbok, aku kenal Kanjeng. Sudah berapa penaklukkan yang berhasil diraih Kanjeng bersama Sultan? Kanjeng akan mendapatkan apa yang memang diinginkannya. (menghela napas) Mbok, sebagai sesama Wanita, aku titip Mendut padamu, yo. (menyerahkan kantong uang) Bawalah bekal ini untuk membantunya. Perempuan yang memegang teguh prinsipnya haruslah disangga.
MBOK EMBAN:
Sendiko dhawuh, Ndoro Ayu. (keluar ruangan)
06. SCEN 6 : INT. RUMAH WIRAGUNA. MALAM
TALENT : WIRAGUNA DAN NYAI AJENG
WIRAGUNA:
Apa pun yang terjadi, aku harus bisa mendapatkan Wanita itu! Penaklukan ini tak akan lengkap tanpa adanya dia. Mendapatkannya bukan sekadar mendapatkan perempuan, tapi ada kebanggan menaklukkan pesisir utara Jawa.
NYAI AJENG:
Tenang, Kanjeng. Apa Roro Mendut yang Kanjeng maksudkan?
WIRAGUNA:
Siapa lagi kalau bukan dia! Perempuan tak tahu diri itu menolak lamaranku untuk kujadikan selir dari seorang Tumenggung Mataram!
NYAI AJENG:
Mungkin cara saya yang keliru, Kanjeng.
WIRAGUNA:
Tidak, Nyai! Aku kenal betul dirimu. Memang watak perempuan pesisir itu yang terlalu pongah!
NYAI AJENG:
(mendekat pada Kanjeng dan memijit pundaknya) Mohon dimaklumi, Kanjeng. Meskipun seperti itu, dia berwajah cantik jelita. Sangat cocok untuk bersanding dengan Kanjeng sebagai selir.
WIRAGUNA:
Aku Tumenggung Wiraguna, tangan kanan Sri Sultan! Dia kira dia itu siapa! (geram)
NYAI AJENG:
Sabar, Kanjeng. Jangan membuat masalah ini justru menjatuhkan martabat Kanjeng di hadapan Sultan.
WIRAGUNA:
Baiklah, Nyai. (tertawa bengis tanpa suara) Katakan pada Mendut, pajak yang harus ia bayarkan naik berkali-kali lipat! Mulai sekarang, dia harus membayar 50 kepeng setiap harinya!
NYAI AJENG:
Sendhika dhawuh, Kanjeng. Nggih sampun, besok akan saya sampaikan, tapi izinkanlah malam ini aku menuntaskan tugasku sebagai seorang istri bagi suaminya. (menarik tangan Kanjeng perlahan dan masuk ke kamar)
07. SCENE 7 : EXT. SUNGAI. SIANG
TALENT : PRONOCITRO DAN RORO MENDUT
PRONOCITRO DAN RORO MENDUT BERDUAAN. MENDUT TAMPAK GELISAH.
RORO MENDUT:
Ternyata kecantikan yang diinginkan banyak perempuan adalah sumber masalah bagiku.
PRONOCITRO:
Kenapa Diajeng berpikiran seperti itu? Gusti Sang Hyang Wenang tak pernah salah menitipkan anugerah-Nya.
RORO MENDUT:
Lihat saja, Kakang, wanita menjadi harta rampasan yang diboyong ke sana ke mari. Menjadi benda yang dipamerkan karena kecantikannya.
PRONOCITRO:
Dari mana pemikiran itu muncul, Diajeng?
RORO MENDUT:
(tertawa sinis) Lihatlah Wiraguna. Baginya, wanita seperti rokok, yang diisap untuk dihabisi manisnya lalu dibuang Ketika hilang nikmatnya.
Tapi jangan salah, aku adalah bara pada rokok yang terlanjur dinyalakannya. Bara yang tak akan pernah padam dan bersiap membakarnya! Ya, aku Wanita pesisir utara Jawa yang dilahirkan di tanah orang-orang yang tak akan menyerah. Meski diseret ke sini, bukan berarti aku sudah kalah. Apa pun yang terjadi, aku tak akan takluk!
PRONOCITRO:
Sabar, Diajeng. Lihatlah ke dalam mataku. Tak akan kubiarkan kekasihku menghadapi badai seorang diri. Dalam waktu dekat akan kubawa Diajeng pergi dari tempat ini! (merangkul Roro Mendut)
08. SCENE 8 : EXT. LAPAK MENDUT. SIANG
TALENT : RORO MENDUT DAN MBOK EMBAN
SILUET ALAM, MENDUT MENGISAP ROKOK, MEMBUAT SIAPA PUN YANG MEIHAT TERPESONA. MBOK EMBAN MENYIAPKAN LAPAK, MENATA MBAKO, PAPIR DAN KLOBOT.
MBOK EMBAN:
Den, apa sudah siap? Sepertinya para lelaki sudah bersiap menyerbu daganganmu lho, Den.
RORO MENDUT:
Wis siap, Mbok.
MBOK EMBAN:
Ya sudah kalau begitu. Kalau dipikir-pikir, lucu juga ya, Den. Perempuan secantik Den Roro, harus berjualan di lapak seperti ini. Menjalani hidup seperti burung dalam sangkar.
RORO MENDUT:
Sudahlah, Mbok. Ini sudah takdir yang harus dilakoni. Selama aku masih bisa berupaya dan memenuhi tuntutan Tumenggung yang tidak masuk akal itu, perjuangan masih terus berjalan. (menunjuk dirinya sendiri) Perjalanan darah leluhurku sedang bergelora di dalam ragawiku. Jangankan dibakar, mati dengan keris pun akan aku terima asal tidak menjalankan titah yang satu itu!
MBOK EMBAN:
Hus, ngawur! Jangan bicara sembarangan, Den. Den Roro tidak sendirian. Ada banyak orang menemani perjuangan Den Roro. Saya akan selalu membantu dalam kondisi apa pun. Seperti dhawuh Nyai Ajeng, dan ini juga atas keinginan saya sendiri.
RORO MENDUT:
Iya, Mbok. Mungkin tanpa bantuan Nyai, saya tidak mampu berjualan rokok seperti ini. Melonggarkan batas waktu atas paksaan yang terlalu edan itu.
09. SCENE 9 : EXT. SAMBANGAN AYAM. SIANG
TALENT : PRONOCITRO
ESTABLISH SUASANA SEKITAR, SABUNG AYAM. PRONOCITRO BERJALAN MENUJU LAPAK MENDUT.
10. SCENE 10 : EXT. LAPAK MENDUT. SIANG
TALENT : PRONOCITRO DAN MBOK EMBAN
MBOK EMBAN:
Oalah, Den Bagus sudah datang. Tumben gasik…
PRONOCITRO:
Iya, Mbok, rasanya sudah kangen sama rokok itu. Sehari tidak rokok kok ya seperti puasa setahun.
MBOK EMBAN:
Tenane, Den? Hayo, jujur… kangen rokoknya apa yang jualan?
PRONOCITRO:
Ah, Mbok ini. Ya jelas, kangen yang ngelinting tho, Mbok.
MBOK EMBAN:
Khusus hari ini, rasanya uenak tenan karena dicampur senyuman termanis sak alam jagad.
PRONOCITRO:
Nah, itu yang kucari, Mbok. Aku pesan satu, yang ukurannya paling pendek biar bekas bibir itu merasuk ke dalam jantung hatiku.
MBOK EMBAN:
Kalau ini 10 kepeng, Den.
PRONOCITRO:
Waduh, kenapa begitu mahal, Mbok? Uangku tidak cukup. Maklum, Cuma penjaga kuda. Bayarannya tak seberapa. Bisa kurang? Lima kepeng saja, ya?
MBOK EMBAN:
Oh, bisa, Den. Kalau lima kepeng, ya yang ini. Lebih panjang dan bekas bibirku. Gratis juga nggak apa-apa kalau sama Aden.
PRONOCITRO:
(tertawa) Aku mau yang pendek saja, Mbok. Karena di kulit jagung itu masih tersisa bekas bibirnya yang melekat. Semakin pendek puntungnya, semakin lama rokok itu menempel di bibir kekasihku.
MBOK EMBAN:
Lha, nggih niku, Den. Kalau orang sudah gandrung, ibarat disuruh nguras samudra, ya bakal dilakoni. Sepuluh kepeng, ya?
PRONOCITRO:
Ah, Mbok ini bisa saja. (memberikan uang) Sisanya utang, Mbok.
11. SCENE 11 : EXT. LAPAK MENDUT. SIANG
TALENT : PRONOCITRO DAN RORO MENDUT
MENDUT MENGINTIP DARI BILIK LAPAKNYA. TANPA DISADARI PANDANGANNYA BERTEMU DENGAN PRONOCITRO.
PRONOCITRO:
Ada mawar mekar di tempat seperti ini.
RORO MENDUT:
Kangmas bisa saja.
PRONOCITRO:
Senyuman muncul dari lengkung bibirmu. Ada rindu tabah dan betah singgah di sini. Perempuan secantik Diajeng mampu menggetarkan palung jiwaku yang sunyi.
RORO MENDUT:
Kecemasan berusaha menyusup di dadaku, Kakang. Tapi bersamamu semua tanggal, dan hanya tenang yang tinggal.
PRONOCITRO:
Terima kasih telah memilihku, Diajeng. Biarlah aku menemani perjalanan sunyimu.
RORO MENDUT:
Dekaplah aku, Kakang, meski badai menerpa dan karang menghadang.
MEREKA BERPELUKAN.
12. SCENE 12 : EXT. JALANAN LAPAK. SIANG
TALENT : KETIGA WARGA
TAMPAK TIGA WARGA MENGENDAP-ENDAP DAN BEREBUT PANDANGAN YANG TERTUJU PADA PRONOCITRO DAN MENDUT.
WARGA 1:
Pakdhe, Kakang, ayo cepet!
WARGA 2:
Sabar go le, ra reti opo kene iki wes tuwo. Mlaku dak yo kudu alon-alon a?
WARGA 3:
Ancen si Samiin iki kok. Ra pangerten blas!. Wes reti dek bengi bar ditimbali Kanjeng Wiraguna. Dijak rapat penting dadi wajar nek tangi awan. Eh iki malah geger ae!
WARGA 1 dan 2:
Ssssttt, guoblok! Meneng hare! Wes reti kene iku lagi menjalani misi rahasia malah dibanter-banterke. Intelijen kok ora cerdas blassss!!!
WARGA 3:
Waduh, iyo lali aku.
WARGA 2:
Kudune awak dewe iki seneng. Tugase iki meski abot tapi ya enteng.
WARGA 1:
Bener, Pakdhe! Ora dibayar lah aku yo siap! Apa maneh tugase iso ketemu karo dedek Mendhut. Hmmm, brrrrrrr!
WARGA 3:
Wah, jan tenan. Mbuh ngidam opo mbokne Mendhut biyen kui. Iso uayu tenan ngono, Rek.
WARGA 2:
Walaupun ora seayu mantanku dhisik, tapi Mendut ncen gawe deg-degan terus. Awakke iso makplekentur. Opo meneh nek pas lagi uduuud. Ah, mantaaapp. Iso-iso copot jantungku!
WARGA 1:
Lha, jenengan wes tuo isih brangasan e. Garangan cap boyo kw. Tapi ncen iyo sih bodyne semlohe tenan. Hahahahaha!
WARGA 3:
Yawes, yawes makane ojo kesuwen. Mari kita menjalankan tugas negara sekaligus tugas cari mamah muda! Hahahaha. Ngko aku tak sing tuku rokok e dhisik, yo.
WARGA 1:
Eeeeee, yo ora iso, pokoke aku sek!
WARGA 2:
Lho, pie to! tidak bisa, kau antri di belakangku!
WARGA 3:
Lah, malah do sembrono. Lha, wong kalian itu orang-orang tak berduit kok do kewanen, mundur! Biarkan juragan tanah ini yang duluan!
WARGA 2:
Enak saja! Mentang-mentang kaya lalu tak punya adab! Sing tuo ndisik!
WARGA 1:
Jelas-jelas saya yang datang duluan, jadi ya, saya yang berhak dapat giliran pertama!
WARGA 3:
Lho, lho, lho, kalian ini yang ndak punya adab! Tidak menghargai orang yang paling kaya di kampung ini! Opo tak tuku ndasem?
WARGA 1:
Lho, nek ngomong iki sing toto!
WARGA 2:
Wis, wis, nek tukaran trus iki kapan tukune!” (memisahkan dua orang yang sedang adu mulut tapi tidak sengaja terkena pukulan) “Asem, malah kekampleng. Bocah kok angel kandanane!
13. SCENE 13 : EXT. LAPAK MENDUT. SIANG
TALENT : PRONOCITRO DAN KETIGA WARGA
PRONOCITRO MENGHAMPIRI KETIGA WARGA.
PRONOCITRO:
Sudah, sudah, jangan ribut!
WARGA 1:
Woo, malah ono sing ndhisiki, Kang. Iki piye Pakdhe, kok malah ada yang kurang ajar, menggoda Mendut kita.
WARGA 3:
Lhadalah, dia tidak tahu siapa yang berkuasa di sini.
WARGA 2:
Wah, kalau begini, kita harus bersatu!
PRONOCITRO:
Kalian ini siapa? Mau apa? Kok blusukan, gembuyakan, malah ngajak gegeran. Ayo, nek wani, maju!
(V.O MENDUT)
HATI-HATI, KANGMAS. MEREKA SANGAT JAHAT DAN LICIK.
PRONOCITRO:
Jangan khawatir, Diajeng. Aku akan baik-baik saja.
14. SCENE 14 : EXT. JALANAN LAPAK MENDUT. SIANG
TALENT : PRONOCITRO DAN KETIGA WARGA
PERTARUNGAN TERJADI ANTARA KETIGA WARGA DAN PRONOCITRO. PRONOCITRO MEMENANGKAN PERTARUNGAN.
WARGA 3:
Penghinaan ini tidak bisa kami terima begitu saja. Awas, kami akan lapor pada Tumenggung!
15. SCENE 15 : INT. RUMAH WIRAGUNA. SORE
TALENT : WIRAGUNA DAN KETIGA WARGA
KETIGA WARGA MELAPOR PADA TUMENGGUNG WIRAGUNA.
16. SCENE 16 : INT. RUMAH WIRAGUNA. MALAM
TALENT : WIRAGUNA
TAMPAK WIRAGUNA MEMPERSIAPKAN DIRI UNTUK PENYERANGAN BESOK TERHADAP PRONOCITRO.
WIRAGUNA:
Kurang ajar, ternyata kau menggunakan kecantikanmu untuk membuat rokok supaya laku keras. Menghabiskan kepeng para lelaki agar mampu membayar upeti. (tertawa) Mendut, tindakanmu tak akan kubiarkan! Dan kau, Pronocitro, pengkhianatan ini akan berujung pertumpahan darah.
17. SCENE 17 : EXT. JALANAN LAPAK MENDUT
TALENT : RORO MENDUT DAN PRONOCITRO
MENDUT DAN PRONOCITRO SEDANG BERMESRAAN.
(V.O WIRAGUNA)
PRONOCITRO, PENGKHIANATAN INI ADALAH SURAT TANTANGAN UNTUKKU. DI SISA UMURMU, KUBERI KAU KESEMPATAN BERMESRAAN HINGGA MATAHARI TEPAT DI ATAS KEPALA. PUSAKA INI SEBAGAI PENGANTAR TIDUR PANJANGMU.
PRONOCITRO:
Bukan maksud hamba untuk berkhianat, Kanjeng. Kanjeng sudah memberikan kepercayaan yang penuh pada hamba untuk merawat kuda kesayangan Kanjeng. Tapi, mohon maaf, Kanjeng, hamba tak kuasa menyaksikan rudapaksa ini. Hamba siap menerima segala akibat yang akan terjadi, termasuk bila hamba harus bertarung dengan Kanjeng Tumenggung. Hidup atau mati.
18. SCENE 18 : EXT. PINGGIR SUNGAI DEKAT LAPAK MENDUT. SIANG
TALENT : WIRAGUNA DAN PRONOCITRO
PERTARUNGAN ANTARA WIRAGUNA DAN PRONOCITRO. PRONOCITRO KALAH DAN MATI.
19. SCENE 19 : EXT. PINGGIR SUNGAI DEKAT LAPAK MENDUT. SIANG
TALENT : WIRAGUNA DAN RORO MENDUT
TAMPAK MENDUT MENGHAMPIRI TUBUH PRONOCITRO DAN MENANGISINYA.
RORO MENDUT:
(menangis) Kakaaaang!
WIRAGUNA:
Takdir sudah tertuliskan, Mendut. Tak perlu kau berduka. Ke sinilah, cah ayu. (tertawa)
RORO MENDUT:
Aku tidak sudi menyerahkan diri padamu!
WIRAGUNA:
Kenapa? Bukankah hidup bersamaku akan membuat gemilang masa depanmu?
RORO MENDUT:
Tak akan pernah indah masa depan yang dipaksakan! Dan tak akan pernah ada Mendut bersanding dengan seorang Wiraguna yang keji! Becik ketitik, ala ketara. Lawe ra gawe-gawe, rawe kang gawe-gawe. Mati siji, mati kabeh!
WIRAGUNA:
(tertawa) Sudahlah, Mendut. Sudahi perlawananmu yang sia-sia itu.
RORO MENDUT:
Bagiku tidak ada perjuangan yang sia-sia demi mendapatkan kemerdekaan.
WIRAGUNA:
Dasar keras kepala! Cukup Pronocitro saja yang menjadi tumbal. Ayo, Mendut, ikutlah bersamaku!
RORO MENDUT:
Apa? Tumbal katamu? Dia tidak menjadi tumbal, melainkan tanda bukti akakn keserakahanmu! Dan aku, sebagai bayangannya sekaligus asap neraka yang sebentar lagi membakar jiwamu! (Mendut menyerang Wiraguna dengan keris yang menancap di perut Pronocitro namun kalah. Lalu dengan pisau kecil, Mendut menusuk perutnya sendiri)
20. SCENE 20 : EXT. TEPI SUNGAI. SIANG
TALENT : RORO MENDUT DAN WIRAGUNA
DALAM KEADAAN SEKARAT DAN KERIS DI PERUT, MENDUT BERSUMPAH.
RORO MENDUT:
Dalam tubuh ini, mengalir darah yang tak pernah menyerah juga tak pernah kalah. Aku akan tetap berdiri tegak sekalipun karang menancap tajam hingga ombak mengoyak-oyak tubuhku, karena aku perempuan pesisir. Bukan wanita ajang pelampiasan lelaki. Tandang tan gawe-gawe tembus roso tan roso, kecer kucur nugel howo saketi. (bunuh diri)
WIRAGUNA:
Menduuut, Menduut! Jebul iki sing arane menang dadi areng, akalh dadi awu! Oh, Sang Hyang Wasesa, izinkan aku menyempurnakan diri atas karma ini dengan dharma yang akan kulakukan selama tujuh turunan. Geni agesang tirto ngawe-awe bayu sumilah lemah pomak jagad anyekseni.