Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sejak tadi Silva memikirkan ucapan Putra. Terdengar seperti lagu yang mengalun bagai kaset rusak yang sialnya tidak dapat di hentikan.
Waktu terus berjalan hingga tak terasa Silva telah berada di depan pintu rumahnya. Ia menghela nafas panjang, lampu rumah menyala dan Silva dapat menebak siapa gerangan didalam sana.
Jam menunjukkan pukul setengah dua belas, bukan hal yang wajar jika ayahnya pulang kerja jam segini. Biasanya lembur dan bahkan Silva tidak tahu kapan ayahnya pulang karena ketiduran.
Silva tersenyum pahit saat mendengar ajakan makan siang dari ayahnya, disaat ekonomi keluarganya sedang tidak stabil seperti sekarang ini bahkan ayah masih mau menuruti kemauan Silva.
Banyak yang sudah ayah korbankan untuk kebahagiaan Silva, bahkan ayah bisa memiliki jiwa keibuan disaat Silva merindukan ibunya yang sudah meninggal enam tahun lalu.
Silva tahu, ayah sedang berbohong. Ayah Silva bekerja sebagai kuli bangunan atau dikenal dengan buruh kasar disebuah CV milik seorang developer, disana beliau banyak mendapatkan perlakuan kasar dari rekan kerjanya, disebabkan ayah Silva tidak bisa memahami perintah rekan kulinya. Kepintaran Silva menurun dari ibunya yang merupakan juara kelas paralel sejak SMA, berbeda hal nya dengan ayah Silva yaitu murid yang datang sekolah tidak menyiapkan apa-apa dan pulang sekolah tidak mendapatkan apa-apa.
Meski demikian, ketulusan seorang lelaki diuji saat calon istrinya mengalami kecelakaan tunggal saat masuk universitas. Ibu Silva mengalami patah tulang hingga lutut kakinya bergeser. Meskipun dalam keadaan cacat, ayah Silva menerima kekurangan pasangannya dan bersedia menjaganya hingga ujung nyawa.
Hingga saat semester akhir, ibu Silva melahirkan anak pertama mereka. Anak yang cantik jelita, memiliki warna bola mata persis seperti ibunya, kulitnya putih bersih yang kemudian diberi nama Silva Jelita.
Menjelang sore hari, Silva memutuskan untuk pergi ke sungai yang berada tidak terlalu jauh dari rumahnya.