Kupikir inilah bentuk Korie Layun Rampan dalam masa kini. Bukan cuma krn mistik Kalimantan yg dinarasikan dgn fasih. Keduanya punya cara masing2 saat membuat eksposisi dan narasi. Tapi keduanya mempunyai gaya menyerang pembaca saat narasi tenang. Bbrp novel/ cerpen Korie pun berangkat dari mistikasi Kalimantan. Bedanya, novel ini punya daya cengkeram dgn pola tak terduga. Lha lagi asik, tiba2 aja merinsing sendirian. Geblek. Keren.

When movement of the characters drives the story. Setelah Chapter 8, aku baru terbiasa. Chapter awal aku sering ngomel2 sendiri pas baca. Gaya ini juga pernah dipakai Virginia Woolf di sedikit bukunya. Gaya canggung memang sengaja ditempatkan dalam narasi yang menurutku jadi tabrakan yang manis pas ketemu tema tinju. Kalian berdua dari sasana yg sama?