Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
"Aku hanya gadis candala yang bertaruh nyawa pada sepi dan nelangsa. Telah diam selama 156 purnama namun masih saja tak jua bisa mengubah rasa melati menjadi fana. Sampai-sampai harus menjual jiwa untuk berbisik pada adiwangsa yang duduk di takhta kenanganya dan kelak nanti, akan ada yang menagih hutang padaku. Terkutuk sudah raga ini, tak bisa lagi disinari oleh matahari dan akan terus mengabdi pada rembulan di langit malam. Sekali kau bisa menyiram sinar matahari padaku, akan ada keserakahan bersarang. Maka akan lebih baik rasa gamang yang bersarang daripada rasa keserakahan itu sendiri. Biarkanlah seperti ini hingga waktu hidupku berhenti."
Siapa sangka rentetan kata yang tak pernah berhasil aku pahami itu merupakan salah satu dari kerumitan yang datang darinya. Hanya sebuah uluran benang merah yang menyembunyikan rajutan kecil-kecil di dalamnya. Belum lagi tumpukkan puzzle yang juga kau sembunyikan dan kau gadaikan pada ilusi, yang harus aku susun dengan beserta ribuan makna terkubur di dalamnya, yang membuatku merasa tak tahu malu meminta petunjuk padamu, padahal dulu mulutku selalu menggaungkan 2 kalimat ini padamu :
"Apakah kau mengizinkanku meluruhkan perputaran dalam hidupmu? Bersediakah jika aku nyalakan suar dalam hatimu?"
Dan kau selalu menjawabnya dengan kalimat yang membuatku bingung.
"Jangan pernah suka padaku!"
Aku tak pernah tahu bahwa hal itu bukanlah sebuah penolakkan, melainkan hal yang lebih dari itu. Sebuah peringatan akan konsekuensi jika aku terus berusaha mendekatimu. Konsekuensi jika matahari berani mendekati sebuah bintang kecil di galaksi terdalam.
Tapi, aku telah berhasil melanggarnya.
Dan hal yang tak pernah aku duga sama sekali datang, ketika kekelaman berhasil menelannya lebih dalam, ketika konsekuensi itu hanya mau menyeretnya sendirian, ketika sebuah kutukan yang sering disebutkannya tertunai pada tubuh mungilnya.