Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Banyu Guritwangi berjalan menuju tengah bulak. Setelah menghela napas panjang, pemuda itu memejamkan mata. Kedua lengannya terentang, perlahan dia satukan di depan dada, seolah-olah mengambil daya dari dalam udara.
Lalu, dia mulai merapal. "Aṅatag ta ṅhulun aji ni ṅhulun kilat aṅampar, akañjar-kañjar aneṅ ḍaḍa ni ṅhulun. . . ."
Langit menggelap ketika pemuda dari lereng Gunung Lawu itu merapalkan mantra. Bintang gemintang meredup dan rembulan menjadi lebih pucat.
Ketika mantranya usai, Banyu Guritwangi mengepalkan tangan kanan dan dengan segenap kekuatan, menghantamkan tinjunya ke tanah. Seketika petir menyambar-nyambar di langit yang dipenuhi awan gelap, diikuti oleh gelegar memekakkan. Suara tetabuhan di kota praja mendadak hening. Begitu pula dengan nyanyian para swarawati. Sejurus kemudian, bumi berguncang hebat dan teriakan terdengar di sana sini.
Banyu Guritwangi mendengar kekacauan di depan sana. Kekacauan yang lalu ditelan oleh teriakan pasukan Sriwijaya dan pasukan Lwaram yang memulai penyerangan. Ini akan menjadi mahapralaya.