Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Manusia Pertama
17
Suka
7,117
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Alam semesta masih muda ketika Ava, penghuni Negeri Utara, terjaga dari tidur panjangnya. Dia bukan Sang Wujud, melainkan sosok pertama yang mendiami sudut terjauh Era—sebuah tempat yang dilindungi empat pohon Fhana. Selain Ava, hanya ada pohon-pohon dan rerumputan, juga serangga-serangga kecil transparan yang sayapnya memantulkan kilau pelangi dalam siraman cahaya. Ava hidup sebatang kara dan berbicara dengan bahasa sebelum waktu—bahasa sunyi. 

Pepohonan di Negeri Utara tumbuh begitu lambat—tak kunjung menua meski pada batangnya melingkar usia yang merangkum begitu banyak peristiwa. Di antara semuanya, tak ada yang lebih agung dan menakjubkan dari pepohonan Fhana—atau pohon-pohon lupa. Semua yang terlahir di dunia pernah melihatnya, kau juga. Namun, ketika kau menerima uluran tangan takdir, ingatan saat kau berada di Negeri Utara langsung terkikis, lalu menguap—dan lenyap. 

Pepohonan Fhana tumbuh di empat titik di Negeri Utara. Di sisi barat, tempat Ava menetap, ada Vena. Di sisi timur, Deva. Di utara, Jiva. Di selatan, Raga.

Daun-daun pohon Vena berwarna putih, nyaris transparan, dengan sisi-sisi kelopak berkilau keemasan. Saat malam menjelang, daun-daun yang gugur memantulkan jalinan cahaya yang terangnya melampaui siang hari. Sebelum menyentuh tanah, daun-daun itu lenyap, lalu menjadi bintang-bintang di langit. Pohon Vena menciptakan terang di Bumi sebelum matahari lahir.

Suatu malam, di puncak pohon Vena yang menjulang nyaris menyangga langit, terjagalah sosok Peri yang sayapnya menyebarkan serbuk bintang saat dikepakkan. Ava begitu takjub memandangnya. Makhluk itu sangat berbeda dengan segala yang dia tahu. Dia tak seperti tumbuhan yang terpaku di tanah, juga tak mirip dengan hewan-hewan yang dia temui di seantero negeri. Karena lahir dari cahaya, Ava menamainya Lucy. 

Sesaat setelah matanya terbuka, Lucy berkata, “Sebentar lagi, Ava, menurut nubuat Sang Wujud, akan terlahir ciptaannya yang lain. Kalau kau menemuinya, namai dia Manusia. Dia bertugas merawat seisi Bumi.”

Mendengar nubuat Sang Wujud, Ava, bersama Lucy, untuk menyambut kedatangan Manusia, segera menyiapkan segalanya. Setelah waktu mengulum detik-detik, lalu memuntahkannya sebagai sejarah, tak ada yang menyadari, di sudut terjauh, Pohon Jiva—sang pemilik jiwa, memulai musim gugur. Kelopaknya yang dulu merekah, menguncup, seolah menolak tumbuh. Dari puncak pohon itu, lahirlah Matahari pertama yang mengisi kosongnya langit. Dia beredar mengitari Bumi, menerangi tanah, dan membuat makhluk yang sebelumnya terlelap, terjaga. 

Segera, Perempuan itu membuka matanya.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Wow, kereeeen nihh... Fantasy yabg tersirat makna dalam
Rekomendasi dari Drama
Novel
RUANG HAMPA
Fadly Achmad
Flash
Manusia Pertama
Rafael Yanuar
Novel
Bronze
Sofia
silvi budiyanti
Novel
Uji Coba Setia
heronisa6
Novel
Gold
Olenka
Noura Publishing
Novel
Bronze
Baling Kipas Angin Yang Berputar
Lady Mia Hasneni
Novel
Gold
Dear Martin
Mizan Publishing
Flash
K U I S
D'Thasia
Novel
Bronze
Darkest Point
Misyle Ariel
Novel
MERANGKAI HARI
chewtrbl
Novel
Arsya
Nurul faizah
Novel
Bronze
Bad Relationship
Fitri Lailyah
Flash
Bronze
Je T"aime à La Folie
B12
Novel
Bronze
Bendera Setengah Tiang
I Gede Luwih
Novel
Jatuh Terlalu Jauh
Unira Rianti Ruwinta
Rekomendasi
Flash
Manusia Pertama
Rafael Yanuar
Novel
Gerimis Daun-Daun
Rafael Yanuar
Novel
Jalan Setapak Menuju Rumah
Rafael Yanuar
Flash
Bronze
Gadis Kecil Berkaleng Kecil
Rafael Yanuar
Flash
Ternyata Aku Masih
Rafael Yanuar
Flash
Setelah Gelap Datang
Rafael Yanuar
Cerpen
Sofia
Rafael Yanuar
Novel
Sampai Jumpa Besok
Rafael Yanuar
Cerpen
Racau
Rafael Yanuar
Flash
Di Perpustakaan
Rafael Yanuar
Flash
Upaya Sederhana Memaknai Kenangan
Rafael Yanuar
Flash
Clair de Lune
Rafael Yanuar
Flash
Kepada Mantan Kekasihku
Rafael Yanuar
Novel
Kesempatan Kedua
Rafael Yanuar
Cerpen
Menulis Haiku
Rafael Yanuar