Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
Senandika di Peron Dua Belas
7
Suka
9,928
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Lolongan membelah pagi di bumi yang baru bersujud bersama arunika. Subuh belum lama berlalu dan sajadah masih terhampar, menyisakan cetakan kening pada beledu tipis termakan usia. 

Lolongan itu singgah begitu saja di telingaku, menggulirkan memori puluhan purnama yang masih segar berdarah. Darah akibat kerinduan yang terkoyak waktu. Lukanya pun masih menganga.

"Kanda!" Kakiku kebas, tetapi ia menolak untuk berhenti mengiringi lokomotif yang mulai bergerak meninggalkan peron dua belas. 

"Aku hanya pergi dua belas purnama!" sahutmu sebelum kita berpisah. Kau pun mengucap sumpah atas nama Allah.

Demi Allah, aku selalu mengingat setiap detik pagi itu. Juga setiap baris kalimatmu yang kupegang teguh hingga kini. Angka itu telah lama terlewati dengan jejak kabarmu yang seolah lenyap tanpa pertanda.

"Astagfirullah." Kuusir penak keraguan yang mulai terlahir dalam sanubari. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya. Hanya saja, bolehkah aku berharap kau pulang meski sejenak, Kanda? Apalagi ini adalah hari istimewa kita. 

Dengan harap yang tak pernah surut, aku pun berbenah, memasang jubah lusuh pemberianmu terakhir kali. Hanya ini pakaian terbaik yang kupunya untuk menyambutmu.

"Aku akan mengadu nasib di kota besar. Kau, jagalah diri baik-baik di sini," pesanmu. Anggukan takzimku mengokohkan niatmu. 

Kini, dengan debar yang gagal teredam di balik dada, kutunggu tanda-tanda kepulanganmu. Kutatap jemari yang tak letih menghitung. Hari yang sama, di waktu yang sama, kulakukan ini setiap tahun. Demi Allah, aku rindu. Malam-malam menjadi saksi kala kupanggil nama-Nya untuk mendoakanmu. 

Namun, waktu itu sepertinya tidak akan datang hari ini. Hingga lokomotif terakhir bersandar di peron, tak kujumpai batang hidung sang lelaki belahan jiwa. 

"Kanda ... aku tidak akan pernah lelah menantimu. Kutitipkan rindu ini bersama lantunan asma sang Khalik. Jika kau tidak rindu kepadaku, setidaknya pulanglah. Pulanglah bertandang ke pusara ayah ibu kita. Hari ini adalah peringatan wafat mereka." 

Kututup senandika seraya menggamit keranjang bekas taburan bunga, lalu beranjak menuju musala dekat stasiun. Mengakhiri hari dengan salat wustha, sebelum kumandang azan berakhir di peron dua belas.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Iya dok, baru ini bisa bersua, heheheh,
Mas Syarif, lama tidak bersua
masya Alloh masya Allohh
Rekomendasi dari Religi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Novel
Gold
Dari Delft Hingga Madinah
Noura Publishing
Novel
Bronze
Aku Memilih Hijrah
Ellesss
Novel
Bronze
HARUN HILWA
Daud Farma
Novel
Perempuan Pencari Surga
Sunarti kacaribu
Novel
MEGHANMORPHOSELF
Salmah Nurhaliza
Novel
Bronze
Semiotika Cinta
N. HIDAYAH
Novel
Gold
Slilit Sang Kiai
Mizan Publishing
Novel
Gold
Merajut Rahmat Cinta
Bentang Pustaka
Novel
Gold
Siapa Sebenarnya Markesot?
Bentang Pustaka
Novel
Jodoh Untuk Adel
NURHIDAYAH
Novel
Bronze
Dimensi [Telah Terbit!]
Astrida Hara
Novel
Ya, Suatu Saat Nanti
Asya Ns
Novel
Gold
Jejak-Jejak Islam
Bentang Pustaka
Novel
Zaidun Wa Hindun
Aviskha izzatun Noilufar
Rekomendasi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Novel
7 Kisah di Balik Jendela
Ravistara
Novel
Bronze
I Love You, My Cousin
Ravistara
Flash
Bronze
Ekspedisi Nubuat
Ravistara
Flash
Rindu di Balik Jendela
Ravistara
Novel
Bronze
Putih Polos Avicenna
Ravistara
Flash
Memento
Ravistara
Cerpen
Bronze
Memecat Bos
Ravistara
Cerpen
Bronze
Solitary
Ravistara
Flash
Modus Baju
Ravistara
Flash
Bronze
Gandewa
Ravistara
Novel
ATLAS
Ravistara
Flash
Bulan Biru
Ravistara
Novel
Jagat Rasa
Ravistara
Novel
Bronze
My Blue White Avicenna
Ravistara