Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Secangkir Teh
18
Suka
7,450
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Jangan bicara. Secangkir teh mampu diam-diam menyerap kata yang kauucapkan, lalu menjadikan rasanya hambar, bahkan tengik. Jadi jangan kaubebani dia dengan suara. Simpan saja percakapan yang ingin kausampaikan. Jika Tuhan mengizinkan, kita masih punya banyak waktu. Duduklah di sampingku saja, tanpa perlu mengucapkan, “Selamat pagi!” Tak usah pusing memikirkan apa yang harus kita perbincangkan. Saat teh pertama tersaji di hadapan kita, lupakan dunia dengan segala hiruk pikuknya. Bukankah hening tak selalu ada sepanjang hari? Sebentar lagi, begitu Matahari mulai tinggi di ufuk, dan langit berubah kelabu, deru dan debu segera mengisi udara. Pekak berita akan membanjiri telinga. Kecemasan-kecemasan lahir begitu saja. Dan kita akan kehilangan kesempatan menikmati pagi yang bersih dari segala dusta. 

Kau pasti tahu, aku mencintai kesunyian melebihi apa pun. Namun, cukup sulit bagiku mendapatkannya. Telah begitu lama dunia menjeratku dengan harapan, dan membuatku selalu berlari—terus berlari—seolah-olah tanganku harus meraih sesuatu dan kakiku mesti bergerak maju. Secangkir teh mengajarkan aku untuk mencintai kehidupan dengan cara yang lebih sederhana, bahwa memelankan langkah, beristirahat, dan menikmati heningnya pagi, seraya merasakan setiap hela napas, bukanlah suatu dosa, dan tidaklah sia-sia. Dia menyadarkanku, sunyi tak selalu tanpa suara. Dia bisa terdengar dalam senandung lirih bisikan embun, dalam kicau burung-burung yang bernyanyi merdu di kejauhan, juga dalam tawa daun-daun ketika perutnya digelitik angin yang ibu. Hanya saat subuh membuka mata dan doa-doa yang dipanjatkan menyentuh langit, bagai buku jiwa yang terbuka, kesunyian membisikkan rahasia yang tak mampu diungkap kata. 

Aku suka memperhatikan teh saat airnya berubah perlahan-lahan, dari hijau ke kuning, dari kuning ke cokelat, lalu memekat mendekati hitam, seperti nyawa sehelai daun, dan mungkin juga kehidupan. Harum yang terhidu begitu tehnya matang, membuat hatiku dipenuhi rasa tenteram. Tentu, aku tak mungkin memastikan segalanya akan baik-baik saja. Tapi siapa yang tahu? Matahari mendekat dari arah laut, membawa kabar yang entah apa. Mungkin kelahiran, mungkin obituari, mungkin pula keduanya. Sebentar lagi, segala sesuatu akan beranjak dari tempatnya semula. Yang tinggal akan pergi. Yang pergi akan terganti. Yang terganti akan berlalu. Tapi aku tak ingin memusingkannya. Aku hanya ingin menikmati secangkir teh. Jadi, jangan bicara! Jangan bicara, pikiranku! Sejenak saj—

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Pilihan Hati
Viola khasturi
Novel
Bronze
Tangguh Perkasa
Rival Ardiles
Novel
Bronze
Garis Hitam
Ryo Meta Olympia
Novel
Karat Rangka Karat Nyawa
Neo Hernando
Flash
Secangkir Teh
Rafael Yanuar
Novel
Akresi
Kinalsa
Novel
Bronze
Cinta Yang Terenggut
Sofia Grace
Flash
Tangent
Cheri Nanas
Cerpen
Bronze
Rebah oleh tanah
artabak
Novel
Bukan Rumah untuk Pulang
Naa Ruby
Novel
Bronze
Sang SENIMAN
Ign Joko Dwiatmoko
Novel
Mozaic
Hendra Purnama
Cerpen
Bronze
Meminta sepuluh menit berharga dalam hidup Anda
Rifatia
Novel
Bronze
Dia Tentang Cinta
febriani nuraizah
Novel
Bronze
Balada Admin Klinik
Dwiend
Rekomendasi
Flash
Secangkir Teh
Rafael Yanuar
Flash
Manusia Pertama
Rafael Yanuar
Cerpen
Tujuh Belasan di Desa Dukun
Rafael Yanuar
Flash
Merayakan Tahun Baru
Rafael Yanuar
Cerpen
Malam Dingin di Cigigir
Rafael Yanuar
Cerpen
Kisah Rubah
Rafael Yanuar
Flash
Dompet Natal
Rafael Yanuar
Cerpen
Toko Buku Kecil di Kaki Bukit
Rafael Yanuar
Novel
Kesempatan Kedua
Rafael Yanuar
Cerpen
Sofia
Rafael Yanuar
Cerpen
Kunang-Kunang di Jendela
Rafael Yanuar
Novel
Di Antara Kelahiran dan Kematianku, Ada Kamu sebagai Hidup
Rafael Yanuar
Flash
Clair de Lune
Rafael Yanuar
Novel
Gerimis Daun-Daun
Rafael Yanuar
Flash
Aku Tak Ingin Mati Seperti Ini
Rafael Yanuar