Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
1
Suka
460
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

MEREKA sering ke situ, berdua, ke garis batas antara hutan dan desa. Agak masuk sedikit ke dalam kawasan hutan. Malam itu mereka berada di sana lagi. Dalam suasana yang sama sekali lain. Mereka berdiri di gigir tebing patahan alami itu. Seperti sisa barisan. Memandang ke arah lembah. Lembah yang tak terlalu besar dan tak terlalu dalam.

Sepanjang jalan tadi mereka tak berbicara. Setiap langkah seperti dipertimbangkan benar agar tak terlalu bersuara.

"Aku tak bisa dan tak mau ke mana-mana," kata Warni.

"Aku kira aku tahu kemana kamu harus pergi," kata Zam.

"Bersama kamu?"

"Iya..."

"Itu yang aku tak mau."

"Orang akan semakin menyalahkan aku."

"Bunuhlah aku, Mas. Aku tak punya pilihan kecuali mati. Aku ingin kamu yang membunuhku. Aku ingin mati di tanganmu," kata Warni.

Zam terkesiap. Ia merasakan ngeri yang tak pernah ia rasakan. Ngeri disergap suara Warni yang dingin. Tenang. Berat. Sama sekali tanpa kesedihan.

Gelombang pembantaian datang dari arah barat seperti pasukan kalajengking raksasa. Sesudah pembunuhan para jenderal di Jakarta, pasukan yang dipimpin seorang perwira datang dengan senjata yang seakan ditarget satu nyawa satu peluru. Kekacauan, dendam, pertikaian politik, menjadi bahan bakar. Tentara seperti memberi restu pada siapapun untuk membunuh siapapun, asal dia kiri.

"Mereka sudah membunuh ayahku. Ibuku. Kakak-kakakku, Mas," kata Warni. "Aku sekarang sendiri. Mereka pasti akan membunuhku. Mereka pasti sedang mencari aku..."

Zam terdiam. Zam berpikir keras mencari jalan lain selain apa yang diusulkan Warni.

"Aku tak akan bunuh diri, Mas..."

Lalu terdengar suara parang ditebaskan. Dua kali. Tubuh Zam dan Warni terguling ke bawah lembah itu. Menyusul kepala yang menggelundung lebih dahulu.

"Lho, itukan Gus Zam, anak Kyai Zainul?"

"Mana saya tahu. Gelap...."

"Ya, sudah. Timbun aja. Yang penting anak Pak Wongso, Ketua BTI itu, sudah mati."

"Si Warni? Yang ini?" si penebas yang tadi melompat ke bawah tebing, mengangkat kepala Warni ke arah seseorang yang sepertinya memimpin kelompok pembantai orang-orang kiri itu.

"Iya. Dia. Siapa lagi..." kata seorang yang lain.

 © Habel Rajavani, 2024.

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Madah Penyusup
Wiwien Wintarto
Flash
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
Habel Rajavani
Novel
Bronze
Karir & Cinta
Lusi permata sari
Novel
Michele : Richest Woman in the World
Razza
Novel
Gold
Story of Volley Club
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Kill Me Heal Me
Mayola Amanda
Novel
My Amazing Brother
Yaz
Cerpen
Bronze
Ternyata Ka'bah Tidak Melayang-layang
Agus Fahri Husein
Flash
Bronze
Tiga Lampu Rambu Lalu Lintas
Silvarani
Novel
Bronze
Bunga
kustina dwita N
Novel
CITY LIGHTS
Robin Wijaya
Novel
Yang Ditinggalkan oleh Lana
Fenny C Damayanti
Novel
Gold
PBC Girls
Mizan Publishing
Komik
Kenangan
Billy Yapananda Samudra
Flash
Merajut Asa
Ika Karisma
Rekomendasi
Flash
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Tugas Amin dan Aroma Wangi Bu Bos
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Seekor Anjing Bernama Si Jon
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Dia Menangkap Hantu dengan Dua Tangannya
Habel Rajavani
Cerpen
Dia yang Memandang dari Seberang
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Sebilah Parang dan Tugas Terakhir Paman Ahdi
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Misteri Kampung Mati dan Hantu Berang-berang
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Apa yang Tersimpan di Dinding Mercusuar Itu
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Tentang Kawanku Bob Si Anak Pasar
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Rambut Baru Oma Nana
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Lebih Pedih dari yang Pedih
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Berhenti Saja Kau Jadi Guru
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Apakah Kampus Hanya Melahirkan Sarjana sebagai Sekrup Kapitalis?
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Bagaimaan Frida Menemukan Persembunyian Skaramus
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Lebaran Kali Ini Papa Tak Ada di Rumah
Habel Rajavani