Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sore itu di pinggiran sungai yang sudah mulai tercemar oleh limbah buatan manusia, seorang pria duduk di tepian dengan sebungkus roti hangat di tangan. Kepalanya menengadah menatap langit dengan datar, entah sudah berapa keluhan yang ia lontarkan setiap hari, tapi yang maha menghidukan tidak juga mau membantu. Mungkin hidup ini hanya sebatas menjalani kehampaan, pikirnya. tidak ada yang namanya 'Sang Maha Kuasa' sejak awal itu hanya para orang tua agar bisa mengatur anak - anak nya dengan mudah. Dengan dalih, para anak yang menurut akan mendapat kehidupan penuh suka cita setelah dibangkitkan dari kematian. Bodoh. Bahkan, dunia ini mengambil semua yang ia miliki. Anak baik yang selalu menurut pada orang tua tanpa pernah melawan, apa ini balasan yang dia berikan kepadanya sebagai anak baik. Apa gunanya menahan diri agar menjadi anak baik kalau yang ia dapat tidak ada bedanya dengan anak berandalan di luar sana.
Pria itu memakan roti yang sedari tadi ia ajak bicara. Tentang tidak adil nya dunia, tentang perih nya menjalani hari tanpa rasa percaya, tentang perih nya di khianati oleh keluarga sendiri.
"Oi, roti sialan. Sebentar lagi aku akan mengambil nyawamu. Padahal kamu tidak pernah minta untuk berada di dunia ini, tapi malah berakhir menyedihkan. Kita itu sama, ya," satu buah roti yang menjadi teman nya sore ini sudah sirna, cahaya matahari yang menyinari kota juga perlahan menghilang.
Setelah menghabiskan makanannya, pria itu segera pergi beranjak dari tepian sungai menuju rumah. Berjalan melewati perkampungan yang kumuh dan memasuki gang yang mengeluarkan bau tidak sedap. Di ujung gang, baru saja ia keluar dari tempat bau sampah yang sangat lembab oleh lumut, tiga orang berjalan menghampiri.
"Wihh, ada anak setan. Keliaran dari siang, nggak kasihan sama orang - orang liat wujud menjijikkan mu ?!" cerca Dema, si anak kaya raya dari seorang penagih hutang.
Salah satu dari tiga...