Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Erika yang telah yakin dengan Frans akan melajutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Maka mereka berdua berencana mempertemukan orang tua mereka di Bali di tempat Erika. Sesampainya Frans dan kedua orangtuanya di Bali , siang itu mereka check in di hotel.
“Gimana perjalanan Kamu Sayang?” tanya Erika melalui telepon. Frans yang baru rebahan di kasurnya menjawab, “ Lancar Sayang. Untuk nanti malam gimana? Tempat udah di reservasi, kan ?”
“Iya Sayang , semua udah aman. Tempatnya di restoran di hotel Kamu kok, jadi ga perlu capek-capek lagi pergi kemana. Nanti jam setengah tujuh kita udah ada disana, jangan sampai telat ya Sayang. Papa Mama Kamu gimana?” lanjut Erika.
Frans “ iya Sayang kami cuma capek dikit aja. Kami lagi istirahat aja. Nanti Aku bilang untuk siap-siap jam enam.”
Percakapan berlanjut, Erika yang sebenarnya sangat gugup bersiap untuk pertemuan malam ini. Namun Frans meyakinkan untuk santai saja , tidak perlu khawatir berlebihan.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 6.20. Frans memanggil kedua orang tuanya dari kamar untuk turun kebawah. Bu Bertha , ibu Frans, sangat memperhatikan ditel penampilan suaminya, Pak Chandra. Mereka berdua keluar kamar. “Gimana udah siap Frans?” tanya Pak Chandra.
“Siap Pa, Ma.” jawab Frans.
Mereka berjalan menuju restauran yang telah di janjikan. Pelayan menunjuk meja telah di pesan. Meja di luar ruangan dengan pemandangan terbuka, banyak lampu menghiasi menerangi malam yang mulai gelap. Mereka bertiga yang semula baru duduk santai lalu berdiri menyambut, ternyata Erika dan kedua orang tuanya telah sampai.
“Malam Om Tante, Saya Erika ini kita pertama kali bertemu langsung, biasanya cuma lewat telpon aja. Gimana perjalanannya? Ini Saya sama Papa Mama Saya.” Erika yang sedikit gugup tapi terus melanjutkan kalimatnya.
Bu Bertha “ Oh iya gapapa, tadi lancar aja kok. Malam papa dan mamanya Erika.”
Lanjut Erika, “Pa, Ma, ini Bu Bertha dan Pak Chandra, Orang tuanya Frans.”
Frans memperkenalkan diri “Om Tante Saya Frans, Saya sudah sering dengar cerita tentang Om dan Tante dari Erika.” lanjut Frans, “Pa, Ma, ini Pak Ardi dan Bu Dewi orang tuanya Erika.”
Semua saling berjabat tangan lalu duduk. Pelayan datang membawakan Buku menu. Setelah menentukan menu pelayan pergi bersiap.
Perbincangan terasa mulai hangat. Kedua orang tua mulai saing menceritakan kehidupan masing-masing, pekerjaan dan tinggal mereka.
Hingga Frans mulai teringat sesuatu, “ Ma kalo ga salah Mama dulu kuliah di jogja kan, kalo ga salah juga Erika pernah bilang Om Ardi juga kuliah disana.”
Semua terdiam sejenak. Bu Bertha menatap ke Pak Ardi begitu juga sebaliknya. Semua mengamati mereka berdua. Seketika kenangan Bu Bertha dan Pak Ardi terlintas di masa kuliah dulu.
“ Iya Frans” Bu Bertha menjawab sambil menoleh.
“Betul Frans, Om baru ingat. Kayak pernah ingat itu dulu waktu kuliah udah lama. Udah 20 tahun lalu. hehehe” jawab Pak Ardi sambil teringat sesuatu yang masih samar-samar.
Tambah Pak Chandra “ Lebih 25 tahun sepertinya”
“Wah bagus dong, kalo udah saling kenal” Erika senang mendengar hal itu.
“ Eh Kamu, kenapa ketawa?” tegas Bu Bertha sambil menatap Pak Ardi.
Semua terdiam lagi.
“Kamu yang dulu ninggalin Saya ga jelas waktu kuliah, eh sekarang malah ketemu disini.” Bu Bertha menaikkan nada bicaranya.
Pak Ardi sekarang ingat, “Wah itu ya” tertunduk.
Semua terasa canggung, semua yakin ada sesuatu antara Bu Bertha dan Pak Ardi.
Erika yang semakin gugup juga ikut bicara, “ Mama juga dulu kuliah di Bandung kan. Papanya Frans juga kuliah di Bandung. Apa juga saling kenal ga ya? Hehehe”
Bu Dewi, “ wah gimana ya, memang Pak Chandra kuliah angkatan berapa?”
Pak Chandra menjawab gugup, “ tahun 1999”.
Bu Dewi, “ Sama sih, cuma ga tahu, mungkin beda jurusan kali ya Pak?
Pak Chandra melanjutkan, “ Saya sebenarnya kenal Bu Dewi, kita memang beda fakultas tapi gedung kita bersebelahan, Saya sering kok dulu memperhatikan Bu Dewi. Salah satu mahasiswi top dijamannya. Prestasi gemilang yang sempat ikut pertukaran pelajar ke Jepang. Walaupun sibuk organisasi, Bu Dewi bisa lulus cepat dengan predikat sangat memuaskan.”
Bu Dewi menghentikan makannya.
“Waduh , ternyata semua udah saling kenal ya dulu. “ Frans yakin semua akan berjalan lancar.
Baru saja Frans akan mengutarakan keinginannya, Mamanya memotong “Frans sebaiknya Kamu pikir lagi deh untuk melanjutkan hubungan kalian. Kalau Papanya dulu bisa berbuat gitu, apalagi anaknya.”
“Tapi maa…” Frans mulai bingung.
“Frans tahu ga rasanya dulu. Sekarang Mama ga mau Kamu ngerasain yang dulu Mama rasain.” Bu Bertha mempertegas keinginannya.
Dua pelayan datang membawakan makanan yang telahh disiapkan. Dengan berbagai menu dan juga ada makanan khas Bali tersedia di meja. Tak lupa juga pelayan membawakan botol wine. Semua sejenak berhenti bicara sambil memperhatikan menu yang sedang disiapkan. Memang makanan itu terlalu lezat untuk dilewatkan begitu saja. Tapi setelah siap dihindangkan tidak satu pun yang berani untuk memulai bahkan untuk bicara.
Bu Bertha masih dalam keadaan sedihnya. Pak Chandra ingin menenangkan, lalu meminta Frans yang duduk di tengah mereka untuk tukar tempat duduk. Beigtu juga Bu Dewi berdiri dari tempatnya, lalu berjalan menjauh dari meja tersebut. Pak Ardi seolah terpanggil untuk mengikuti istrinya. Mereka berdua berdiri agak jauh sehingga tidak dapat mendengar percakapan dari meja pun sebaliknya.
“Sabar dulu sayang.” ucapan Pak Chandra menenagkan istrinya. “Saya sudah sabar dulu berapa tahun dulu. Ternyata kamu juga masih ingat dengan idolamu” suara Bu Bertha semakin tinggi. “Jikalau tidak mau memberikan sabarmu, saya mohon pengertianmu, dia hanya kenangan masa lalu.” lanjut pak Chandra, “tidak ada yang perlu dikhawatirkan”.
Bu Bertha, “Saya selalu melihat dirimu dalam diriku, saya selalu merefleksikan diriku melalui dirimu. Sekarang saya seperti tidak kenal dirimu, dan bahkan tidak kenal diriku sendiri”.
Pak Ardi mencoba memeluk Bu Dewi dari belakang, tapi Bu Dewi mencoba menghindar. “Saya mulai bingung, tentang kamu, tentang aku, tentang semuanya.” Bu Dewi memalingkan pandangan mulai melihat Pak Ardi. “Saya pikir tidak ada hal yang perlu terlalu dipikirkan disini.” kalimat Pak Ardi pelan. “Apakah dia punya sesuatu darimu?” pertanyaan dari Bu Dewi terasa tajam dalam hati Pak Ardi. Erika ternyata sudah semakin dekat berdiri dengan orang tuanya. “Dia hanya masa lalu sayang.” jawab Pak Ardi. “Kadang masa lalu menjelaskan siapa kita sekarang.” kalimat Bu Dewi itu dengan nada yang tidak biasanya didengar oleh Pak Ardi maupun Erika.
Isi hati Erika mulai tidak tenang, begitu juga Frans. Mereka hanya bisa terdiam sejenak dengan situasi ini. Kedua orang tua mereka yang ternyata saling kenal yang diharapkan bisa memperlancar keinginan mereka, namun malah semakin tidak terduga.
Erika mengambil hp-nya, “gimana nih?????”
Frans membalas, “tenang aja dulu.”
“Gimana mau tenang, Papa sama Mama makin ribut.” balas Erika mulai ketakutan.
Suasana makin ribut, sesekali Bu Bertha menaikkan volume suaranya, tapi Erika dan Frans saling menenangkan lewat pesan singkat di hp.
“Aku juga kagett nih, ternyata ortu kita saling kenal” lanjut Frans.
“Aku bingung nih (((“ Erika yang semakin sedih.
“Gini, aja dulu, ajak dulu lagi semua.” balas Frans.
“Eh ini kamu malah makin sibuk main hp ternyata” Bu Bertha semakin naik emosi.
“Tenang dulu ma…” Pak Chandra mencoba menenangkan sambil memberikan segelas air.
“Jadi tenang dulu”Pak Chandra menenangkan situasi. “Sayang kalo boleh tahu kenapa ya sepertinya tidak senang dengan Pak Ardi?”
“Tanya aja sama dia langsung, apa yang dia perbuat dulu.” Bu Bertha masih dengan nada tegas.
Pak Ardi kembali duduk bersama istrinya dan Erika. Frans tiba-tiba berdiri, “ Om, Tante, Pa, Ma, dalam situasi ini mungkin sebaiknya kita duduk terpisah dulu bicara dengan baik-baik. Saya mau usul , Mama sama Tante dan Erika bisa duduk disini, biar Om sama Papa dan Saya kita duduk terpisah. Mungkin gini bisa membantu, gimana …?”
“Ide bagus, tuh.” jawab Pak Ardi
“Saya setuju “ susul Pak Chandra.
Bu Dewi hanya mengangguk.
Para lelaki lalu berdiri meninggalkan para wanita di meja tersebut. Sambil berjalan Frans mengisyartakan Erika untuk selalu memantau hpnya.
Tinggallah Bu Bertha dan Bu Dewi dan Erika dimeja.
“Bu Bertha mau cerita … sesuatu?” Bu Dewi memulai.
Bu Bertha masih duduk menoleh ke arah lain seperti tidak mengacuhkan. Bu Dewi berdiri dari tempatnya lalu duduk disamping Bu Bertha , Erika juga duduk disamping Bu Bertha.
“ Tante, cerita dong… pliss dulu kenapa dengan ayah Saya?” Erika mencoba. Bu Bertha melihat mata Erika dalam, “ Dulu ayah Kamu Pacar Saya, maaf ya Bu Dewi, ini dulu.”
“ Ya gapapa kalo dulu” jawab Bu Dewi.
“Dulu sewaktu kuliah kami pacaran. Di jogja. Ya semua baik-baik aja. Sampai mau wisuda. Kadang alasanya ga jelas. Aku curiga soalnya dia ga pernah bilang yang jelas.” lanjut Bu Bertha. “Sampai acara wisuda kami sama-sama. Hari itu terasa indah. Kedua orang tua kami kenalan disana. Tapi itu juga hari terkahir Aku lihat dia. Beberapa hari Saya tanya teman kosnya katanya balik lagi ke bali. Ada yang bilang cuma mau pulang sebentar sebelum cari kerja. Saya tunggu gak ada kabar apapun. Kurang dari dua tahun sejak itu, dapat kabar dari teman kalo dia udah mau nikah. Dibali. Saya ga tahu harus apa saat itu.”
Bu Dewi tertunduk mendengar semua cerita yang dialami Bu Bertha.
“Saya pikir penantian Saya saat itu sia-sia saja.” lanjut Bu Bertha “tidak ada kejelasan, tidak ada kabar, surat atau apappun, dia hilang, saat itu datanglah lamaran keluarga Chandra. Tidak lama memang perkenalan kami. Dia bisa membuat Saya lebih baik saat itu, walau kadang kenangan bersama Ardi ga bisa hilang. Tapi Saya harus bisa melupakannya. Tapi malah ketemu disini.”
“Bu Bertha kan udah melewati semua, apa Bu Bertha belum bisa move-on?” tanya Bu Dewi.
“Entahlah luka itu dulu terasa begitu Pahit, kadang selalu mikir supaya dia dapat yang kurasakan.” jawaba Bu Bertha.
“Wahh jangan gitu dong Tantee pliss…” Erika memelas sambil memeluk Bu Bertha.
Bu Bertha tidak menghiraukan pelukan itu. Semua hening, Bu Bertha mukanya memerah tapi dengan titik air mata di pipinya. Bu Dewi memberikan secarik tisu. Erika mengambil hpnya.
“Jadi gimana ya Om, Pa?” tanya Frans melihat Pak Ardi dan ayahnya. Mereka duduk di sudut lain ruangan. “Gimana apanya Frans?” tanya ayahnya. Pak Ardi hanya melihat mereka berdua. Pak Chandra mencoba memulai. “Pak Ardi kira-kira ada urusan yang belum selesai tidak dengan istri Saya?”
“Ooh Pak Chandra…” Pak Ardi bingung memulai bagaimana. “Dulu memang kami sempat bersama, di jogja dulu ya kuliah.”
“Truss…”Pak Chandra menunggu kelajutan dengan penasaran.
“Iya kami Pacaran dulu, dulu banget. Ya tamat kuliah kami pisah. Itu aja” jawab Pak Ardi.
“Masa cuma gitu aja istri Saya bisa ngamuk gitu” Pak Chandra potong
“Wahh gimana yaa” jawab Pak Ardi, “Mungkin saat itu Saya gak terlalu ingat salah Saya dimana. Udah terlalu lama heehhehe.”
Bunyi notifikasi hp Frans, dari Erika.
“Jadi kalau Pak Ardi ga ingat mungkin ada hal lain lagi?” Pak Chandra terus menanyakan hal itu.
“Gimana yaa, Saya bener-bener bingung.” jawab Pak Ardi.
“Atau gini aja Om, Bukan Saya lancang Om, tapi bagaimana kalo Om minta maaf sama mama, karena dulu ninggalin Mama tanpa kabar.” sahut Frans.
“Wah beneran Saya yang ninggalin yaa?” Pak Ardi bingung.
“Oke ya Om?” Frans memastikan, “Kalo oke kita kesana lagi, bisa clear mungkin kita lanjut disana aja semua.”
Pak Ardi “ Baiklah mana yang baik.”
Ketiga lelaki itu berdiri dari meja, berjalan malas Pak Ardi dibelakang Pak Chandra dan Frans.
Bu Bertha menyeka air matanya. Ketiga lelaki duduk di depan para wanita.
Frans berdiri “ jadi gini mungkin Om Ardi ada yang mau disampaikan sama Mama.”
Semua diam menunggu siapa yang akan mulai bicara dulu. “Sepertinya semua masih malu-malu” lanjut Frans. Tiba-tiba Erika berdiri, “atau gini, sebelum mulai, mungkin sebaiknya biar kenangan lama selesai, biar Papa samsa Tante Bertha disini lanjut, juga Mama sama Om Chandra ke tempat tadi.”
“Wah balik lagi nih.” Pak Chandra mencoba mencairkan suasana.
“Biar Frans temenin Papa lagi sama Tante Dewi.” lanjut Frans.
Berdiri lah Bu Dewi dan lanjut berjalan bersama Frans dan Pak Chandra ke ruangan itu lagi.
Bu Bertha masih menahan sesuatu di bibirnya. Pak Ardi hanya tersenyum melihat Erika. Erika bingung dan mulai pembicaraan, “Pa, Tante Bertha, mungkin ini saatnya menyelesaikan masa lalu yang dulu Papa sama Tante lalui, Saya mohon Papa sama Tante bisa sama-sama dewasa disini, Pa” Erika melihat ayahnya seperti memohon sesuatu.
Pak Ardi, “Jadi gini Bertha, kenapa Kamu marah ketemu Saya?”
Bu Bertha, “Siapa yang gak marah, Kamu dulu ninggalin Saya.”
Pak Ardi,“Kamu yakin itu?”
Bu Bertha, “Maksudnya?”
Pak Ardi,“Emang Kamu ga tahu?”
Bu Bertha, “Tahu apa Ardi?”
Pak Ardi,“Kamu kan udah tunangan dulu”
Bu Bertha, “Kan Kamu yang dulu nikah Ardi”
Pak Ardi,“ Ah masa Kamu kan dulu udah ...”
Erika “ Ehh tunggu dulu Paa, Tante, ini maksudnya gimana yaa?”
Pak Ardi, “Iya Bertha ini dulu kan udah tunangan, makanya dulu Papa pulang, balik lagi ke Bali buat lupain dia.”
Bu Bertha, “Kok gitu!”
Pak Ardi, “Kok gitu gimana…”
Bu Bertha, “Saya pikir Kamu itu ninggalin Saya karna Kamu mau nikah”
Pak Ardi, “Ooohh, gini Bertha, ayah Kamu dulu bilang sama Saya kalo Kamu udah mau tunangan, lagi nunggu calon suaminya tamat kuliah agar bisa kerja di perusahaan calon mertua Kamu”.
Bu Bertha terkejut, “HAAA…” menutup mulutnya sendiri.
Erika pun terkejut, “berarti Papa waktu itu…”
Pak Ardi, “iya Sayang, Papa terpaksa pulang ke Bali, gak kuat juga, mikir dulu kalo sekali pun lanjutkan hubungan itu sepertinya tidak bakalan berhasil, sia-sia.”
Semua terdiam. Erika mencoba menulis pesan ke Frans tapi tidak tahu mau menulis apa.
Sementara itu di meja lain, Pak Chandra duduk menghadap Bu Dewi tersenyum. Frans belum menaruh curiga.
Pak Chandra, “Jadi Kamu sekarang apa kabar Dewi eh Bu Dewi?”
Bu Dewi, “ Yaa seperti yang Pak Chandra lihat, menikah anak satu”
Pak Chandra, “Wah bahagia yaa”
Bu Dewi, “Yaa begitulah”
Bu Dewi melanjutkan, “Kalo Pak Chandra gimana?”
Pak Chandra, “Gimana apanya?”
Bu Dewi, “Gimana kabarnya?”
Pak Chandra, “Siapalah Saya , mang penting kabar Saya?”
Bu Dewi, “Eeh itu tadi Pak Chandra?”
Pak Chandra, “Tadi yang mana?”
Bu Dewi, “Sepertinya Pak Chandra masih ingat betul semua dimasa kuliah.”
Pak Chandra, “Wah siapa yang ga ingat mahasiswi berprestasi itu, idola terkenal dikampus dimasanya”
Frans melihat percakapan Pak Chandra dan ibunya sepertinya mengarah sesuatu.
Bu Dewi, “Pak Chandra dulu jurusan teknik kan?”
Pak Chandra, “Wah Bu Dewi kok tahu?”
Bu Dewi, “Iya yang sebelah fakultas ekonomi kan cuma fakultas teknik”
Pak Chandra, “Eh iya ya”
Bu Dewi, “Masa kuliah dulu ngapain aja Pak Chandra?”
Pak Chandra, “Biasa aja, Saya Bukan anak kampus yang aktif, cuma kuliah-pulang-kuliah-pulang, ga ada yang wah, ga seperti ibu Dewi, aktif kemana-mana, banyak organisasinya, bisa ikut pertukaran mahasiswi ke luar negri tu hebat ya.”
Bu Dewi, “Ah biaasa aja Pak, cuma beruntung aja, Pak Chandra dulu ingat ga ada mahasiswa yang melomPat trus menggantung di lantai dua gedung belajar”
Pak Chandra, “Oh itu… kurang ingat”
Bu Dewi, “iya ya, Saya kaget waktu itu, ada kejadian, trus ada bunga di meja belajar biasa Saya duduk.”
Pak Chandra, “Ooh gitu yaa”
Bu Dewi, “Dulu juga ada yang itu loh lari dari kantin, kabarnya maling makanan lengkap sama teh es. Teh es nya ga Pake gula. Sore itu Saya terima makanan di meja belajar, kok bisa pas ya, Saya belum makan sejak siang hari itu.”
Pak Chandra, “Wah kalo cerita maling di kantin sih sering dengar yaa.”
Bu Dewi, “ Dulu banyak cerita lucu kalo masa kuliah”
Pak Chandra, “Iya Bu.”
Bu Dewi, “Saya juga ingat dulu awal kuliah, sempat ada maba nyasar salah masuk fakultas, masih ospek Saya masuk fakultas ekonomi”
Pak Chandra, “Oh ya?”
Bu Dewi, “Iya loh Pak, itu loh kalo ingat hari pertama ospek, ada anak nyasar kami suruh nyanyi sambil pulang ke fakultasnya, mana itu setengah hari ikut ospek fakultas, baru sadar. Hahaha…”
Frans memperhatikan percakapan mereka, sesekali melihat hpnya. Erika juga di mejanya melihat hpnya, tapi belum ada pesan masuk. Erika memperhatikan ayahnya dan Bu Bertha hanya terdiam saja.
Erika, “Pa ada yang mau di bilang ga sama Tante Bertha ga?”
Pak Ardi, “Baiklah, Bertha, Saya mau bilang aja dari dulu, jika diberi kesempatan dulu Saya pengen menanyakan hal itu langsung, tapi Saya tidak punya pikiran panjang. Saya hanya bisa menyimpulkan sendiri apa yang terjadi.”
Bu Bertha, “Udahlah Ardi”
Pak Ardi, “Iya itu satu lagi, Saya sekarang sadar, saat itu Saya ga berusaha memperjuangkan hubungan kita. Ga ada hal bisa Saya lakukan.”
Bu Bertha, “Udah Ardi, semua udah terjadi”
Pak Ardi, “Iya Saya minta maaf untuk semua itu, juga untuk semua janji yang dulu kita buat tapi tak satu pun bisa terwujud.”
Bu Bertha, “Iya Ardi, andaikan Saya tahu itu semua itu, tapi sekarang harapan Saya dulu biarlah berlalu. Walau kadang berharap bisa bertemu lagi dilain waktu.”
Pak Ardi, “Iya Bertha.”
Erika tidak kuasa menahan, “Pa , Tante “sambil memeluk mereka berdua.
Bu Dewi, “Pak Chandra bertemu dengan Bu Bertha gimana?”
Pak Chandra, “Gimana?”
Bu Dewi, “Ya hubungannya gimana mulainya?”
Pak Chandra, “Ya sebenarnya kami dijodohkan, orang tua kami sangat akrab, atau mungkin seperti kita sekarang ini ya, setelah Saya lulus kuliah setahun kerja, orang tua Saya ngajak kenalan dulu, ternyata dia baik yaa semua berjalan lancar, kami menikah hingga sekarang.”
Bu Dewi, “Wah bagus ya”
Pak Chandra, “Kalo Bu Dewi sendiri seperti apa?”
Bu Dewi, “ Iya hampir sama saja, Saya lulus kuliah, kembali ke bali mau urus usaha keluarga, disini juga kenal sama Papanya Erika.”
Pak Chandra, “ Begitu ya”
Bu Dewi, “ Tapi dia ga pernah kasih Saya Bunga”
Pak Chandra, “ Oh , hehehe “
Bu Dewi, “ Begitulah kira-kira, Pak Chandra.”
Pak Chandra, “Frans Kamu tahu ga kalo Tante Dewi ini sempat jadi ketua senat loh”
Bu Dewi, “Ah bukan apa-apa loh “
Pak Chandra, “Ya udahlah masa kuliah udah lama lewat.”
Bu Dewi, “Ya udah lewat tapi kan ga bisa dilupakan.”
Frans, “Pa, Tante, gimana kalo kita balik lagi, sepertinya semua udah baik-baik saja.”
Pak Chandra, “ya udah ayok”
Frans berdiri, Pak Chandra melangkah malas dibelakang Bu Dewi. Frans sudah duluan, Bu Dewi membalikkan badannya, “ Aku ingat kok semuanya, Aku tahu itu Kamu Chan, Kamu kan yang taroh Bunga di meja tepat sebelum Aku masuk kan, Kamu juga kan yang bawa makanan dan surat itu.”
Pak Chandra senyum, “Hehehe”
Bu Dewi, “Kamu juga kan yang Pasang spanduk di acara wisudaku kan.”
Pak Chandra tersenyum, ”Makasih kalo ingat semua, makasih kalau Kamu tahu itu Aku”
Bu Dewi, “Trus kenapa Kamu ga bilang langsung semua itu?”
Pak Chandra, “Saya ga pernah bisa berani bilang itu.”
Bu Dewi, “Kamu tahu ga Saya nunggu, banyak yang sudah Saya lewatkan karna nunggu orang itu.”
Pak Chandra, “Ohh gitu ya”
Bu Dewi, “Kamu kenapa sih dulu ga berani ngungkapin itu semua?”
Pak Chandra sambil melihat sekeliling memastikan sesuatu, “Saya dulu tidak berani entah kenapa, tapi kalo di ingat sekarang mungkin dulu Saya menikmati kesendirian Saya dengan cara mengagumi Kamu dengan cara Saya. Tidak ada hal yang lebih indah rasanya waktu itu ketika Kamu menerima semua itu lalu melihat wajahmu penasaran.”
Bu Dewi, “Teman Saya udah ngasih tahu kok.”
Pak Chandra, “Oh, begitu ya, hehehe “
Frans memanggil Erika untuk mendekat, seketika Erika meninggalkan Bu Bertha dan Papanya disana.
“Frans, gimana?” Erika penasaran dengan perkembangan situasi antara ibunya dan Om Chandra.
Frans, “Sayang, Aku ga tahu, mana yang lebih baik atau buruk, sepertinya Mamamu dan Ayahku mengenang hubungan mereka dan semakin …”
Erika, “Saya juga bingung sekarang, Papa sama Tante sepertinya juga semakin akrab, Aku ga tahu sekarang.”
Frans, “Jadi gimana ini dong?”
Erika, “Aahhh… apa perlu dibikin ribut lagi gak?”
Frans, “Masa hubungan kita batal karna mereka balikan lagi sama pasangannya dulu?”
Erika, “ahhhh…. Aku gak mau dengar itu!!”
Frans, “Sayang …”
Erika, “iya..?!”
“Bagaimana kalao kita …”ucap Frans sambil memeluk dan memegang perut Erika.
Erika, “haaa….”
Frans, “kalo Kamu mau pura-pura, biar mereka ga jadi balikan semua…”
Erika, “tapi Aku ga mau bohong,..”
Frans, “kalo gitu Kamu ada cara lain Sayang?”
Erika, “ga tahu Sayang.”
Musik pelan terdengar di speaker restoran malam itu. Tanpa disadari mereka disana sudah sampai lebih 2 jam, bahkan pengunjung sudah mulai sepi. Beberapa pelayan sudah sibuk membersihkan meja-meja yang kosong di tinggal para tamu.
Frans berdiri di tengah memanggil “ Malam Om Tante, Pa, Ma, malam ini malam bahagia kita semua disini.”
Belum sempat Frans melanjutkan kalimatnya, Pak Ardi berdiri, “Iya malam indah , untuk itu mungkin mari kita berdansa, jikalau Pak Chandra mau mengizinkan, Saya mau menari bersama istri anda?”
“Ya kalau Bapak mau juga mengizinkan Saya berdansa bersaMa Bu Dewi?”
“Iya baiklah”
Semua berdiri dengan Pasangannya mulai menari, Pak Ardi membawa Bu Bertha ke tengah, disusul Pak Chandra yang langsung menggandeng Bu Dewi. Frans dan Erika tidak tahu berbuat apa. Sejenak mereka hanya berdiri diam walaupun musik semakin membawa hanyut orang tua mereka masing-masing.
“Jadilah malam ini yang indah Bertha,” bisik Pak Ardi
“Iya , biarlah ini malam terakhir kita bersama.”lanjut Bu Bertha.
“Iya terimakasih sudah pernah ada dulu, walaupun tidak bersama. Sekarang lihat kita dengan kebodohan kita.”
“Paling tidak anak kita bisa bersama kan.”
Pak Chandra menarik tangan Bu Dewi. Perlahan menaruh tangannya ke pinggang Bu Dewi.
“Wah sekarang udah mulai berani ya pak.” bisik Bu Dewi.
“Ini salah satu hal yang selalu Saya impikan.” suara Pak Chandra pelan
Bu Dewi, “Apa?”
Pak Chandra, “Menari bersamamu.”
Bu Dewi, “Oh ya”
Pak Chandra, “Walaupun sudah bersama orang lain, ini juga udah membuat Saya melepaskan kenangan masa lalu dulu, makasih ya udah tahu itu semua, dan masih ingat Saya.”
Bu Dewi, “Saya juga mau bilang makasih, semua yang Kamu lakukan dulu itu membuat Saya senang.”
Pak Chandra, “Iya Bu.”
Pak Chandra melihat Bu Bertha bersama Pak Ardi, beri isyarat kepada Pak Ardi untuk kembali pada pasangannya masing-masing. Pak Ardi malah melihat Erika dan Frans. Pak Ardi memanggil, “Hey kalian anak muda juga ikut menari”
Begitu tempo lagu berubah, semua bertukar pasangan, semua terjadi secara alami tanpa aba-aba. Pak Ardi meraih tangan Erika, mengajak anaknya menari bersama, “ Apa yang kamu risaukan sayang?”
Erika menatap mata ayahnya, “Pa, jadi gimana urusan sama Tante Bertha?”
“Ooh itu, kami sudah selesai, dia sudah mau maafin semua masa lalu, semua yang terjadi sudah lewat.” jawab Pak Ardi.
“Syukurlah Pa, trus gini Pa, soal saya sama Frans…” Erika sedikit lega, tapi langsung dipotong ayahnya, “Kamu sudah yakin sama Frans?”
“Iya pa.” tegas Erika menjawab.
“Kamu bahagia sama dia?” Pak Ardi sekali lagi meyakinkan dirinya.
“Iya pa, saya bahagia sama Frans.” semangat Erika menjawab.
“Baiklah, sayang Papa dukung kok. Saya mau nanyakan dia dulu satu hal.” pak Ardi melepas rangkulan anaknya dengan ciuman dikening.
“Papa jangan terlalu keras sama Frans ya pa” pinta Erika.
“Iya eheheh.” Pak Ardi tersenyum.
Pak Chandra mengajak anaknya menari bersama. “Pa, saya mau nanya …” Frans agak segan tapi harus menanyakan hal itu.
Pak Chandra, “Iya Frans, ada apa?”
Frans, “Hubungan papa sama tante dewi gimana?”
Pak Chandra, “Oh kami hanya mengenang masa lalu saja, tidak lebih dari itu. Kenapa Frans?”
Frans, “Kalo gitu, dengan Erika?”
Pak Chandra, “Kalo kamu udah yakin ya silahkan lanjutkan saja. Papa dukung kok sepenuhnya keputusan kalian selama kalian saling sayang.”
Frans, “Makasih ya Paa…”
Musik santai mengisi suasana malam itu. Pak Ardi meraih tangan Frans “Ga usah kaku, udah santai aja” Pak Ardi seakan mengajak Frans menari. Frans agak terkejut dan mulai ikut tempo Pak Ardi.
“Kamu beneran Sayang sama anak Saya?” tanya Pak Ardi.
Frans, “Eh iya Om.”
Pak Ardi, “Kamu beneran mau menjaga dia?”
Frans, “Iya Saya akan selalu jaga dia Om”
Pak Ardi, “Kamu cinta Erika?”
Frans, “Iya Saya cinta sama Erika anak Om.”
Pak Ardi, “Baiklah , mulai sekarang Panggil Saya Papa”
Frans, “Maksudnya Om?”
Pak Ardi, “Iya Kamu ga usah bingung lagi.”
Frans, “Makasih Om, eh Papa.”
“Erika, Kamu Sayang sama Frans?” Bu Bertha penasaran.
Erika, “Iya Sayang Tante.”
Bu Bertha, “Apa yang Kamu lihat dari Frans?”
Erika, “Frans bisa bertanggung jawab dan kami saling Sayang Tante, Tante Sayang kan sama kami?”
Bu Bertha, “Iya Sayang”
Bu Dewi, “Tante minta tolong Kamu jagain Erika baik-baik ya Frans.”
Frans,”Iya Tante. Saya akan jaga Erika dengan baik. Saya akan selalu memberikan yang terbaik untuk Erika.”
Bu Dewi, “Kamu ga usah malu-malu lagi.”
Frans, “Hehehe, iya baik Tante. Saya juga akan sering-sering kasih Erika bunga nanti.”
Frans dan Erika dengan senyum bahagia saling menyambut tangan mereka mulai menari diantara orang tua mereka. Frans tidak mengucapkan satu katapun, begitujuga Erika. Dalam pelukan dan mengikuti iringan musik, mereka hanyut berdua, “Sekarang kita tidak perlu khawatir lagi sayang” Frans yang sangat senang. “Iya sayang, sekarang kita berdua bisa lanjut.” jawab Erika. “Tak kusangka mereka semua ternyata pernah bertemu. Bagaimana ya kalo mereka masing-masing yang pacaran lanjut menikah yaa, apa kita bakal bertemu?” rasa penasaran Frans. “Entahlah sayang. Kenapa juga mikirin itu…” Erika tidak terlalu ingin melanjutkan itu. “Iya sayang, biarlah kenangan masa lalu mereka udah lewat. Sekarang giliran kita memulai masa depan bersama.” dengan tatapan penuh kelembutan Frans ke mata Erika. Cukup lama bagi mereka melewati semua suasana dalam keheningan mereka berdua.
Bu Bertha sekarang dalam rangkulan suaminya, Pak Chandra. Mereka menikmati ayunan musik dalam tarian. “Adakah hal yang masih kamu simpan dariku?” bisik Pak Chandra. “Tidak ada sayang.” jawab Bu Bertha. Bu Bertha semakin memeluk Pak Chandra semakin tidak ingin melepaskan berucap “Apakah kamu masih mencitaiku?”. Pak Chandra menatap tajam dalam mata Bu Bertha,”Iya sayang.” dalam kecupannya yang dalam Pak Chandra menenagkan keraguan dalam hati Bu Bertha.
Pak Ardi menari bersama Bu Dewi dengan tempo pelan iringan lagu. “Apa yang kamu cemaskan sayang?” tanya Pak Ardi. Bu Dewi hanya tersenyu tapi Pak Ardi mengerti senyum yang tidak nyaman itu, lalu berucap, “Setelah apa yang kita lalu bersama sayang, lebih 20 tahun bersama tidak ada sedikit pun raguku padamu. Biarkanlah malam ini melepaskan masa lalu yang sudah membayangi diriku dulu, terimakasih kamu sudah mau menemaniku dan terus selamanya ada bersamaku. Dewi, aku akan selalu bersamamu seperti kamu selalu mau menemaniku dalam hidupku”. Wajah Bu Dewi semakin cerah sekaligus mulai menitikkan air mata. Bu Dewi , “Iya sayang. Aku yakin kamu begitu.”
“Pak Chandra mari menari sama Saya” Pak Ardi pinta. Seketika musik berganti. Tempo musik yang sudah semakin cepat. Frans masih berdiri, tapi Bu Dewi, Bu Bertha dan Erika sudah duduk lagi di meja makan. Meja makan yang masih tersedia makanan lengkap seperti di sedia mula.
“Pak Ardi” ,jawab pak Chandra.
“Pak Chandra, gimana udah siap kita besanan?” tanya Pak Ardi.
“Baiklah Pak Ardi, itu memang keputusan yang baik” jawab Pak Chandra.
“Iya Pak Chandra dukung kan?” tanya lagi Pak Ardi.
Pak Chandra, “Iya Pak Ardi, Pak tanpa bermaksud menyinggung hubungan kalian, tapi jangan marah ya.”
Pak Ardi menaikkan alisnya.
Pak Chandra, “Pak Ardi bolehlah sesekali memanjakan istrinya”
Pak Ardi memeluk erat Pak Chandra sambil menjawab, “Maksudnya?”
Pak Chandra, “Misalnya memberikan Bu Dewi bunga.”
Pak Ardi, “oh itu baiklah terimakasih.”
Pak Chandra, “Iya sama-sama Pak.”
Pak Ardi, “Pak Chandra juga jangan lupa jaga Bu Bertha baik-baik.”
Pak Chandra, “Oh iya itu pasti.”
Mereka berdua terus menari, bahkan saling berpelukan erat walaupun musik sudah berhenti.