Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bab 1 – Desas-desus di Kota Kecil
Kota kecil bernama Loka Jaya selalu diselimuti kabut tipis di pagi hari, seolah menyembunyikan rahasia-rahasia lama yang enggan terungkap. Namun, ada satu rahasia yang tak pernah benar-benar mati, justru hidup subur dalam bisikan dan desas-desus di kalangan anak muda: Penjara Jepang. Bukan sekadar bangunan tua terbengkalai, melainkan sebuah makam bisu yang menyimpan kisah kelam dari era pendudukan. Konon, di malam hari, penjara itu hidup kembali dengan suara-suara dari masa lalu: langkah kaki serdadu yang berbaris di lorong-lorong gelap, teriakan pilu tahanan yang disiksa, dan bentakan komandan dalam bahasa Jepang yang memecah kesunyian malam.
Di sebuah warung kopi kumuh yang jadi markas nongkrong favorit, lima sekawan—Damar, Risa, Bayu, Siska, dan Dion—sedang larut dalam obrolan hangat. Damar, si sulung dari lima bersaudara, adalah tipikal remaja ambisius dengan rasa ingin tahu yang tak terbatas. Matanya selalu berbinar saat membahas misteri, dan urban legend tentang Penjara Jepang ini adalah santapan lezat baginya. "Kalian percaya nggak sih, kalau penjara itu beneran angker?" ucap Damar, menyulut rokoknya perlahan. Ia punya kharisma yang mampu menarik perhatian teman-temannya, seringkali tanpa mereka sadari. Seolah ada magnet aneh yang selalu membuat orang mengikuti idenya, bahkan ide yang paling gila sekalipun.
Risa, satu-satunya perempuan di antara mereka yang punya pemikiran paling realistis dan sedikit skeptis, menyeruput es tehnya. "Ah, cuma cerita orang tua, Mar. Mana ada hantu zaman sekarang. Paling cuma suara kelelawar atau tikus got." Risa adalah sosok yang tenang, namun di balik ketenangannya tersimpan keberanian dan loyalitas yang tinggi terhadap teman-temannya. Ia sering jadi penyeimbang bagi ide-ide gila Damar.
Di sisi lain, Bayu, si ahli teknologi dengan kacamata tebal yang selalu nangkring di hidungnya, sudah sibuk mencari artikel di ponselnya. "Eh, tapi beberapa blog misteri bilang ada saksi mata lho. Mereka dengar suara-suara aneh itu. Ada juga yang bilang pernah lihat bayangan." Bayu adalah otak di balik peralatan mereka, selalu siap dengan kamera, drone, atau senter canggih. Meskipun sedikit penakut, rasa ingin tahunya seringkali mengalahkan rasa takutnya.
Siska, si gadis periang yang mudah terpengaruh, sudah mulai merinding. "Ih, jangan ngomongin itu dong! Aku jadi ngebayangin!" Siska adalah yang paling penakut di antara mereka, seringkali ekspresif dalam menunjukkan ketakutannya, tapi karena tak ingin ketinggalan momen atau dicap pengecut, ia akan tetap ikut.
Sementara itu, Dion, si paling santai dan cenderung pasrah, hanya mengangguk-angguk sambil menikmati kopinya. "Asal nggak nyuruh kita bersih-bersih penjara aja sih. Ngantuk aku kalau disuruh gotong royong sama hantu." Dion adalah pelawak kelompok, seringkali menenangkan suasana dengan guyonan ringannya. Namun, di balik sikap santainya, ia punya intuisi yang cukup tajam, meski seringkali diabaikan.
Damar tersenyum misterius. "Gimana kalau kita buktikan sendiri? Malam Sabtu nanti, kita ke sana." Usul Damar sontak membuat Siska terlonjak. "HAH?! Kamu gila, Mar?!"
"Dengar dulu," ...