Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Without You
12
Suka
597
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Setiap pagi aku dan aldan hanya punya waktu untuk bertemu di meja makan minimalis di rumah ini. Setelah 3 tahun menikah kami memiliki kesibukan yang berbeda, aku bekerja sebagai staff di salah satu perusahaan dan aldan di perusahaan periklanan. Makanan siap saji menjadi pilihan yang tepat untuk mempersingkat waktu agar tidak terlambat bekerja. Aku dan aldan sudah menikah seperti yang seharusnya.

Tapi di suatu malam ketika aku pulang bekerja cukup larut, aldan duduk di ruang makan sambil meminum secangkir teh di tangannya.

“Nad, mari berpisah” aldan mengucapkannya tanpa melihat ke arahku

Aku tak membalas ucapan aldan dan berjalan menuju kamar, aku terlalu lelah dengan pekerjaan kantor dan mungkin lebih baik besok untuk dilanjutkan.

Kilauan cahaya membangunkanku dari tidur, karena tenggorokan yang cukup kering aku berjalan menuju kamar mandi untuk meminum sebotol air putih. Saat berjalan keluar, aku tidak menemukan aldan diruang tamu ataupun ruang makan.

Apa dia benar- benar ingin berpisah darikku? Ucapku dalam hati

Aku kembali ke kamar dan melihat pakaiannya di dalam lemari, tapi pakaiannya tak ada. Aku menghubungi ciko teman kantor aldan untuk menanyakan apakah dia masuk bekerja sekarang. Sungguh jawaban diluar dugaanku…

“halo nad, ada apa?”

“apa aldan masuk kerja, ko?”

“apa maksudmu nad, apa kau belum melupakan aldan”

“apa yang kau maksud ko, aku istrinya bagaimana bisa aku melupakannya”

“apa kau lupa, kalau dia sudah meninggal 6 bulan yang lalu nad”

“bercandamu keterlaluan ko”

“untuk apa aku bercanda dengan nyawa seseorang. Sekarang coba kamu lihat foto di ruang keluarga, kamu sendiri yang memajang foto itu”

Aku berjalan menuju ruang keluarga, benar saja itu aldan. Bagaimana bisa aldan meninggal, sedangkan tadi malam aku masih bersamanya. Nadira menangis begitu keras, hingga membuatnya terbangun kedua kali.

Dia berbegas bangun dari tempat tidurnya mengecek lemari pakaian dan menuju ruang makan. Dia melihat sosok aldan yang tengah sarapan, dia mendekati pria itu dan duduk dengan wajah serius.

“aku tidak ingin bercerai”

“keputusanku sudah bulat”

“kenapa? Apa kau menemukan seseorang yang lebih baik dariku?”

“tidak, aku hanya ingin hidup sendiri saja”

“apa kau menyimpan rahasia dariku?” ucapku sambil terus mengharapkan jawaban yang aku inginkan.

“kenapa matamu merah? Apa kau menangis ?”

“aku bermimpi buruk, aku kehilanganmu”

Seketika mata aldan menatap cukup dalam pada nadira, apakah dia mengetahui penyakitku. Bermimpi saja sudah membuat wanita itu menangis, apalagi jika itu memang kenyataan sesungguhnya.

“kamu harus terbiasa untuk sendirian ke depannya nad”

“kenapa harus begitu? Bukankah ada dirimu”

“aku bisa mati kapan saja, kau tidak harus bergantung padaku”

“bagaimana kalau aku yang lebih duluan mati dari pada kamu?”

“apa maksudmu, tidak akan ada yang mati lebih dulu kecuali tuhan menghendaki itu”

“kau tau itu, jadi jangan menyuruhku untuk terbiasa sendirian”

Aku menghubungi ibu untuk membicarakan semua yang terjadi antara aku dan aldan.

“tumben menelfon, nak”

“ibu, apakah aku istri yang tidak sempurna”

“kenapa berbicara begitu, apa kau ada masalah dengan aldan?”

“dia ingin berpisah denganku”

“kenapa tiba-tiba begitu?”

“aku juga tidak tahu, dia seperti menyembunyikan sesuatu dariku”

“tenanglah dulu nak, nanti ketika dia pulang bekerja cobalah untu dibicarakan baik- baik lagi”

“baik buk”

Aku benar- benar tidak bisa mengendalikan fikiranku lagi, aku memutuskan untuk menyelinap ke kantor aldan untuk mencari tahu apa sebenarnya masalah aldan.

Sesampainya di kantor, nadira memutuskan untuk menuju ruang kerja aldan tapi salah seorang rekan kerjanya tengah berbincang mengenai aldan yang tengah ke rumah sakit untuk control rutin. Setelah bertanya pada salah satu rekan kerja aldan, aku memutuskan untuk menyusulnya ke rumah sakit.

Aku melihat aldan baru saja keluar dari ruang dokter spesialis, dia tampak lesu. Aku baru menyadari betapa tidak perhatiannya diriku selama hidup dengannya. Apa karena ini dia memutuskan ingin bercerai dariku.

Aku kembali ke kantor dan bekerja seperti biasa, setelah seluruh karyawan pulang. Aku berjalan menuju ruang bosku. Aku memutuskan ingin berhenti dari pekerjaan, tapi dia bilang aku perlu memikirkan matang- matang karena ini tentang karirku. Dia menyuruhku untuk cuti selama seminggu, dia fikir aku lelah. Mungkin aku terlalu gegabah dan memilih untuk cuti beberapa hari.

Aku bergegas pulang untuk membuatkan makan malam, bagaimana pun aku harus merubah rutinitasku yang sangat sibuk dan tidak ada waktu yang lebih banyak bersama aldan.

Setelah menyiapkan semuanya, aku menunggunya di meja makan sambil memainkan handphoneku. Dan lima belas menit berlalu aldan datang dengan membawa sekotak makanan kesukaannya.

Dia sedikit kaget melihat diriku yang sudah berada di rumah dan masak makanan untuknya.

“kamu nggak kerja nad?”

“kerja, tapi aku dapat libur dari kantor selama 2 minggu. Capek juga kerja terus” ucapku sambil menyiapkan sepiring nasi di mejanya”

“cobalah, aku memasaknya. Maaf kalau tidak enak”

Aldan menatap ke arah nadira yang tengah sibuk meletakkan lauk di piringnya.

“apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan denganku, nad?”

“mmm, tidak. Bagaimana denganmu?”

Tatapan kami seketika bertemu, ada rasa saling curiga bahwa satu sama lain menyimpan rahasia. Seolah satu sama lain saling berharap untuk jujur tentang apa yang diketahui atau apa yang sebenarnya terjadi.

“besok ingin sarapan apa, aku akan memasaknya” ucapku

“apa saja” ucapnya sambil melahap makan malam

Seolah semua berubah begitu juga denganku, malamnya aku terbangun untuk memastikan aldan masih bernafas.

****

aldan yang terbangun pukul 5 tidak melihat nadira di sampingnya, dia berjalan menuju dapur dan melihat wanita itu tengah mengiris bumbu masakan untuk pagi ini. Dia merasa bahwa nadira berubah tidak seperti biasanya, apa dia sudah mengetahui bahwa aku sakit.

“kau sudah bangun ? apa mau minum sesuatu?”

“tidak, aku akan kembali ke kamar” aldan kembali ke kamar dan memutuskan menelfon ciko untuk menanyakan sesuatu.

Dengan suara berbisik aldan menanyakan pada ciko apa dia memberitahu nadira kalau kini dia sedang sakit.

“halo cik, ada yang mau gue tanyain”

“apa?”

“lo kasih tau nadira kalau gue sakit”

“enggaklah, emang kenapa ?”

“gue ngerasa dia berubah banget setelah gue minta pisah sama dia”

“apa? Lo mau ceraiin nadira, gila lo”

“gue nggak mau nyusahin dia ko”

“mungkin dia berubah karena mau lo ceraiin kali, jadi laki lo tega banget sih al”

“udah ya, gue tutup”

Aldan meletakkan handphonenya dan bersiap- siap untuk berangkat ke kantor. Aldan yang sudah keluar dari kamar bergegas di sambut nadira untuk makan.

“sarapan dulu biar nggak sakit. Dan ini makan siang di kantor plus buah- buahan” ucap nadira sambil meletakkan sepiring nasi goreng ditambah satu telur ceplok.

“makasih ya nad” ucap aldan sambil tersenyum pada nadira.

Setelah aldan pergi, nadira terduduk lemas di meja makan. Sampai kapan aldan akan menyimpan rahasia kalau dia tengah sakit. Dan aku, apa yang harus aku lakukan jika aldan harus pergi.

“Bukankah mencintai dan merelakan dalam waktu yang bersamaan adalah sesuatu yang sangat menyedihkan”

_Nadira_

Nadira mencatat semua jadwal kunjungan aldan ke rumah sakit dan mencari tahu apa saja yang tidak boleh di konsumsi oleh penderita kanker. Walaupun dia banyak tersenyum di depan aldan tapi saat sendirian air matanya tak bisa dibendung.

_di kantor aldan_

“Tumben lo bawa bekal ?”

“nadira yang nyiapin semua”

“what? Nadira kenapa ya?”

“gue juga bingung ko”

“tapi bagus juga al, kalian lebih banyak waktu bareng”

“tapi gue pengen pisah sama dia ko”

“lo pikir dengan berpisah nadira akan bahagia?”

Aldan tidak mampu menjawab pertanyaan sahabatnya itu, baginya bersama atau meninggalkan nadira tidak bisa menjadi sebuah pilihan. Nadira sangat dicintai dan berharga untuknya.

Semua berjalan lebih baik menurut nadira, dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama aldan.

Sampai di suatu hari, aldan pulang lebih cepat dari biasanya. Aku menatap wajahnya yang berdiri di depan pintu utama dengan wajah sedih dan menahan air mata.

“ada apa ? apa tubuhmu tidak sehat?” ucapku sambil memeriksa dari ujung kepala sampai ujung kepalanya.

“apakah menyakitkan menahannya selama ini, nad?”

Seketika senyum nadira surut menjadi lengkungan kesedihan tapi tetap berusaha kuat di depan aldan.

“apa maksudmu” ucapku sambil mengambil tas bekal yang dia bawa.

“aku memasang cctv di rumah” ucapnya dengan nada sedih

Nadira yang baru berbalik menuju dapur menghentikan langkahnya, apa aldan melihat apa yang dia lakukan di rumah.

“setiap hari kau menciumi foto kita, memeluk pakaianku. Kau menangis sendirian”

“kenapa tidak berbagi sedihmu denganku”

“seharusnya aku yang menanyakan hal itu, kenapa kau tidak berbagi kesedihanmu denganku. Apa aku seasing itu dalam hidupmu?”

“bukan begitu, aku hanya tidak ingin membawa penderitaanku denganmu. Akan lebih baik kita berpisah dan kau bisa bahagia tanpa harus menangisiku setiap hari”

“apakah menurutmu ketika berpisah, aku akan berlarian kesana kemari karena bisa lepas darimu. Dan beberapa waktu kemudian aku mendengar tentang kematianmu aku akan tertawa karena akhirnya kau mati setelah berpisah denganku. Aku bukan wanita seperti itu. Setiap hari aku terus memikirkan bagaimana bersiap untuk kehilanganmu. Setiap malam aku terus terbangun dan memeriksa apa kau masih bernafas. Aku tidak pernah lelah untuk itu, karena aku tidak siap tanpamu”

nadira menangis tanpa melihat ke arah aldan, dia mendekati nadira yang tengah menangis.

“bagaimana aku bisa meninggalkanmu, jika setiap hari kau menangis seperti ini” ucapnya sambil memeluk nadira.

Nadira terus menangis dipelukkan pria yang dicintainya.

Aldan tak lagi mengucapkan keinginan berpisah, sudah cukup baginya menyakiti perasaan nadira.

___

Pada akhirnya aku benar- benar melihat foto aldan terpajang seperti dalam mimpiku.

“Aku merindukanmu setiap detik, aku….”

Sofia tak mampu membendung kesedihannya, nadira sahabat baiknya belum bisa juga mengakhiri dukanya. Dalam fase duka, dia mungkin masih dalam tahap penyangkalan.

Dia sama sekali belum merapikan semua barang- barang aldan, dia masih begitu sangat merindukan aldan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Ceritanya menarik hanya perlu perbaikan huruf capital. Huruf awal besar dan nama orang huruf awal juga besar. Semangat!!
@donnymr : Sip kak, terima kasih masukkannya. Insyaallah di karya selanjutnya akan lebih teliti.
Terima kasih kak, siap! Terima kasih untuk masukkannya 🙂
Sip! Ceritanya cukup mengaduk emosi, kak. Cuma mungkin perhatikan penggunaan huruf kapital, ya. Semangat, ya! 👍🏻😄
Rekomendasi dari Drama
Cerpen
Without You
lidia afrianti
Novel
Bronze
Jalan Keluar
Magwa Hanggara
Novel
Bronze
Sulung
Puan Purnama
Flash
Happy Birthday 22
Rumpang Tanya
Novel
Gold
The Orange Girl
Mizan Publishing
Novel
Bronze
UMUR 20
Arfiah Rachman
Novel
Awan Jingga
Zahrae
Flash
Ojo Cedak Kebo Gupak!
Luca Scofish
Novel
You, K
Racelis Iskandar
Novel
Gadis
Melia
Novel
Gold
KKPK Kembaran Mama
Mizan Publishing
Novel
A Straight Rain: A Story about Their Gathering in Tokyo
Anis Maryani
Novel
Sowon
Bella Puteri Nurhidayati
Cerpen
Mengubah Hidup Lewat Belajar
Vincentius Atrayu Januar Dewanto
Novel
I ( Everything In My Life )
Liepiscesha
Rekomendasi
Cerpen
Without You
lidia afrianti
Flash
Bronze
Alasan Menjadikanmu Rumah
lidia afrianti
Flash
Hilang di Kota Virtual
lidia afrianti
Flash
Bronze
Kenapa Kita Berpisah?
lidia afrianti
Flash
Sandiwara
lidia afrianti
Flash
Bronze
Lemon Tea
lidia afrianti
Flash
Bronze
if we'd met before a decade
lidia afrianti