Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bau teh tubruk dan aroma kretek melayang dari beranda kamar sebelah, menusuk indra penciuman Fernanda Fadli Rahman. Nanda menggeliat pelan, matanya mengerjap mencoba menyesuaikan diri dengan bias cahaya sore yang menembus celah gorden warna biru laut kegemarannya. Di luar, suara Dedi, tetangga kamarnya, menggeram pelan, "Nda, bangun! Tidur mulu kayak kebo!"
Nanda mendesah. Dedi adalah alarm alami terburuk yang pernah ia miliki. Pria berbadan gempal itu selalu datang dengan suara dan bau yang khas, membawa ingatan-ingatan yang kadang enggan Nanda jamah. Ia bangkit, menyibak gorden lusuh, dan melihat Dedi sudah duduk bersila di tikar bambu depan pintu, mengisap kreteknya dalam-dalam.
"Woy, Nda! Udah jam berapa ini? Mahasiswa kok hobi tidur siang," cibir Dedi, kepulan asap rokoknya melambai ke udara.
Nanda hanya tersenyenyum tipis. "Ada apa, sih, Ded? Tumben nyariin?" Ia melangkah keluar, menarik kursi plastik yang biasa ia gunakan untuk membaca buku.
"Santai aja, Nda. Cuma mau ngajak ngopi. Lagian, kamu kan udah lama banget nggak nongkrong sama anak-anak. Sejak jadi Pak Ustadz, kayanya lupa sama duniawi." Dedi terkekeh, namun ada nada menyindir di balik tawanya.
Duniawi. Kata itu selalu berhasil memancing memori kelam Nanda. Seolah sebuah film lama yang diputarkan kembali di benaknya, ia melihat dirinya yang dulu. Seorang Nanda yang naif, mudah terluka, dan terombang-ambing oleh ombak pencarian cinta yang tak berujung. Senyumnya luntur.
* * *
Nanda ingat betul, saat SMA, ia adalah remaja cupu yang jatuh cinta setengah mati pada Shari, gadis paling populer di sekolah. Shari itu cantik, ceria, dan pandai membawa diri. Nanda, yang saat itu masih lugu, merasa seperti pangeran ketika Shari membalas perasaannya. Cinta monyet mereka terasa seperti dongeng, penuh janji manis dan impian masa depan. Ia bahkan berani mengutarakan niatnya pada orang tua Shari untuk serius. Sebuah keberanian yang kelak ia sesali.
Namun, dongeng itu berakhir pahit saat Nanda memergoki Shari berpelukan mesra dengan kakak tingkat mereka, Doni, di belakang gedung olahraga. Dunianya runtuh. Hatinya hancur berkeping-keping. Shari bahkan tidak merasa bersalah, hanya bilang, "Kamu terlal...