Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Waktu
1
Suka
845
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

DEG!

Jantungnya berdegup kencang saat dirinya melihat seseorang yang kini tengah berjalan ke arahnya. 

Melihat sosok itu, membuat pikirannya kembali ditarik pada sebuah kejadian beberapa tahun yang lalu. 

Rasa khawatir, marah, sakit, dan benci bercampur menjadi satu. Sangat sulit untuknya melupakan kejadian itu, dan kemunculan orang itu membuat dia kembali mengingat hal yang sangat ingin dia lupakan dalam hidupnya. 

"Tenang, Qila! Penampilan lo beda, orang itu ga akan kenal lo! Lo bukan Qila yang dulu!" batin Qila, meyakini dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja. Dapat dia pastikan jika orang itu benar-benar tidak mengenalinya. 

Debaran jantungnya perlahan membaik saat orang itu hanya lewat begitu saja di depannya.

"Lo kenapa?" tanya Anes sambil menepuk pelan pundak Qila. Dia adalah teman baru sekaligus teman sebangku Qila di SMA Angkasa—sekolah barunya. 

Qila langsung tersadar begitu Anes menepuk pundaknya. 

"Gak papa, kok!" Qila berusaha membuat dirinya terlihat biasa saja, seolah-olah hal yang baru saja dia alami sama sekali tidak mengganggunya. 

"Lo suka sama dia?" tanya Anes dengan tatapan curgia. 

Qila langsung mengerutkan keningnya begitu dia mendapatkan pertanyaan seperti itu.

"Gimana? Pada ganteng, kan?" Anes menaikkan sebelah alisnya untuk menggoda Qila. 

"H-hah! Siapa?" tanya Qila. Dia sama sekali tidak paham dengan maksud Anes. 

"Azka sama temen-temennya,"

"Yang barusan lewat?" tanya Qila memastikan. 

"Hmm," gumam Anes sambil menganggukkan kepala. "Yang jalan paling depan dan yang barusan bikin lo sampai gak berkedip itu namanya Azkara Bagaskara, biasa dipanggil Azka."

"OKE, AZKA! GUE KEMBALI DALAM VERSI YANG BERBEDA!" batin Qila sambil menarik salah satu sudut bibirnya. Hanya dia yang paham maksud dari senyuman itu. 

"Dia ketua geng di sekolah ini." Anes terus mengatakan tentang mereka seperti sedang mempromosikan. 

"Di sekolah ini ada geng kaya gitu?" Qila meminum kembali jus alpukat yang baru saja dia beli dari kantin. 

"Lebih tepatnya bukan geng, sih. Bisa dibilang sebuah kelompok gitu."

"Ohh!"

"Oh, doang?" Anes tidak menyangka jika Qila akan memberikan respon datar seperti itu. 

Qila hanya menganggukkan kepalanya dengan ragu karena Anes menatapnya dengan tatapan aneh, seolah dia sudah melakukan sebuah kesalahan. 

"Mereka juga paling ditakutin di sekolah ini. Sampai gak ada yang mau berurusan sama mereka."

"Pantes!" lirih Qila tidak sengaja.

"Lo bilang apa?"

Qila langsung menggeleng dengan cepat. 

"Dan lo ..., " ucap Anes yang tiba-tiba berhenti menghadang Qila sambil mengangkat jari telunjuknya, tepat di depan wajah Qila. "... jangan sampai bikin masalah sama mereka." Anes memberikan peringatan lebih dulu supaya Qila bisa lebih berhati-hati dengan anak-anak itu. 

***

"Lo pulang sama siapa?" tanya Anes sambil menggandeng tangan Qila. 

Belum saja satu hari mereka saling mengenal, tapi keduanya tampak begitu akrab, dan terihat seperti sudah berteman sejak lama.

"Sendiri," jawab Qila sambil menunjukkan kunci motor yang baru saja dia keluarkan dari saku seragamnya. 

"Eh, itu supir gue udah jemput. Gue duluan, ya?"

Tampak sebuah mobil berwarna hitam sudah terparkir di depan gerbang sekolah. Mobil itu adalah mobil yang Anes maksud. 

"Oke, hati-hati!"

"Lo juga!" sahut Anes sebelum dia benar-benar pergi dari hadapan Qila. 

Qila membalas ucapan itu hanya dengan sebuah anggukkan saja. 

Qila langsung berjalan ke parkiran setelah memastikan jika Anes sudah pergi meninggalkan sekolah bersama supir yang menjemputnya.

Merasa ada yang aneh, Qila yang semula sudah menghidupkan motor besarnya, kembali turun untuk mengecek motornya. 

"Kenapa ban motor gue tiba-tiba kaya gini?"

Dia terkejut saat melihat kedua ban motornya tiba-tiba kempes. Padahal saat tadi pagi, semuanya baik-baik saja.

Aneh juga jika kedua ban motornya tiba-tiba kempes dalam waktu yang sama. 

"Oh, jadi motor ini punya lo?" tanya seseorang bersama dengan beberapa orang lainnya.

Qila langsung menoleh ke belakang, lebih tepatnya ke sumber suara yang baru saja dia dengar. 

"Ternyata ulah kalian," batin Qila sambil memutar kedua bola matanya dengan malas. 

"Tunggu! Lo murid baru itu, kan?" tanya salah satu dari mereka. 

Tidak ada niatan bagi Qila untuk menjawab pertanyaan itu. 

"Gue udah janji sama diri gue sendiri buat berubah," batinnya. 

Dia langsung mengepalkan kedua tangannya dengan geram. Ingin sekali dia menghajar orang-orang yang saat ini berada tepat di hadapannya. 

Namun, dia langsung teringat dengan tujuan awalnya sampai dia harus berpindah ke sekolah barunya ini. 

Dia tidak mungkin membuat kehebohan di hari pertama menginjakkan kaki di SMA Angkasa. Dengan perlahan, dia mulai melonggarkan kembali kepalan tangannya. 

"Kenapa kalian ngempesin ban motor gue?" tanya Qila yang kembali bersikap tenang.

"Lo tau wilayah ini punya kita?" tanya salah satu dari mereka sambil memasang wajah songong. 

Qila tidak peduli dengan sikap songong orang itu. Matanya langung beralih pada sebuah name tag yang bertuliskan sebuah nama—Dion. 

"Ga tau lah, Bego! Dia kan murid baru." Salah satu dari mereka menggeplak kepala Dion dengan cukup keras. 

Dion langsung nggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil menyengir kuda.

Sekarang dia tidak akan berdiam diri sambil menundukkan kepala saat dirinya berada di situasi seperti ini.

Dirinya yang dulu sudah cukup membuatnya menderita. Jangan sampai penderitaan itu terulang kembali dalam hidupnya. Waktu terus berjalan dan memberikan kesempatan untuknya merubah diri dari sosok yang dulu.

"Setau gue, setiap parkiran yang ada di sekolah adalah fasilitas sekolah, dan boleh digunain sama semua murid-muridnya tanpa terkecuali. Bukan punya perorangan atupun kelompok tertentu!" jelas Qila dengan tegas dan berani. 

Tidak ada rasa takut sedikit pun dalam hatinya menghadapi lima orang laki-laki yang sedang berdiri mengitari.

Prok! Prok! Prok!

Suara tepuk tangan terdengar bersahutan.

"Pinter banget, ya!" Dion menarik salah satu sudut bibirnya, seperti tersenyum meremehkan. 

"Kenapa?" tanya seseorang yang baru saja muncul dari arah belakang Qila. 

"Ternyata yang parkir seenaknya di tempat kita adalah cewe ini," ucap Dion sambil menunjuk Qila menggunakan gerakkan mata.

Orang yang baru saja muncul dan diketahui bernama Azka itu langsung melirik ke arah Qila, kemudian membuang kembali pandangannya ke sembarang arah. 

"Balik!" perintah Azka kepada mereka. 

"Heh! Mau pada ke mana? Benerin dulu ban motor gue!" bentak Qila, berhasil membuat mereka berbalik kembali menatapnya. 

"Itu akibat dari ulah lo sendiri!" ucap Dion tidak peduli. 

"Apa? Lo bilang salah gue?" tanya Qila dengan penuh penekanan.

"Salah gue karena udah parkir di sini, gitu?" sambungnya kembali. 

Mereka dibuat terdiam oleh tingkah Qila. Baru kali ini ada yang berani menentang mereka secara terang-terangan.

"Yang salah itu kalian, bukan gue! Seenaknya nge-hak milik sesuatu yang jelas-jelas bukan punya kalian." Qila tetap mempertahankan apa yang menurutnya benar. 

Azka yang sejak tadi hanya mengamati interaksi Qila dengan teman-temannya, kini mulai melangkahkan kaki mendekat ke arah Qila. Sementara Qila tetap setia di tempatnya. Dia tidak akan mundur satu langkah pun selama dirinya benar. 

"Denger gue baik-baik!" Azka mendekatkan wajahnya ke arah Qila. "Lo harusnya bersyukur, motor lo masih utuh!

"Ternyata lo gak pernah berubah, ya. Dari dulu masih suka nindas orang!" ucap Qila dengan suara pelan tapi penuh penegasan.

Azka diam sejenak. Dia mencoba mencerna kalimat yang baru saja dia dengar.

"Kenapa diem? Inget sikap lo di masa lalu, yang gak ada bedanya sama sikap lo yang sekarang?" tanya Qila dengan nada bicara penuh sindiran.

"Diem, lo! Jangan sok tau tentang hidup gue. Gue aja baru liat lo!" balas Azka sambil menatap Qila dengan sorot matanya yang tajam.

Qila langsung menarik salah satu sudut bibirnya. "Baru liat gue? Lo lupa dengan kejadian waktu itu?"

"Kejadian apa? Jangan asal bicara!" Azka mulai geram. Dia tidak paham sama sekali maksud pembicaraan Qila.

"Suatu saat nanti, lo akan paham–maksud dari ucapan gue. Tunggu aja waktunya!"

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Waktu
Epre
Cerpen
Bronze
Memecat Bos
Ravistara
Cerpen
Cerita Toko Kopi Padma
Ananda Putri Damayanti
Cerpen
Bronze
Jalan Terjal Tiga Puluh
Karlia Za
Cerpen
The Lost's Neighborhood Serenity
Hafizah
Cerpen
Seorang Asing
Billy Yapananda Samudra
Cerpen
Mekarnya Mahkota Anggrek Larat
Angelica Eleyda Hitjahubessy
Cerpen
Abaikan Dengan Buku
Yooni SRi
Cerpen
Bronze
NURAGA
SIONE
Cerpen
Titik Jenuh
Rifa Asyifa
Cerpen
Esensi Asasi Afeksi
Rairaa
Cerpen
Empat Babak Menuju Kenyamanan
lidhamaul
Cerpen
Bronze
Kakek dan Bisma
Anggrek Handayani
Cerpen
Bronze
Tukang Tipu
Shinta Larasati
Cerpen
DIVISI
Terry Tiovaldo
Rekomendasi
Cerpen
Waktu
Epre