Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Adam terbangun mendadak setelah mengalami mimpi yang mengejutkan. Sebuah mimpi yang tidak pernah ia alami sebelumnya. Bahkan, mungkin mimpinya yang paling aneh di antara yang lain. Banyak orang bilang mimpi hanya kembang tidur. Hal yang tidak perlu dipikirkan. Namun, entah mengapa Adam menganggap mimpi itu sebagai sebuah pesan. Dengan memasang wajah serius, Adam menyobek secarik kertas. Dia menulis satu variabel dalam mimpinya. Sebelah pojok kiri margin kertas, dia menuliskan sebuah kata, ‘waktu’. Ya, dia hanya menuliskan satu kata itu.
Adam memang meyakini hal-hal yang masuk akal. Dia selalu terobsesi dengan science. Buat Adam, science adalah pedoman hidupnya dalam memfilter dan menguji sebuah kebenaran. Kebenaran empiris adalah keharusan buat Adam. Adam tidak meyakini realitas-realitas yang lain, sebuah dimensi yang lain, atau kehidupan yang lain. Sebuah misteri yang masih diobrak-abrik oleh science untuk diketahui kebenarannya. Menurutnya, manusialah yang menentukan dan menciptakan kehidupan, kebahagiaan, bahkan kematian itu sendiri. Kehidupan baginya terjadi karena kekuatan fisik dan insting menyesuaikan dengan lingkungan. Kematian adalah rusak dan hancurnya sel-sel dalam tubuh manusia. Sedangkan kebahagiaan hanyalah gagasan abstrak dan hasil reaksi kimia dalam tubuh.
Namun entah mengapa, setelah mengalami mimpi itu, Adam menjadi aneh. Dia merasa sedih, takut, kecewa, namun di saat yang sama dia juga bingung. Tetapi untungnya, kebingungan itu dengan cepat mereda setelah Dimas menelpon. Dimas mengajak Adam untuk keluar makan siang bersama. Tanpa pikir panjang, Adam mengiyakan ajakan temannya itu.
***
Di sebuah restoran yang sangat mewah. Terlihat Dimas sedang duduk dengan elegan. Tak lama kemudian, Adam pun datang dan duduk bersama Dimas. Dimas memandangi Adam dengan tatapan yang aneh dan mengancam. Adam merasa sedikit takut karena tidak biasanya sahabatnya bermuka serius seperti itu. Namun, pikiran-pikiran negatif Adam perlahan sirna setelah Dimas memulai pembicaraan.
“Adam, wajah kamu terlihat ketakutan begitu. Ada apa?” tanyanya dengan sinis.
“Ah, nggak kok. Tadi aku hanya mimpi buruk,” jawabnya tak berdaya.
“Mimpi apa? Kok sampai ketakutan begitu?”
“Sesuatu yang sulit untuk dijelaskan. Kamu gak bakal ngerti!” jawabnya dengan nada pesimis.
“Aneh ya. Bisa-bisanya kamu percaya mimpi. Padahal jelas-jelas itu cuma mimpi. Orang serasional kamu gak akan percaya yang aneh-aneh, kan?” sindir Dimas.
“Entah kenapa mimpi itu terasa nyata buatku. Aku gak tau kenapa aku harus takut begini.”
“Ya udahlah Dam. Nggak perlu terlalu dipikirkan. Lebih baik kita makan dulu,” sahutnya menenangkan.
Percakapan yang hambar dan tidak terlalu penting itu berakhir dengan makan bersama. Selama makan, mereka sudah tidak pernah membahas lagi tentang mimpi itu. Mereka seperti tidak mau ambil pusing untuk membahas hal yang tidak penting. Dimas yang mengontrol suasana. Adam setidaknya bisa lebih tenang dan menjadi diri sendiri.
***
Malam yang sunyi hadir menyelimuti pikiran-pikiran Adam. Suara kicauan burung gagak begitu melengking hingga merusak telinga. Suasana malam itu menstimulus pikiran Adam untuk mempertanyakan setiap keanehan yang ada . Adam memikirkan tentang respons Dimas yang sangat hambar. Padahal Dimas selalu antusias tentang masalah Adam. 'Ada apa dengan Dimas?' setidaknya pertanyaan itulah yang muncul di benak Adam. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Adam seolah-olah terhipnotis oleh keheningan malam. Membuatnya tertidur dengan cepat, lelap.
Jam di dinding masih berdetik. Adam telah terlelap selama 10 jam. Namun, wajah Adam yang tertidur tak berdaya itu tiba-tiba berubah dengan tatapan mengerikan. Matanya melotot, seperti habis mengalami mimpi buruk. Namun, apakah benar Adam mengalami mimpi buruk untuk kedua kalinya? Sepertinya iya. Adam terbangun dan mencari secarik kertas yang dia coret saat mengalami mimpi buruk pertama. Kemudian, dia menuliskan kata ‘alien’ di bagian bawah tulisan ‘waktu’. Adam seolah menemukan hubungan antara mimpi pertama dan kedua. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah ‘apa’? Apa hubungannya?
Mimpi itu sudah merusak suasana. Adam sudah tidak bisa tidur lagi. Adam akhirnya memutuskan keluar rumah untuk mencari udara segar. Adam berjalan-jalan di luar sambil mengenakan jaket hitam. Selama berjalan-jalan, Adam merasa seperti ada yang mengikutinya dari belakang. Adam menjadi semakin yakin ada sesuatu yang mengikutinya. Namun, Adam tidak tau apa itu.
Di tengah kebingungan, tiba-tiba Adam bertemu Dimas. Dimas kebingungan kenapa Adam berjalan malam-malam. Dimas pun akhirnya mengajak Adam ke sebuah acara meriah. Dimas mengatakan ada acara pasar malam di Jalan Kenanga. Mereka pun akhirnya datang ke sana bersama-sama.
Saat di pasar malam, mereka berdua tidak ikut bersuka ria dan bermain di wahana yang mengundang rasa suka. Anehnya, Dimas hanya mengajak duduk berdua di sebuah kursi panjang. Dari jauh mereka melihat pemandangan yang sangat indah, melihat semua orang bersuka ria, seperti penduduk yang bahagia. Wajah mereka merah merona, senyumnya memancarkan aura kedamaian, secara spontan membuat Adam melupakan kesedihan, ketakutan, dan kebingungan yang dialaminya. Di saat Adam mulai terpesona, Dimas pun memulai pembicaraan.
“Alangkah indahnya bisa bersuka ria dengan mereka,” Dimas memulai.
“Ah iya, indah sekali. Kenapa kau nggak ngajak aku ke sana?” sahut Adam.
“Tidak semua orang bisa masuk ke sana,” jawabnya dengan nada datar.
“Kenapa?”
“Sekarang sudah terlambat. Tiket buat masuk ke pasar malam sudah habis. Yah, kita hanya bisa menikmati saja dari sini. Lagi pula, apa yang kamu harapkan dari tempat seperti ini? Lihat saja orang-orang itu! Mereka menemukan kebahagiaannya di sini. Sedangkan kamu sebagai orang yang pandai dan mampu memahami cara kerja otak, harusnya bisa menciptakan kebahagiaanmu sendiri,” Dimas dengan nada menyindir.
“Ya, aku lebih istimewa dari mereka. Harusnya aku tidak butuh tempat murahan seperti ini hanya untuk bahagia,” jawabnya sedikit sombong.
“Kenapa? Kenapa kamu harus membohongi dirimu sendiri?”
“Maksudnya? Aku gak ngerti kamu ngomong apa,” tanya Adam kebingungan.
“Bukankah tadi kau terpesona dengan keindahan di depan matamu? Kenapa kau harus menyangkal itu? Bukankah kau merasa iri dengan orang-orang bodoh itu. Yang membutuhkan tempat untuk bahagia?” jawabnya memojokkan.
“Aku tidak sebodoh mereka. Aku tiba-tiba merasa spesial. Bisa menghindari kebahagiaan semu yang dirasakan orang-orang itu. Dengan semua yang aku pelajari, aku bisa mengatur diriku sendiri dan menciptakan kebahagiaanku sendiri,” ujarnya sedikit kesal.
“Terkadang, kelemahan dan kebodohan memberi kita kekuatan, seperti bayi yang baru lahir dalam keadaan lemah dan rentan. Namun, justru itulah yang memberinya kehidupan. Ketika bayi itu mati, dia akan menguat dan keras. Begitu juga dengan tanaman yang subur pasti bertekstur lembek. Jika tanaman itu mengeras dan kering, maka ia akan mati,” jawabnya bijak.
“Jadi apa inti dari semua omong kosong ini?” tanyanya dengan sedikit kesal.
“Adam, kamu tidak akan mengerti,” Dimas mengakhiri.
Adam merasa Dimas sudah semakin tidak masuk akal. Adam pun meninggalkan Dimas dari tempat itu. Sambil berjalan, Adam memikirkan apa yang dibicarakan Dimas tadi? Kenapa semuanya menjadi terasa aneh. Dari kejauhan, Adam berhenti sejenak dan melihat Dimas dari jauh. Dimas diajak beberapa anak kecil untuk masuk ke pasar malam itu. Mereka pun akhirnya masuk ke pasar malam itu dengan bahagia.
***
Tak terasa pagi telah tiba. Matahari sudah bangun dari tidurnya. Burung-burung pagi berkicau dengan mesra. Seolah-olah ingin membangunkan tuannya. Namun, Adam masih tertidur lelap. Setelah 5 menit, Adam masih tertidur. Jarum jam terus berdetik hingga tak terasa Adam terlambat bangun selama 20 menit. Namun, tiba-tiba hal mengejutkan terjadi. Lagi? Ah iya, sepertinya terjadi lagi. Adam dengan terkejut membuka matanya. Badannya penuh dengan peluh, wajahnya datar, dan nafasnya sangat berat. Adam dengan sigap mencari secarik kertas kemarin. Mungkin lebih mudah disebut kertas mimpi. Adam kembali menuliskan satu kata baru, yaitu ‘plasma’. Kertas mimpinya sekarang terpenuhi dengan kata-kata asing. Seolah-olah waktu, alien, dan plasma berkaitan satu sama lain.
Adam pun keluar rumah, berjalan dengan kaki telanjang. Entah ke mana, dia seolah tak punya arah dan tujuan. Wajahnya sedih, tak berdaya, bajunya kusut, seperti orang hilang. Adam terus berjalan tanpa henti. Setelah 1 km lebih, dia belum berhenti. Hingga akhirnya Adam berhenti tiba-tiba. Bukan keinginan dia untuk berhenti. Tetapi truk besar berwarna kuning itulah yang memaksa Adam berhenti berjalan. Tak lama kemudian, Adam tertidur di tengah jalan dengan darah bercucuran di sekujur tubuhnya.
***
Adam terbangun dari semua mimpi buruknya di tengah keramaian orang-orang yang menyayanginya. Orang tua Adam, Dimas, dan kakak Adam terkejut sekaligus menangis bahagia. Tak lama, seorang dokter memeriksa kondisi Adam. Dokter itu mengatakan kondisi Adam sudah membaik, namun tidak ada jaminan Adam bisa bertahan lama. Semuanya dikembalikan kepada Tuhan. Tetapi setidaknya, melihat Adam mulai membuka matanya membuat orang-orang yang menyayanginya bisa memiliki harapan.
Adam telah mengalami kecelakaan yang sangat parah. Kecelakaan itu merusak sel-sel tubuh Adam. Membuatnya mengalami koma selama seminggu. Selama seminggu itulah Adam selalu bermimpi buruk. Mulai dari melihat waktu yang berhenti berputar, ditemui makhluk bersayap yang dia sebut ‘alien’, hingga berada di sebuah plasma berwarna merah yang menyala-nyala. Mimpi buruk itu terjadi dua hari berturut-turut setelah kecelakaan.
Di hari keempat, Dimas menemui Adam. Berbisik di telinga sahabatnya. Meruahkan sebuah tangisan penyesalan terhadap sahabatnya yang tidak pernah mengenal Tuhan. Dimas khawatir tentang apa yang terjadi jika Adam harus bertemu penciptanya dengan keadaan seperti ini. Meskipun menjadi sebuah misteri tentang dunia setelah mati—sejauh ini belum ada ilmuwan yang bisa menjangkau realitas itu. Setidaknya keyakinan Dimas bisa menjadi pedoman untuk dirinya dalam hidup sebagaimana keyakinan Adam yang menolak Tuhan demi mempertahankan pengetahuannya.
Di saat keluarga Adam dan sahabatnya mulai memiliki harapan, Adam mulai berteriak. Matanya terbelalak seperti orang ketakutan. Adam melihat sesuatu yang menghampirinya, sesuatu yang mengerikan, persis seperti ‘alien’ yang muncul di mimpi buruknya. Namun, di saat makhluk itu mendekat, pikiran Adam berputar-putar kebingungan. Apakah makhluk itu benar-benar ‘alien’ seperti yang Adam pikir selama ini? Namun, bagaimana mungkin ‘alien’ memiliki sayap dengan wajah menyeramkan seperti itu? Makhluk itu sungguh berbeda. Tidak seperti penggambaran alien dalam sebuah literatur fiksi. Entahlah, apa pun itu, makhluk itu telah mendekat. Membawa jiwa Adam bangun dari raganya. Menuju sebuah realitas baru yang tidak pernah ada di referensi science-nya. Sebuah tempat dengan ribuan gumpalan plasma merah menyambar seperti di mimpi buruknya.