Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Dia membuatku tertarik.
Pada cahaya wajahnya dan pada binaran matanya.
Dia membuatku penasaran.
Pada tatapan matanya yang menyiratkan sesuatu dan pada tingkah lakunya yang aneh.
Dia membuatku kesal.
Pada kepasrahan dan keyakinannya pada takdir mengenai kami.
Aku menunggu...
Menunggu apakah kau dan aku akan benar-benar menjadi kita?
~~~
One – Tingkah Aneh
“Lo udah bikin masalah apa sama pak Ryan?” Tanya Letta setelah menggeser kursinya lebih mendekat pada Adelia. Mereka sedang berada dalam ruang kelas kuliah saat ini, dan sang dosen, Ryan Davis juga masih duduk tenang di mejanya sambil menunggu satu atau dua orang yang bisa menyelesaikan soal yang dia berikan.
Adelia yang sedang fokus mencari jawaban dari soal perhitungan harga pokok penjualan yang dipaparkan melalui powerpoint oleh dosennya itu, seketika mengerutkan keningnya sambil menoleh pada Letta. “Gak ada.” Ujar Adelia lalu kembali pada coretan di kertasnya. Dia sudah mendapatkan harga pokok produksinya, sisa menambahkan biaya lainnya.
“Tapi kenapa dia ngeliatinnya sampe segitunya, sih?” Bisik Letta yang masih betah mengganggu Adelia.
Adelia berdecak pada Letta yang merasa terganggu.
“Ih.. gue serius. Liat aja sendiri.” Kata Letta gemas.
Adelia menurut dan mengarahkan pandangannya pada sang dosen yang tiba-tiba menggerakkan pandangannya ke sekeliling kelas dengan cepat.
Letta yang melihat itu terkekeh. “Bener dugaan gue. Doi salting tuh ketahuan perhatiin lo..”
Adelia mengerutkan keningnya setelah mendengar perkataan Letta. Memang dosennya itu kelihatan seperti salah tingkah. Terbukti dari telinganya yang memerah dan berusaha memperbaiki duduknya dengan tidak tenang.
“Perasaan lo aja kali..” Ucap Adelia sambil mengabaikan itu semua. Mana mungkin dia yang hanya mahasiswi biasa bisa menarik perhatian sang dosen Akuntansinya itu.
“Ck,” Kini giliran Letta yang berdecak. “Oke mau taruhan?”
Adelia menatap Letta dengan bingung. “Gak usah aneh-aneh.” Ujarnya kemudian.
“Gue cuma mau buktiin kalau mata gue gak salah.” Letta menyeringai.
“Terserah..” Kata Adelia memutar bola matanya. Dia ingin fokus saja dengan buku catatannya saat ini, memindahkan coretan perhitungan itu dengan rapi.
“Pak!” Letta tiba-tiba mengangkat tangannya.
“Iya? Kamu udah selesaikan soalnya?” Tanya Ryan dengan tatapan datar.
“Eh bukan saya, pak.” Kata Letta gugup. Dia kan daritadi mengganggu Adelia, bukannya berusaha mencari jawaban dari soal itu. “Tapi Adelia udah selesai, pak.”
Adelia yang mendengar itu menatap Letta dengan kesal. Dia memang sudah menyelesaikan soal itu, tapi sama sekali tidak berniat untuk bilang, apalagi sampai disuruh menjelaskan ke depan sana.
“Oh ya?” Ryan beralih menatap Adelia. “Silahkan maju dan tulis jawabannya di depan, Adelia. Supaya teman-teman kamu bisa liat.” Katanya dengan suara lembut, membuat semua mahasiswa menatap dosennya itu dengan aneh.
Letta semakin menyeringai saja mendengar itu. Ditambah lagi dengan tatapan kesal Adelia yang ditujukan padanya.
“Silahkan.!” Kata Ryan sambil menyerahkan spidol pada Adelia.
Adelia mengangguk dan tersenyum kecil tanpa menatap Ryan. Tangannya yang kecil menerima spidol itu dan mulai menuliskan jawaban di whiteboard.
“Pak..” Panggil Adelia pada Ryan yang masih terpaku menatapnya. Adelia sudah mengerjakan perintah Ryan, namun ketika ingin mengembalikan spidol dan meminta pendapatnya pada pekerjaannya itu, Ryan terdiam sambil menyandarkan pinggulnya ke meja dosen dengan pandangan lurus padanya.
Ryan tersadar saat mendengar suara Adelia. “Udah?”
Adelia mengangguk saja dan kembali ke kursinya. Dia merasa aneh dengan tingkah laku sang dose...