Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Malam itu. Seusai makan malam bersama, Aira beserta keluarga kecilnya santai-santai di ruang keluarga. Ruangan yang biasa di pakai untuk menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta.
Aira dan Daniel, sang suami duduk mesra berdempetan di sofa panjang. Sembari mengamati kedua putra mereka bermain.
Wanita berambut panjang sebahu itu di karuniai dua orang anak. Si sulung bernama Arsya. Dan si bungsu bernama Lingga.
Usia Arsya sepuluh tahun. Sedangkan, Lingga genap berusia dua tahun.
Di umur-umur segitu Lingga lagi aktif-aktifnya. Tidak bisa diam. Maunya bergerak terus. Seakan tidak merasakan capek. Aira harus senantiasa mengawasinya. Pokoknya jangan sampai meleng, walau sebentar. Karena Lingga jalannya tergolong cukup cepat. Hiperaktif lah.
Aira menatap sang suami. "Mas, kamu ke Kalimantan besok, kan ?"
"Iya, Sayang," jawab Daniel dengan suara lembut.
"Gimana kalau sekarang kita foto-foto," usul Aira.
"Harus, ya ? Lagian kita udah sering foto-foto, Yang."
"Ya gapapa. Sekalian aku mau pamer style terbaru rambutku ke temen-temen."
Tadi siang Aira habis ke salon. Menata rambut sekaligus perawatan yang lainnya. Wanita itu senang dan suka sekali mempercantik diri. Tentunya untuk menyenangkan hati dan mata suaminya.
"Hhmm. Oke. Kita foto." Daniel akhirnya mengiyakan permintaan istrinya. Toh, cuma berfoto saja. Bukan suatu keanehan.
"Yeah." Aira amat girang.
"Arsya ! Sini, Nak kita foto bareng," ajak Aira kepada si anak yang tengah asyik main holahop.
"Males, ah, Ma," tolak Arsya singkat. Ia tidak jua menghentikan permainannya.
"Sebentar aja, kok. Habis itu kamu lanjut main lagi. Mau, ya ?" Aira berusaha membujuk sang putra.
"Gak mau, Ma." Arsya bersikukuh menolak.
Arsya memang paling susah di ajak berfoto. Berbeda jauh dengan Aira, yang eksis abis di kamera maupun media sosial. Ternyata sifat Aira yang satu ini tidak menurun ke Arsya.
"Ayolah, Nak. Janji, deh gak akan lama."
Arsya tak mengindahkan omongan sang mama.
"Udahlah sayang jangan paksa dia. Nanti kalau dia kesal sama kamu, kamu juga yang repot." Daniel menasihati istrinya.
"Ya udah kalau gitu kita foto bertiga aja sama Lingga," ucap Aira, pantang menyerah mengajak salah satu anaknya untuk foto bersama.
Aira bangun dari duduknya. Ia mendekat ke arah Lingga yang lagi merangkak ke sana ke mari seraya memaju mundurkan bus Tayo kesayangannya. Untuk kemudian menggendongnya.
Lingga tidak akan rewel bila Tayo nya tetap ikut membersamainya.
Kini, mereka bertiga sudah duduk rapi di atas sofa.
"Kamu yakin mau foto bertiga ?" tanya Daniel, agak ragu.
"Iya," balas Aira sambil merapikan rambutnya.
"Sayang, kata orang pamali, gak boleh foto bertiga. Nanti ada yang ikut nimbrung. Mitosnya gitu," terang Daniel. Masih mempercayai omongan orang zaman dulu.
"Ya ampun, Sayang. Kamu masih percaya aja mitos kayak gitu. Sekarang zaman udah berubah. Makin maju. Makin canggih. Udah, deh buang jauh-jauh kepercayaan kamu terhadap mitos-mitos itu," papar Aira. Ia dan suaminya tidak sepemikiran.
"Kolot kamu, Yang," imbuhnya, di iringi senyum meledek.
"Aku cuma takut aja pas kita foto, eh tau-tau ada yang ikutan juga." Daniel sedikit cemas.
"Udah, deh gak usah mikir macem-macem. Di foto hanya ada kita bertiga aja. Gak akan ada yang ikut nimbrung." Aira nampak yakin seribu persen dengan ucapannya sendiri.
"Buruan. Kita foto pake ponsel kamu aja," titah Aira. Tidak suka menunggu lama.
Daniel hanya bisa mengembuskan napas pasrah. Ia kalah bicara dengan Aira. Wanita itu tidak akan menyerah sebelum keinginannya terpenuhi.
Daniel meraih ponselnya yang di taruhnya di atas meja ruang keluarga. Lantas menekan ikon kamera. Mereka pun siap berfoto ria.
"Satu.. dua.. tiga.. Katakan keju," seru Daniel, bergembira.
"Cheese," ucap Aira dan Daniel bersamaan.
Si kecil Lingga ikut tersenyum lebar di depan kamera ponsel.
Mereka bertiga berpose sesuka hati. Rona kebahagiaan terpancar nyata di wajah ketiganya. Sayang sekali Arsya tidak ikut serta. Pasti jauh lebih seru kalau berempat.
Daniel jepret-jepret kamera sebanyak tujuh kali. Setelah itu selesai. Hasil fotonya pasti sangat bagus. Soalnya Daniel menggunakan ponsel super mehong.
"Nanti kamu kirimin ya foto-foto itu ke aku. Lewat WA aja," pinta Aira.
"Oke."
Waktunya untuk tidur. Meski, sebetulnya Arsya masih ingin bermain holahop. Aira terkenal ibu disiplin. Jadi, jam delapan malam sudah harus tidur.
*****
Pada pukul 13.00 WIB, Aira dan dua putranya ikut mengantar Daniel ke bandara Halim.
Bawaan Daniel lumayan banyak. Satu koper dan satu ransel. Kepergiannya ke Kalimantan untuk urusan pekerjaan.
Pesawat yang akan Daniel tumpangi sudah menunggu di lapangan terbang.
"Kabari aku kalau udah sampai sana," pesan Aira.
"Pasti."
"Hati-hati. Jangan sampai telat makan," pesannya, lagi.
"Siap, Bu bos ! Aku pergi, ya," kata Daniel.
"Papa jangan lama-lama di sana," tutur Arsya dengan rona sendu.
"Iya anakku sayang."
Enam bulan bukanlah waktu yang sebentar. Aira dan anak-anaknya harus mulai terbiasa tanpa kehadiran Daniel.
Daniel lalu mendekap anak dan istrinya sebagai tanda perpisahan. Untuk sementara waktu mereka harus LDR.
Singkat cerita, setelah pesawat tersebut lepas landas, Aira dan anak-anaknya pulang ke rumah.
*****
Malamnya, ba'da Maghrib Daniel baru mengabari istrinya melalui pesan WA.
Ada banyak sekali projek yang harus Daniel dan timnya kerjakan. Jadi, nelpon atau kirim chat pas lagi sempat saja.
*****
Esok paginya. Aira bangun pagi dan melakukan aktifitas harian seperti biasanya. Apalagi ia tidak mempekerjakan ART. Bisa di bayangkan betapa riwehnya.
Lagipula Aira belum mau pakai asisten rumah tangga.
"Arsya, buruan pake sepatunya. Takut terlambat ini," perintah Aira seraya merapikan pakaian si kecil Lingga.
Setiap hari Aira mengantar jemput Arsya. Untung ia bisa mengemudikan mobil. Daniel sangat berbaik hati membelikannya mobil. Sungguh suami yang royal.
"Finish, Mom," kata Arsya.
Mereka bertiga lekas masuk ke mobil. Aira mulai menjalankan kendaraan roda empat tersebut.
Setelah mengantar Arsya sekolah, bukan berarti tugas Aira selesai. Justru masih banyak yang harus di rampungkan hari itu juga.
Biasalah pekerjaan rumah tangga. Belum lagi ngasuh dan jagain Lingga yang aktif.
Siang itu Aira menemani Lingga main di ruang keluarga. Jelas saja bocah itu tidak bisa anteng. Jadi, Aira dari pagi sampai sesiang ini sama sekali belum menyentuh ponselnya.
*****
"Mom, I want go to sleep," ucap Arsya, setelah menghabiskan satu piring siomay.
"Ini udah jam lima sore. Nanggung udah mau Maghrib," balas Aira, berniat melarang.
"Tapi, aku ngantuk banget, Mom. Tadi siang, kan ada les. Jadi gak tidur siang, deh," keluh Arsya. Wajahnya nampak layu karena kelelahan dengan aktifitasnya seharian ini.
Aira memang mendaftarkan Arsya beberapa les. Supaya bocah itu memiliki banyak skill khusus.
"Boleh, ya, Ma." Arsya sedikit merengek karena saking mengantuknya.
"Ya udah. Kamu boleh bobo," jawab Aira sambil mengusap pucuk kepala sang anak.
"Thank you, Mom."
Arsya berdiri dan meninggalkan ruang keluarga. Sementara itu, Aira masih sibuk menemani sekaligus menyuapi makan si bungsu.
*****
Waktu terus berputar. Tidak terasa adzan Isya telah di kumandangkan. Arsya masih tertidur amat pulas di kamarnya.
Karena bosan dan merasa kesepian Aira memutuskan menghubungi sang kakak, yakni Mbak Elsa. Untuk sekadar ngobrol dan tanya kabar.
Aira bergegas mengambil ponselnya di kamarnya. Lalu kembali lagi ke ruang keluarga.
"Semoga aja Mbak Elsa lagi gak sibuk," batinnya.
Mbak Elsa dan keluarganya bermukim di Solo.
Video call telah terhubung. Sambil netra Aira tetap memantau setiap gerak-gerik Lingga. Takut tuh bocah bertindak yang membahayakan dirinya.
"Assalamu'alaikum. Hallo, Tante Aira."
"Wa'alaikumsalam. Eh, Kiara. Apa kabar kamu, Sayang ?"
"Baik, Tante."
"Oh, ya mama ada ?"
"Ada. Sebentar aku panggil dulu."
Si kecil Kiara berlari seraya menggenggam ponsel milik sang mama. Kiara dan Lingga umurnya hanya beda dua tahun saja.
Beberapa saat kemudian…
"Tante, mama lagi sholat Isya."
"Oh, gitu. Ya udah tante tungguin. Kiara lagi apa, Nak ?"
"Lagi main boneka barbie. Nih, boneka aku." Kiara menunjukkan tiga buah boneka cantik itu ke hadapan layar ponsel.
"Cantik-cantik, ya bonekanya. Kayak Kiara."
"Makacih." Setelah itu Kiara asyik main sendiri.
Aira sengaja mengubah posisi ketika video call. Jadi, yang terpampang jelas di layar ponsel adalah wajahnya sendiri. Sementara, lawan bicaranya berubah juga posisinya. Kek kotakan kecil di sudut bawah gitu lah.
Namanya perempuan suka sekali memerhatikan penampilan. Apalagi wajah. Sembari menunggu sang kakak selesai salat, Aira mengamati wajahnya. Takut-takut ada jerawat yang numbuh atau hal lainnya. Kemudian beralih membetulkan tatanan rambutnya. Terutama rambut poninya.
Pas lagi asyik rapihin poni, tiba-tiba saja muncul sesosok kepala bocah laki-laki dari arah belakang. Kepala si bocah tepat berada di bahu kiri Aira. Jarak mereka dekat sekali.
Yang terlihat hanya bagian kepala sampai bahu atas saja.
Uniknya, Aira bukannya teriak ketakutan. Namun, dirinya malah terlihat terbingung-bingung.
Bocah itu menatap ke arah layar ponsel yang masih terhubung video call. Wajahnya yang pucat pasih nampak bingung.
Barangkali dia kepo ini benda apaan ?
Terus, kok muka dia bisa muncul di situ. Muehehehe..
Satu menit berlalu. Aira baru sadar jika bocah itu bukanlah manusia, melainkan jin.
"Waduh ! Gimana ini ?" Aira membatin cemas.
Berhubung ada anak, Aira tidak mau membuat kegaduhan. Akhirnya ia cuekin saja bocah hantu itu.
Aira pura-pura tidak melihatnya. Ia alihkan rasa takutnya itu dengan terus merapikan rambutnya. Padahal, sebenarnya degdegan.
Bisa kalian bayangkan, lagi video call-an tau tau ada sosok tak kasat mata yang ikutan nimbrung.
Aira berusaha stay cool. Toh, sepertinya bocah itu tidak mengusilinya.
Karena merasa terganggu Aira menggeser badannya ke kanan. Akan tetapi, setiap kali ia bergeser sosok itu selalu mengikuti gerakannya.
Posisi Aira lagi duduk di sofa panjang.
"Yassalam, nih bocah napa gak pergi-pergi, sih," dongkol Aira dalam hati.
Tak lama berselang, Mbak Elsa dan anaknya muncul di depan layar ponsel. Akhirnya yang di tunggu-tunggu muncul juga.
"Mbak habis sholat Isya. Ada apa, Ra ? Kamu sama anak-anakmu baik-baik aja, kan di sana ?"
"Iya, Mbak. Kami baik-baik aja, kok. Aku lagi pengen ngobrol aja sama mbak."
"Kamu udah sholat Isya ?"
"Nanti aja, Mbak. Heheehe."
"Biasaan kamu nunda-nunda sholat. Oh, ya Daniel udah berangkat ke Kalimantan, ya ?"
"Iya. Kemarin."
"Gak ada suami di rumah kalau perlu apa-apa gimana ?"
"Aku bisa handle semuanya. Wanita itu harus strong dan mandiri, Mbak."
"Itu yang selalu kamu bilang. Tapi, mbak bukan kamu."
"Mama takut !" Kiara tiba-tiba memekik ketakutan di sertai rengekan kecil. Bocah lucu itu lantas beranjak turun dari pangkuan sang mama.
Aira yakin Kiara melihat sosok tersebut.
"Kiara kenapa, Mbak ?" Aira pura-pura tidak tahu.
"Kayaknya dia takut, deh liat anak kecil laki-laki di deket kamu, Ra. Mukanya pucet gitu. Lagi sakit kah ? Anak siapa, sih ?"
Aira terkejut. Ternyata mbaknya melihat sosok itu juga.
"Ah, Mbak El ngomong apa, sih."
"Udah malam gini gak di cariin orang tuanya kah ? Atau emang lagi pada main ke rumahmu ?"
Aira mulai tak nyaman. Mbak Elsa sepertinya lebih tertarik membicarakan sosok anak kecil tersebut.
"Udah dulu, ya, Mbak. Lingga lagi main gak ada yang jagain. Kapan-kapan, deh aku hubungi lagi," ucap Aira di sertai senyum lebar.
"Oh, gitu. Oke, deh."
"Dah, ya, Mbak. Wassalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Klik ! Aira buru-buru menonaktifkan ponselnya. Ia celingukan kanan kiri. Bocah itu tidak ada di sekitaran manapun. Mendadak ia merinding.
Kemudian Aira mengajak si kecil masuk ke kamar. Membiarkan Lingga main di atas kasur saja.
*****
Sembari duduk selonjoran di atas ranjang tidur Aira mengirim pesan via WA kepada sang kakak.
Chat via WA :
Aira : Mbak, kamu beneran liat anak kecil itu ?
Mbak Elsa : Iya. Why ?
Aira : Aku mau jujur. Dia itu bukan anak tetangga dan bukan manusia juga.
Mbak Elsa : Hah ? Maksudnya gimana, sih ?
Aira : Jin anak kecil, Mbak.
Mbak Elsa : Serius kamu ?
Aira : Sumpah, Mbak. Aku gak bohong.
Mbak Elsa : Astaghfirullah. Mbak kira manusia.
Aira : Bukan, Mbak. Heran, deh kok bisa, sih kita bertiga ngeliat penampakan dia ? Kirain aku doang yang ngeliat.
Mbak Elsa : Lagi pengen eksis aja kali. Udah lah gak usah di bahas. Kalau dia datengin kamu lagi gimana ?
Aira : Hih ! Merinding aku, Mbak. Mana lagi gak ada Mas Daniel.
Mbak Elsa : Banyakin dzikir. Kamu, sih udah tahu waktunya salat Isya malah video call.
Aira : Lah, apa hubungannya ?
Mbak Elsa : Ya itu jadi di ganggu kamu. Kalau udah masuk waktu salat ya buruan sholat. Jangan di tunda-tunda. Jadi begini, kan akibatnya. Kamu di tampakin jin.
Aira : Iya, deh. Maaf.
Mbak Elsa : Sekarang kamu salat dulu, gih.
Aira : Nggih, Ndoro.
Mbak Elsa : Aish !
Aira : Hehehehe
Chat mereka berdua berakhir sampai di sini.
Aira bersegera menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Mumpung Lingga sedang anteng-antengnya bersama mainannya.
*****
Pukul 21.00 WIB.
Lingga sudah tertidur pulas di samping mamanya. Entah mengapa malam ini Aira belum jua mengantuk. Lalu ia teringat akan foto-foto beberapa hari yang lalu. Belum sempat ia cek.
Saat itu juga Aira melihat foto-foto tersebut. Awalnya, sih terlihat normal-normal saja.
Akan tetapi, di foto berikutnya. Aira memicingkan matanya. Memastikan tidak ada yang aneh dengan foto kelima dan ketujuh.
Semakin di perhatikan ternyata oh ternyata ada sesuatu ganjil di dalamnya.
"Hah !" Aira terkaget di sertai mulut menganga lebar.
Pada foto itu ada sosok tak kasat mata yang ikut terjepret kamera ponsel. Dan sosok yang di maksud itu adalah anak kecil laki-laki yang nongol tiba-tiba sewaktu Aira video call dengan kakak dan ponakannya.
Betapa syoknya Aira. Detik itu juga ia chat suaminya.
Mereka berdua saling berbalas chat.
Aira : Kamu perhatikan, deh foto kelima dan ketujuh.
Daniel : Kenapa, Yang ? Kamu liat penampakan di foto itu juga ?
Aira : Jadi, kamu dah tau ?
Daniel : Iya. I know.
Aira : Kok, gak ngasih tau aku ?
Daniel : Sengaja. Hehe
Aira : Hhmm
Daniel : Aku bilang juga apa, jangan foto bertiga. Gak ada salahnya percaya mitos.
Aira : Kebetulan, doang.
Daniel : Tapi, takut, kan kamu, Yang.
Aira : Nggak, tuh. Biasa aja.
Aira : Yang ?
Daniel : Apa, Yang ?
Aira : Tadi pas Isya aku video call-an sama Mbak Elsa dan anaknya. Perlu kamu tahu, sosok anak kecil itu ikutan nimbrung juga.
Daniel : Tunggu. Tunggu. Maksudnya dia nampakin wujudnya ?
Aira : Iya. Dia ada persis di sebelah aku. Lagi menatap ke arah layar ponsel.
Daniel : Astaga, Yang. Dia udah mulai ganggu, tuh.
Aira : Nggak, kok. Sosok anak kecil itu diam aja. Gak usil.
Daniel : Bagus, deh. Tapi serem, Yang.
Aira : Penakut, ah kamu. Mbak Elsa sama Kiara liat juga, sih.
Daniel : Hah ?!
Aira : Iya. Bahkan, Mbak Elsa kira dia itu orang.
Daniel : Yang, kamu sama anak-anak baik-baik aja, kan ?
Aira : Iya.
Daniel : Semisal dia ganggu kamu omelin aja. Atau bacain ayat kursi.
Aira : Tau aku, Yang.
Daniel : Ya udah dua foto itu kita hapus aja. Jangan sampe ya kamu viralin di sosmed. I don't like.
Aira : Oke. Oke. Aku manut aja kata kamu.
Daniel : Good. Baik-baik kalian di rumah, ya.
Aira : Ganti telponan aja yuk, Yang. Aku belum bisa tidur soalnya.
Daniel : Oke.
Setelah memperbincangkan banyak hal Aira dan Daniel menyudahi obrolan panjang mereka.
Sepanjang malam hingga terbit matahari alhamdulillah sosok anak kecil itu tidak mengganggu. Aira beserta anak-anaknya melalui malam dengan tidur nyenyak.