Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
15 Mei adalah tanggal kelahiran Alyssa. Yang jatuh pada Sabtu depan. Bertepatan pula dengan tanggal merah. Papa dan mamanya sudah berjanji akan mengadakan ulang tahun sang anak di mall ternama di Jakarta.
Tiap tahun gadis manis yang akan berusia delapan tahun itu selalu merayakan ulang tahunnya. Dia merupakan anak semata wayang kesayangan orang tuanya.
Sore hari. Pukul empat lewat lima belas menit, Alyssa bersiap hendak membagikan kartu undangan ulang tahun kepada teman-teman sepermainannya.
Rencananya Alyssa mau mengundang teman-teman sekelasnya juga. Mengingat pesta ulang tahun Alyssa akan di adakan besar-besaran di mall.
"Sus ke arah sana. Aku ke arah sini, ya," ucap Alyssa membagi tempat yang akan di tuju.
"Oke. Hati-hati, ya, Al naik sepedanya," pesan Suster Diana.
Sore itu, Alyssa menyebar undangan di bantu oleh Suster Diana, sang pengasuh anak. Papa dan Mama Alyssa pukul lima baru sampai rumah. Mana sempat mereka membantu Alyssa.
Alyssa mulai mengayuh sepeda roda duanya ke arah kanan. Setumpuk kartu undangan tersusun rapi di dalam keranjang sepeda mininya.
Gadis kecil itu mendatangi rumah-rumah sebelah kanan. Sedangkan, Suster Diana rumah-rumah sebelah kiri.
Alyssa tipikal anak yang ceria dan bergaul dengan siapa saja. Maka dari itu, dia punya banyak sekali teman.
Satu per satu rumah Alyssa kunjungi. Tibalah dia di rumah ke delapan. Dia berhentikan sepedanya dan mengamati saksama rumah tingkat dua ber-cat hijau tersebut. Warna cat rumah itu kelihatan masih baru dan paling mentereng di antara rumah lainnya.
"Rumah siapa, ya ini ?" batin Alyssa, bertanya-tanya.
Alyssa termangu beberapa detik. Tak lama kemudian, seorang gadis sepantaran dengannya muncul tiba-tiba. Berdiri di depan pagar besi rumah tersebut.
Gadis yang mengenakan dress selutut berwarna hijau itu tersenyum ke arah Alyssa.
Alyssa balas tersenyum, meski wajahnya tampak bingung. Karena belum pernah sekalipun menjumpai wajah anak itu.
Alyssa genggam satu buah kartu undangan, lalu berjalan mendekati pagar rumah tersebut.
"Nama kamu siapa ?" tanya Alyssa, ramah.
"Aku Kanaya," ujar gadis kecil itu. "Kalau kamu ?" tanyanya balik.
"Aku Alyssa."
"Nama kamu bagus."
"Kok, aku baru liat kamu hari ini, ya ?" Alyssa mengungkapkan keheranannya.
"Iya. Kan, mama papaku belum lama ini pindahan rumah ke sini."
"Ooohh."
"Kamu kenapa gak main keluar ?"
"Gak di bolehin main," jawab Kanaya, menunjukkan sorot sedih.
"Kenapa ?"
Kanaya tak lagi menjawab. Dia menunduk bersama kesedihan yang masih hinggap di wajahnya.
Alyssa merasa iba. Ingin mengajak Kanaya main, tetapi sayangnya pagar rumah itu di gembok.
Rumah ber-cat hijau itu juga tampak sepi nan sunyi. Pintu dan jendela tertutup rapat.
"Hhmm. Ya udah mainnya besok aja," ucap Alyssa.
"Oh, ya, aku ada undangan buat kamu. Sabtu depan aku ulang tahun. Datang, ya. Ini." Alyssa menyodorkan kartu undangan itu dari sela-sela pagar.
Kanaya menerima kartu undangan itu dengan hati riang.
"Terima kasih udah ngundang aku. Aku janji akan datang."
"Sama-sama."
Lalu, netra Alyssa tertuju pada dress cantik yang di kenakan oleh Kanaya.
"Gaun kamu bagus. Pake ini aja ke pesta ulang tahunku Sabtu depan."
"Iya."
"Ya udah aku pergi dulu, ya."
"Ke mana ? Kok, ninggalin aku ?" Wajah Kanaya mendadak layu.
"Aku mau bagi-bagiin undangan. Besok aku ke sini lagi, deh. Ngajak kamu main. Jangan sedih, ya." Alyssa menenangkan hati gadis kecil itu.
"Dadah." Alyssa melambaikan tangan, kemudian mengayuh sepedanya lagi. Menuju rumah berikutnya.
Kanaya masih terpaku di dekat pagar rumahnya.
Esok sorenya. Alyssa berjalan sendirian menuju rumah Kanaya. Dia memenuhi janjinya untuk mengajak Kanaya bermain bersama.
Namun, sesampainya di depan rumah hijau itu, Alyssa melihat kondisi rumah sepi sekali. Sama seperti kemarin.
"Kanaya ! Main, yuk !" teriak Alyssa, memanggil nama gadis kecil itu.
Sampai tiga kali Alyssa meneriaki nama itu. Tetapi, tidak ada sahutan sedaritadi. Hanya sunyi yang di rasa.
"Ke mana, ya dia ? Rumahnya kenapa sepi terus, ya ?" Alyssa membatin. Sungguh mengundang tanda tanya besar.
Tak berselang lama, dari kejauhan teman-teman Alyssa berseru memanggilnya. Agar Alyssa menghampiri ke sana.
"Tunggu aku !" pekik Alyssa.
Apa mau di kata tak ada sahutan dari para penghuni rumah itu. Akhirnya Alyssa memilih pergi.
🍁🍁🍁🍁
Hari spesial yang amat di nanti-nantikan Alyssa akhirnya tiba.
Pesta ulang tahun yang meriah. Dekorasi yang cantik, elegan dan berkelas. Di padu dengan hiasan balon-balon lucu.
Mengusung tema 'Negeri Dongeng.' Birthday cake tingkat tiga. Menghadirkan pula dua badut berkostum Mickey Mouse. Balon unicorn raksasa. Alyssa sangat menyukainya. Sesuai dengan harapannya.
"Wow ! Amazing !" Alyssa terpukau bukan main.
Sungguh pesta yang cukup mewah. Tidak sia-sia papa dan mama mempercayakan EO langganan mereka. Hasilnya tak pernah bikin kecewa. Di samping itu, kocek yang di keluarkan tidak sedikit pasti. Bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Demi anak, uang segitu bukan apa-apa.
Teman-teman Alyssa mengenakan busana sesuai dengan tema. Anak perempuan mengenakan gaun, sementara anak laki-laki mengenakan jubah layaknya pangeran.
Alyssa mengenakan balutan gaun berwarna gold. Serta mahkota kecil di kepalanya. Gaun super indah pemberian sang nenek.
Dia bak putri kerajaan.
"Cantiknya anak mama," puji sang mama seraya mengusap lembut pipi anaknya.
Di atas panggung, sepasang netra Alyssa sibuk mencari keberadaan Kanaya. Gadis itu berjanji akan menghadiri pesta ultah Alyssa.
Di cari dan di cari akhirnya ketemu juga sosoknya. Kanaya berdiri seorang diri di barisan paling belakang. Memisahkan diri dari teman-teman Alyssa yang saling berkumpul di depan panggung.
Alyssa tersenyum bahagia ke arah Kanaya berada. Kanaya mengenakan gaun hijau.
Tak mengapa gadis kecil itu berdiri di sana. Yang terpenting dia turut memeriahkan pesta ulang tahun Alyssa.
🍁🍁🍁🍁
Rangkaian demi rangkaian acara terlaksana dengan lancar. Tibalah di puncak acara yaitu tiup lilin.
"Tiup lilinnya. Tiup lilinnya. Tiup lilinnya sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga." Mereka semua begitu semangat mengatakannya.
"Sebelum tiup lilin, make a wish dulu, ya, Sayang," kata sang mama.
Alyssa memejamkan mata dan mengucapkan harapannya di dalam hati. Setelah itu, dia digendong sang papa untuk meniup lilin berbentuk angka 8 tersebut.
Para orang tua dan teman-teman Alyssa memberikan tepuk tangan meriah.
Berikutnya, pembagian kue ulang tahun, snack serta bingkisan. Lalu makan bersama. Ada banyak hidangan lezat yang tersaji di meja prasmanan.
Para orang tua menemani anak mereka makan. Tetapi, ada pula yang memilih bermain di area Timezone.
Mereka semua sibuk masing-masing. Tak terkecuali, papa dan mama Alyssa. Keduanya asyik mengobrol dengan orang tua dari teman sekolah Alyssa.
Di tengah suasana yang ramai, Alyssa teringat dengan Kanaya. Lalu, Alyssa melangkah penuh hati-hati menghampiri Kanaya di belakang sana.
Rupanya Kanaya belum beranjak dari tempatnya.
"Makasih udah hadir," ucap Alyssa, senang sekali.
"Aku, kan udah janji," balas Kanaya, memancarkan senyum manisnya.
"Kok, kamu ke sini sendiri ? Di mana papa mama kamu ?" Alyssa celingukan.
"Ada. Tapi, gak ikut masuk. Mereka nunggu di luar."
"Ooohh."
"Oh, ya, aku ada hadiah buat kamu," tutur Kanaya.
"Apa, Nay ?" Alyssa sungguh penasaran.
Kanaya meluruskan tangan kanannya yang mengepal di hadapan Alyssa. Kemudian dia membuka kepalan tangannya.
Terlihat sebuah gelang mutiara terbaring di atas telapak tangan Kanaya.
"Indah banget." Alyssa terpesona.
"Hadiah ulang tahun buat kamu, Al."
"Makasih." Alyssa menggapai gelang mutiara itu.
"Maaf, ya aku cuma bisa kasih kamu gelang ini aja."
"Gapapa, Nay. Gini doang udah indah banget kadonya."
"Kamu suka, Al ?"
"Suka banget."
"Kamu simpan baik-baik, ya gelang ini, temanku."
"Pasti, temanku."
Alyssa dan Kanaya tertawa bersama. Kemudian, Alyssa menyematkan gelang mutiara itu ke pergelangan tangan kanannya.
"Makan, yuk," ajak Alyssa.
"Nggak, Al. Aku masih kenyang," tolak Kanaya seraya menggeleng.
"Ya udah makan kue ulang tahun aja, ya."
Kanaya menggeleng lagi.
"Mmm.. Kita foto-foto aja, deh. Mau, ya ? Please. Buat kenang-kenangan." Alyssa tampak memohon.
"Oke," jawab Kanaya singkat.
"Tunggu sini. Aku ambil HP ku dulu."
"Oke."
Sambil mengangkat sedikit gaunnya, Alyssa berlari menuju depan panggung. Menghampiri Suster Diana yang tampak sibuk merapikan kado-kado.
"Sus, hp aku," pinta Alyssa.
Suster Diana lekas merogoh kantung celana putihnya. Ponsel Alyssa tersimpan di dalam sana.
Singkat cerita. Alyssa dan Kanaya foto bersama.
"Aku pulang, ya."
"Loh, kok, cepet banget udah mau pulang, Nay ?"
"Mama papa udah nungguin. Mereka berdua mau ada perlu soalnya."
"Oh, gitu. Ya udah, deh. Besok sore aku samper main, ya."
Kanaya tak menjawab. Langsung beranjak pergi.
Netra Alyssa terus mengamati pergerakan Kanaya.
Puk !
Seseorang menepuk pundak Alyssa.
Alyssa terperanjat. "Sus Diana. Kirain siapa." Alyssa menengok ke belakang.
"Kenapa sendirian di sini, Al ? Teman-teman pada asyik main tuh di sana," ucap Suster Diana.
"Tadi ada teman aku, Sus. Sekarang udah pulang dia."
"Teman yang mana ?" Suster Diana ingin tahu.
"Itu." Saat Alyssa menoleh lagi ke depan di ikuti telunjuknya yang juga lurus ke sana. Entah menunjuk siapa. Pasalnya Kanaya sudah menghilang dari pandangan. Cepat sekali.
"Mana, Al ?"
"Loh. Cepet banget perginya." Alyssa melongo.
"Udah, yuk, Al mending kita makan. Sus laper, nih," ajak Suster Diana.
"Oke," balas Alyssa. Tak mau ambil pusing.
Alyssa dan Suster Diana lekas menuju meja prasmanan.
🍁🍁🍁🍁
Malam harinya. Alyssa ingin cepat-cepat unboxing kado ulang tahun. Mumpung besok hari libur.
Ranjang tidur Alyssa di sesaki banyak sekali kado dari teman-teman maupun saudara. Alyssa membuka kado-kado itu di bantu papa dan mamanya. Suster Diana sudah pulang ke rumahnya sejak tadi.
"Al, ini kado dari budemu, nih. Cantik, ya." Sang mama mengeluarkan isi kado berupa boneka barbie limited edition.
"Iya, Ma," jawab Alyssa sembari merobek kertas kado lainnya.
Beberapa kado sudah dibuka. Mereka menghadiahi Alyssa barang-barang yang bagus.
Tetapi, tak tahu mengapa Alyssa jauh lebih tertarik pada gelang mutiara pemberian Kanaya. Dia amati terus gelang itu sambil senyum-senyum sendiri.
"Al, itu gelang dari siapa ?" tanya mama baru menyadari anaknya melilitkan gelang di tangan.
"Dari Kanaya, Ma," ujar Alyssa.
Sang mama mengerutkan dahi. "Kanaya ? Teman sekolah atau teman rumah ?" tanyanya lebih lanjut.
"Teman baru aku. Dia tinggal di kompleks perumahan ini juga. Kata dia, dia sama orang tuanya baru pindahan ke sini," papar Alyssa.
"Rumahnya yang mana, Al ?" Kali ini papa yang bertanya.
"Rumahnya ada di sebelah kanan. Rumah ke delapan. Tingkat dua. Cat hijau terang." Alyssa menjelaskan secara detail.
Seketika itu pula papa dan mama Alyssa memunculkan semburat keterkejutan di wajah masing-masing.
"Al, kamu gak lagi bercanda, kan ?" Sang papa ingin kepastian.
"Nggak," balas Alyssa di iringi gelengan kepala.
"Pa," sebut sang mama, terdengar panik.
Sang papa mengisyaratkan agar tetap tenang.
🍁🍁🍁🍁
Esok siang. Alyssa dan orang tuanya menyambangi rumah bercat hijau tersebut.
Kedatangan mereka bertiga sempat membingungkan si pemilik rumah.
"Oh, ya. Silakan masuk." Sepasang suami istri itu menyambut ramah.
Papa dan Mama Alyssa mengenal sepasang suami istri tersebut. Sempat ngobrol-ngobrol juga kala itu.
Dan membahas sedikit soal Kanaya.
"Alyssa, kenalin ini Om Hans dan Tante Ina." Sang papa memperkenalkan pasutri itu kepada si anak.
"Hallo," sapa Alyssa.
Usai perkenalan singkat itu, papa dan mama Alyssa menyampaikan tujuan kedatangan mereka.
Langsung saja ke inti pembahasan.
Alyssa di minta untuk menceritakan awal pertemuannya dengan Kanaya. Gadis itu pun bersedia.
"... Iya, om, tante. Kemarin Kanaya beneran hadir di pesta ulang tahun aku. Terus dia kasih aku hadiah gelang mutiara ini. Abis itu dia pamit pulang." Alyssa mengakhiri cerita panjangnya.
"Hhmm. Jadi, begitu ceritanya." Om Hans menanggapi.
Mereka berempat mendengarkan dengan serius.
"Ini gelangnya." Gadis kecil itu mengasih unjuk gelang mutiara yang di maksud.
Om Hans dan Tante Ina mengamati dengan teliti gelang mutiara itu. Bahkan, menyentuhnya.
"Benar ini gelangnya Kanaya," kata Tante Ina, amat yakin dari nada bicaranya.
Sebelum cerita lebih lanjut, sepasang pasutri itu menyuruh Alyssa beserta papa - mamanya mencicipi kudapan ringan yang telah di sediakan di meja ruang tamu.
🍁🍁🍁🍁
"Kanaya adalah anak pertama kami. Tetapi, Allah menitipkan Kanaya kepada kami hanya sebentar. Hanya sampai berumur delapan tahun. Kanaya di diagnosa terkena penyakit Leukimia. Harapan hidupnya pendek. Umurnya gak panjang," cerita Tante Ina. Yang awalnya tegar, lambat laun rapuh. Dia menangis terisak di bahu suaminya.
Om Hans mencoba menenangkan istrinya. Alyssa dan orang tuanya turut merasakan energi kesedihan pasutri muda tersebut.
Sepasang suami istri itu sejak awal menikah hingga punya anak yaitu Kanaya menetap di BSD Tangerang.
Namun, alasan pekerjaan membuat mereka harus pindah ke Jakarta.
Om Hans dan Tante Ina membeli rumah Tuan Albert. Dan menyuruh pak tukang untuk mengecat ulang bangunan rumah itu dengan cat warna hijau.
Tuan Albert sudah lama pindah ke Singapore. Beberapa tahun tinggal di kompleks perumahan beliau sangat jarang sekali bersosialisasi.
Setelah agak tenang, Tante Ina melanjutkan kembali cerita tentang anaknya.
"Sebelum Leukimia menggerogoti tubuhnya, Kanaya adalah anak yang ramah, baik hati dan ceria. Tapi, setelah tahu dia sakit kayak gitu, keceriaan Kanaya berangsur meredup. Dia jadi anak yang pendiam."
Alyssa dan orang tuanya masih setia mendengarkan.
"Kanaya tahu kita akan pindah ke Jakarta. Terus Kanaya nunjukin gelang mutiara kesayangannya itu ke kami. Gelang mutiara asli. Dia ingin memberikan gelang mutiara itu kepada teman barunya nanti. Teman baru dan pertama yang Kanaya kenal…"
"Dan ternyata Alyssa yang menjadi teman baru dan pertama anak kami," sambung Om Hans.
"Tapi Kanaya nya udah keburu gak ada. Coba aja kalo dia masih di kasih umur." Tante Ina menimpali. Isak tangis terdengar kembali.
Alyssa tak menyangka. Sungguh di luar logika manusia.
"Kemarin itu tujuh hariannya Kanaya." Om Hans memberitahukan kabar tersebut.
Deg !
Sungguh kabar yang mencengangkan bagi Alyssa.
Kanaya belum lama ini meninggal.
Dengan sendirinya Alyssa bisa memahami situasi yang di alaminya.
"Kanaya di makamin di mana, om, tante ?" pertanyaan itu spontan keluar dari bibir Alyssa.
"Di Tangerang, Al," balas Tante Ina sembari mengusap air mata yang mengalir cukup deras di pipi.
"Kenapa gak di Jakarta, Tan ? Kan, biar deket kalo tante sama om mau ziarah ke makamnya."
"Kanaya yang minta, Al. Dia ingin di makamkan di sebelah makam kakeknya."
🍁🍁🍁🍁
Mendung menggantung di sore itu. Alyssa bersama papa - mamanya. Beserta Om Hans dan Tante Ina berjongkok mengelilingi makam Kanaya.
Di depan batu nisan terdapat pigura foto Kanaya. Alyssa menatap lekat foto tersebut. Wajah itu…masih membayang di kepala Alyssa.
Mereka semua lalu memanjatkan do'a supaya Kanaya tenang di sisi-Nya. Tidak menampakkan wujudnya lagi ke Alyssa.
"Nak, yang tenang, ya kamu di sana. Papa sama mama udah mengikhlaskan kamu. Tiap Minggu kita pasti ke sini buat nengokin kamu." Ungkapan pilu itu di lontarkan oleh Tante Ina.
Wanita itu berusaha kuat di depan makam almarhumah anaknya.
Ya, walaupun pada akhirnya merembes jua air mata Tante Ina.
Kehilangan anak oleh sebab sakit ataupun tragedi adalah patah hati terbesar para orang tua.
"Makasih udah pilih aku untuk jadi teman kamu, Nay. Dan makasih atas gelangnya. Aku suka," ungkap Alyssa sambil mengusap foto Kanaya.
Selanjutnya, mereka menaburkan kembang di atas gundukan tanah makam Kanaya.
Selepas itu, balik lagi ke Jakarta.
🍁🍁🍁🍁
Selepas makan malam, Alyssa balik lagi ke kamarnya. Lanjut mengerjakan PR Matematika.
Di sela mengerjakan tugas, gadis kecil itu tiba-tiba teringat akan suatu hal. Lantas mengambil ponselnya. Menekan ikon galeri foto.
Entah mengapa Alyssa ingin sekali melihat foto-foto dia bersama Kanaya.
Padahal dia tahu kalau Kanaya sudah meninggal dunia.
Alyssa mengusap-usap layar hp.
Menampilkan foto demi foto di layar.
Hasil jepretannya sendiri.
"Very good," gumamnya, memuji diri sendiri.
Sampai pada satu foto berikutnya…jempol Alyssa berhenti mengusap layar.
Alyssa mengamatinya dengan ekspresi ganjil.
Keanehan terjadi.
Terpampang jelas foto Alyssa tengah berpose sendirian di dekat balon warna-warni yang sengaja di biarkan berserakan di lantai mall.
Alyssa yakin dia foto di situ bersama Kanaya.
Tiga foto lainnya juga menunjukkan Alyssa berpose seorang diri. Tanpa Kanaya.
Kendati demikian, Alyssa tetap menyimpan foto-foto tersebut.
Tak ada yang perlu di takutkan.
🍁🍁🍁🍁