Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Pak Sugeng adalah seorang pedagang sayur. Ia memulai usahanya dari menjual sayur keliling, hingga memiliki warung sendiri dirumahnya dan sekarang merambah ke dunia maya, e-commerce.
Bu Sari, istri dari Pak Sugeng sudah selesai mengemas sayur-sayuran yang dipesan oleh para pembeli. Dia meminta Yanto, anak semata wayangnya untuk mengantar pesanan. Ketika Yanto hendak menaruh barang-barang, motor yang berada di tempat semestinya sudah tak ada. Yanto mencari ke sekeliling rumah juga tidak ada, akhirnya bilang ke ibu "Buk, motornya hilang. Sudah dicari-cari enggak ada..."
Bapak sedang melayani para pembeli di warung, tiba-tiba terdengar suara teriakan istrinya yang panik. “Pak... pak... motor kita! Yanto mau antar pesanan, tapi motornya enggak ada...”
Suasana warung menjadi riuh, para pembeli saling memberi saran dan berbicara satu sama lain. Ada juga yang langsung update status di media sosial.
Pak Yanto terkejut, tapi berusaha untuk tetap tenang dan mencari jalan keluar. “Buk, ibu layani pembeli dulu ya. Biar saya dan Yanto yang mengurus motor dan cari solusi buat antar sayur-sayurnya.”
Bu Sari hanya mengangguk dan Pak Yanto bergegas pergi bersama Yanto.
“To, bapak ke Pak RT. Mau lapor kalau kita kehilangan motor, sekalian mau cari pinjaman motor buat antar sayur."
“Iya pak. Saya juga mau cari bantuan.” Jawab Yanto.
Mereka pun berpisah.
Dengan gesit, Yanto mengeluarkan ponsel dan membuka beberapa laman media sosial. Ia mengetik dengan cepat dan memberi pengumuman ke beberapa grup, tentang kehilangan sepeda motor. Lengkap dengan ciri-ciri motor, serta mencantumkan nomor ponselnya. Setelah menekan tombol ‘ENTER’ pesan tersebut telah menyebar.
**
Munandar sangat senang, ia bisa bebas berkeliling kota dengan motor yang dikendarai. Tanpa memberitahu pemiliknya, dengan leluasa ia langsung tancap gas menuju tempat-tempat yang selama ini sangat ingin dikunjungi. Apalagi dengan bahan bakar terisi penuh, bisa-bisa ia akan menghabiskan waktu sepanjang hari berjalan-jalan.
“Akhirnya hari ini aku bisa bebas dari segala pekerjaan, hahaha... bebas... hahaha... aku capek Tuhan... aku capek jadi pembantu!” Munandar berteriak hingga membuat matanya berair.
Ia melanjutkan kembali dengan berbicara di dalam hati. “Tapi kalau tidak di sana, di mana lagi aku bakal tinggal dan menetap? Aku makan, aku diberi pakaian, aku bisa tidur di kasur. Apa aku makhluk yang tidak bersyukur? Rumah itu sangat besar, tapi aku seperti dipenjara. Hidup dengan rutinitas yang sangat membosankan. Sungguh, tuan besar tidak memikirkan pekerjanya! Mentang-mentang aku enggak punya apa-apa, mudah sekali dia menyuruh-nyuruh aku ini itu. Aku memang sebatang kara, yang tak punya siapa-siapa lagi. Zaman sudah modern, tapi aku masih seperti budak. Ah, sudahlah... yang penting sekarang aku bisa menikmati kebebasan yang tak lama ini.”
**
Usai Pak Sugeng memberitahu tentang kehilangan motor ke Pak RT, beliau menawarkan bantuan untuk meminjamkan motor agar bisa mengantar pesanan. Selain itu, Pak RT juga turut membantu menyebarkan berita ke warga supaya bisa menemukan motor milik Pak Sugeng.
Yanto dan Ibunya masih berkutat dengan dagangan, tak lama Pak Yanto datang mengendarai sebuah motor.
“Loh pak, itu motor siapa?” Tanya Bu Sari.
“Punya Pak RT buk...” Sahut Yanto.
“Ya sudah, buruan ambil barang-barangnya! Terus antar, keburu layu.” Perintah Pak Sugeng pada Yanto.
**
Munandar memberhentikan motor, ia tersadar jika sudah jalan teramat jauh dan tidak tahu juga nama tempat yang ia susuri. Munandar mulai gelisah, perutnya juga keroncongan. Ia merogoh-rogoh saku celana, sial tak satu pun menemukan selembar uang. Bensinnya sisa separuh, masih bisa jika untuk kembali pulang. Akhirnya, ia memutuskan untuk kembali pulang.
Tingkah Munandar yang seperti orang kebingungan menarik perhatian sekawan pemuda. Mereka melihat Munandar yang berbicara sendiri. Dan melihat kendaraan yang dinaikinya juga.
“Eh, kayaknya aku pernah lihat motor itu. Di mana ya?” Ujar seseorang ke beberapa kawannya.
“Halah... motor begitu mah banyak seliweran dimana-mana.” Jawab yang lain.
“Tapi kok kayak enggak asing banget ya. Sebentar, aku buka HP.”
“Motor antik tuh, biar sudah tua tapi kuat. Bisa buat boncengan sama cewek, Hahaha...”
“Maksud lo, bonceng cewek gendut?"
“Jangan kan satu, dua cewek gendut juga bisa!"
“Duh! apa sih kalian? sudah jarang orang yang punya motor begitu..."
"Makanya gue bilang antik!"
“Hei. Sekarang juga, kalian buka grup komunitas Motor Bebek Dower! Itu motor hilang, dicari-cari sama pemiliknya.”
Mereka langsung membuka ponsel masing-masing dan membaca keterangan motor hilang dengan ciri-ciri yang sama persis mereka lihat. Munandar memutar arah dan kembali menjalankan motornya.
“Eh, berarti orang itu pencuri motor!”
“Ini motornya buat antar sayur, kasihan banget yang punya.”
“Pantas saja, dari tadi dia ngomong sendiri terus.”
“Ya sudah, kalau begitu kejar!”
Mereka mulai mengejar Munandar.
Munandar yang tidak sadar dirinya dikejar-kejar oleh beberapa kawanan motor, terus melaju.
“Wah, tambah ngebut dia. Cepat!”
“Maling... maling... maling... ada maling motor... ”
“Orang-orang yang mendengar teriakan-teriakan, langsung mengikuti.”
Perut Munandar semakin lapar dan ia menambah laju kecepatan. Sebentar lagi ia akan sampai ke rumah Pak Sugeng. Tapi, dari arah depan ia dihadang beberapa orang dan ada yang membawa pukulan kayu. Munandar diberhentikan, dan tiba-tiba...
BUK... BUK... BUK...
Munandar menerima pukulan bertubi-tubi. Yanto melihat ada keributan, ia ikut berlari untuk melihat ada sesuatu kejadian apa. Tiba-tiba ia berhenti karena melihat ada motor milik bapaknya. Lalu beralih melihat orang yang dipukuli oleh para warga.
“Munandar?” Yanto terkejut, orang yang dipukuli itu adalah tetangga yang bekerja di sebuah rumah megah, tak jauh dari rumahnya. Orang-orang sekitar pun juga ikut terkejut dan tersadar jika yang membawa motor Pak Sugeng adalah Munandar.
Akhirnya Yanto menghentikan amukan warga dan langsung membawa Munandar ke rumahnya, dibantu juga oleh beberapa orang.
Pak Sugeng dan Bu Sari melihat kedatangan Yanto dan mereka senang motornya sudah kembali. Tapi ada seorang pria yang wajahnya babak belur.
“Buk... Yanto datang buk! Dia bawa motor juga, motornya sudah ketemu. Alhamdulillah...” Pak Yanto senang melihat kedatangan Yanto.
“Alhamdulillah. Itu siapa pak? Pasti pencurinya.” Bisik Bu Sari.
“Loh! Munandar? Itu wajahnya bengkak-bengkak, warna merah-biru-ungu.” Pak Sugeng terkejut.
"Dia yang pakai motornya pak." Jawab Yanto.
Munandar dipersilahkan masuk dan Yanto mengambil kotak berisi obat-obatan.
“Kamu dari mana Ndar? Bawa motor bapak kok enggak bilang-bilang? Itu kan motornya buat antar sayur.” Tanya Pak Sugeng.
Sambil meringis kesakitan, Munandar menjawab “saya bosan di rumah terus pak, akhirnya saya keluar rumah. Capek pak jadi pembantu, disuruh-suruh terus... pekerjaannya enggak habis-habis! Pokoknya saya benar-benar bosan pak... waktu saya lihat ada motor, kunci dan helmnya saya putuskan untuk pakai motor bapak. Saya pikir sih, sah-sah saja... kan kita sudah saling kenal.”
”Loh, salah itu Ndar... kamu itu seharusnya bilang dulu. Kalau kepingin jalan-jalan kan bisa gantikan Yanto, jadi kamu yang antar sayur. Untung kamu dekat rumah, coba kalau jauh bisa melayang nyawamu. Nanti bapak yang bilang ke bosmu... kayak orang stress saja kamu ini. Mau healing malah menyusahkan orang.” Sahut Bu Sari.
“Iya buk, saya betul-betul sudah seperti orang stress! Saya minta maaf pak, buk... saya tidak bermaksud mencuri motor. Saya cuma mau bersenang-senang sebentar saja.”
“Iya sudah, enggak apa-apa. Ini pelajaran buatmu ya Ndar... jangan diulangi lagi! kalau kamu bosan di rumah, bisa kesini. Hati-hati loh, stress bisa bikin orang jadi penjahat. Ya seperti kamu itu, pencuri namanya.”
Munandar mengangguk “Iya Pak.”