Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Trend
0
Suka
330
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Tangan remaja perempuan itu menggandeng tangan temannya. Mereka berlari menuju taman.

“Ayo, Cha, cepat! Tamannya baru dibuka, loh!” ujarnya. Dia memakai baju dan rok pendek biru.

“Iya, iya, sabar!” balas temannya yang mengenakan blus putih serta celana panjang hijau.

Mereka tiba di taman tersebut. Bau bunga-bunga yang ditanam di sekeliling pagar taman menguar. Walaupun hari itu panas, namun angin bertiup agak kencang, mendinginkan suasana.

***

Nama kedua anak perempuan itu adalah Melda dan Echa. Keduanya sama-sama berusia 13 tahun, dan kelasnya sama. Wajah mereka hampir mirip, dan sama-sama memiliki kulit cokelat. Bedanya, Melda berambut keriting pendek, dan matanya sipit. Sementara itu, Echa berambut panjang dan lurus, serta matanya bulat dan selalu terlihat seperti melotot. Singkatnya, mereka hanya berbeda pada sifat, mata, dan rambut saja.

“Nah, ini dia taman bermain yang baru dibangun itu,” ujar Melda dengan bangga. “Dibukanya baru hari ini, sekitar pukul enam pagi. Kamu, sih, lambat, makanya kita tidak bisa datang tepat waktu.”

“Ah, tidak apa-apalah,” sahut Echa sambil membetulkan celananya yang melorot. “Wah, banyak sekali tempat duduknya! Tapi sayang, permainan yang ada di sini hanya ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, dan… rumah-rumahan.”

“Kamu ini, seperti masih anak kecil saja,” omel Melda sambil mengeluarkan ponselnya. “Kita ke sini, kan, bukan untuk main. Tapi untuk bikin trend.”

“Oh, ya, aku lupa! Oke, oke… jadi, trend seperti apa yang akan kita buat?” tanya Echa sambil mengeluarkan ponselnya juga.

Melda dan Echa terkenal suka membuat trend yang viral di media sosial. Hobi mereka memang seperti itu. Mereka punya banyak akun media sosial. Biasanya, mereka menampilkan video-video collab dengan teman-teman sekelas atau kadang dengan kakak kelas. Seperti hari ini, Melda dan Echa akan membuat suatu trend.

“Kita bikin trend APT, yuk!” ajak Melda.

“Ih, tidak mau. Itu sudah lama, ketinggalan zaman. Masa tahun baru begini, kita bikin trend yang sudah lewat?” tolak Echa.

“Yaah, terus apa, dong? Yang sampai sekarang terkenal, kan, cuma itu.”

Kedua anak itu berpikir keras. Sambil berpikir, Echa mencari-cari trend terbaru di ponsel. Namun, hasilnya tidak memuaskan.

“Duh, apa, ya?” keluh Echa.

“Apa lagi selain itu, Cha. Sudahlah, kita bikin trend itu saja. Setuju apa tidak?” kata Melda.

Akhirnya Echa menyetujui. Mereka membuat trend lagu APT. Sesudah divideokan dan diposting di media sosial, mereka duduk di bangku.

“Apa lagi, nih? Kita kehabisan ide,” ucap Melda.

“Iya, soalnya kita selalu melewatkan hal-hal yang viral di Tiktok. Mana mau orang menonton, kalau trend-nya sudah lewat?”

“Hus, jangan bilang begitu. Kita harus percaya diri. Yakinlah orang bakal menonton video terbaru kita!”

“Terus, sekarang kita mau apa?”

“Nah, itu dia problem-nya. Adakah kegiatan lain untuk mengisi kekosongan ini?”

Keduanya pun berlomba sunyi. Tak ada yang dapat dilakukan, kecuali hanya bermain di ponsel.

“Kita cari makan, yuk! Aku bawa uang jajan,” ajak Melda.

“Okelah. Kebetulan, perutku juga lapar. Tapi kita cari jajan ke mana?” tanya Echa.

“Tenang. Bu Yanti, penjual gorengan dekat rumahku, sudah buka, kok. Kita bisa pesan di sana. Tidak jauh dari sini. Ayo!” Melda menarik tangan Echa.

Nyaris saja ponsel Echa jatuh dari genggaman tangannya. Untunglah, phone strap yang tergantung di ponsel dan dibelitkan di pergelangan tangan Echa mencegah terjatuhnya benda itu. Mereka berdua berjalan kaki menuju kompleks rumah Melda.

***

 

Sesampainya di sana, Melda menunjuk ke sebuah gerobak yang diparkir di dekat sebuah sekolah. Mereka berdua lekas-lekas menghampirinya. Rupanya ada seorang wanita yang hampir tua duduk di bangku dekat gerobak. Wanita itu sibuk membaca buku, dan nyaris tidak menyadari kedatangan Melda dan Echa.

“Halo, Bu Yanti,” sapa Melda.

Wanita tua itu menoleh. “Eh, maaf, Nak, kamu mau beli gorengan, ya? Sebentar dulu.”

Bu Yanti berdiri, lantas meletakkan bukunya. Dia menghampiri Melda dan Echa.

“Oh, ini kamu, Melda? Terus, ini siapa?” tanya Bu Yanti sambil menunjuk ke arah Echa.

“Namanya Echa, Bu. Dia teman saya. Kami mau pesan gorengan. Es tehnya masih banyak, kan?”

“Masih, tenang saja. Ayo, mau gorengan yang mana?”

Tanpa pikir panjang, Melda dan Echa langsung memilih-milih gorengan. Tak lupa, membeli es teh. Setelah itu, keduanya duduk di bangku, bersama dengan Bu Yanti.

“Kalian habis dari mana? Kenapa bawa ponsel segala?” tanya Bu Yanti sambil mengusap-usap tangannya dengan lap.

“Ceritanya panjang, Bu,” tanggap Melda. “Aku akan berusaha mempersingkatnya.”

Buru-buru Melda menceritakan semua hal yang baru saja terjadi tadi. Echa hanya diam saja, sambil mengangguk-angguk dan menyeruput esnya.

“Tentang trend, ya…” Bu Yanti mulai berpikir. Bola matanya berputar-putar.

“Yang kalian berdua lakukan sudah sangat bagus. Ibu tahu kemampuan dan hobi kalian. Hanya saja, ada beberapa saran dan kritik buat kalian.”

“Saran dan kritik?” beo Echa.

“Yap, benar, Echa. Bu Yanti hanya menyarankan agar kalian tetap berkembang dalam dunia modern. Namun, jangan terlalu berlebihan. Kecuali itu, kalian juga harus belajar cara memilah trend-trend yang baik. Ibu pikir-pikir… kalian pasti suka sama dunia Korea begitu, ya, kan? Boleh saja kalian menirukan semuanya, namun harus ada batasnya. Jangan sampai kita menyukainya secara berlebihan, sampai-sampai jadi kecanduan.”

“Ya,” sahut Melda dan Echa serempak.

“Dunia kalian ini sudah canggih sekali. Di mana-mana, sudah ada internet yang bisa menghubungkan ke berbagai media. Dulu saat Bu Yanti masih kecil, Bu Yanti tidak punya ponsel. Biasanya, Ibu kirim surat saja. Itu pun tidak bisa terlalu sering, karena kalau kirim surat pasti butuh prangko. Prangko itu, kan, bayar, dan kalau mau sampai cepat, beli prangkonya harus yang mahal. Dulu Ibu tidak sekaya kalian. Makan juga sekedarnya. Kalau berhubungan, harus lewat lisan atau tulisan. Tidak seperti kalian, yang kalau butuh apa-apa bisa minta bantuan website canggih.”

Bu Yanti berhenti sebentar. Echa menelan pisang gorengnya, lalu minum dan bertanya.

“Bu, memangnya zaman sekarang ada orang yang mau mencelakai kita lewat suatu website?”

“Ada, loh, Echa! Jangan salah,” jawab Bu Yanti dengan tegas. “Sebulan yang lalu, Bu Yanti melihat putra sulung Ibu main laptop. Ibu lihat dia menekan suatu link yang tidak jelas. Kemudian, website itu menyuruhnya untuk memberikan identitasnya. Diberikanlah identitas dirinya sendiri. Beberapa hari kemudian, ketika putra saya meninggalkan link itu, tanpa sadar ada yang membobol password-nya. Wah, kami langsung panik. Atas nasihat suami saya, putra saya itu akhirnya mengganti password-nya.”

Melda dan Echa sedikit terkejut. Mereka saling bertatapan.

“Pernahkah kalian melakukan hal itu?” tanya Bu Yanti.

“Ya, kami pernah. Entah itu link apa. Identitas kami juga diambil, tapi password masih aman-aman saja,” jawab Melda.

“Masih bersyukur kalau begitu. Tapi ingat, jangan sembarangan menekan link yang tidak jelas maksudnya. Tanya dulu ke orangtua kalian, karena mereka pasti lebih berpengalaman.”

Melda mengangguk, dan Echa tersenyum.

“Kalau dunia sudah secanggih ini, maka sebaiknya kalian harus hati-hati. Lambat laun teknologi itu akan tahu apa identitas kita. Makanya, jangan menyebarkan password atau rahasia kita kepada siapa pun. Salah-salah, malah kita yang celaka!” nasihat Bu Yanti.

“Baik, Bu, kami akan lebih berhati-hati,” sahut Echa.

“Nah, kembali ke trend. Sama dengan itu, kalian harus hati-hati. Siapa tahu trend itu buruk, dan tidak pantas ditiru anak seperti kalian. Sekalipun sudah remaja, jangan sampai kalian percaya pada suatu hal yang negatif dan tak pantas ditiru!” Bu Yanti melanjutkan. “Ingat, pilahlah informasi itu dengan baik. Ambil yang positif saja. Kalau perlu, tanyakan ke orangtua. Kalian harus bersyukur sekarang masih aman-aman saja. Berdoalah kepada Tuhan yang Maha Pelindung agar menjaga kalian dari marabahaya dan tipu daya.”

Sekali lagi, dua remaja itu mengangguk. Setelah gorengan dan es teh mereka habis, mereka pergi lagi menuju taman.

“Sampai jumpa, Bu Yanti! Terima kasih atas nasihatnya!” ujar Echa.

“Iya, sama-sama,” tanggap Bu Yanti.

“Semoga jualan Ibu laku terus, ya! Gorengan sama es tehnya mantap sekali!” Melda menambahkan.

“Iya, iya, Nak,” balas Bu Yanti, kali ini disertai senyuman.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Harta Tahta Renata
Ratih widiastuty
Novel
Titik Terang
Adira Putri Aliffa
Novel
Kelahiran Kota Lumpur
Mbak Ai
Komik
Do you hate me ?
takatin
Cerpen
Trend
Kiara Hanifa Anindya
Novel
Kin dan Mara
kearaami
Novel
Bronze
The Pieces of Memories
Moon Satellite
Novel
Bronze
Tentang Kita
Yaa_Rhaa
Novel
Bronze
Lukisan Jiwa Raga
DAMAIZANNE
Novel
Goresan Pena Azmia (catatan kecil Bram)
R Hani Nur'aeni
Flash
BIMANTARA
I | N
Novel
IKATAN PEJUANG
NUR C
Flash
Ketularan Virus Corona
Luca Scofish
Cerpen
Bronze
Semua Rumah Ada Tikus
Sulistiyo Suparno
Novel
Kizo Fernia
Langka Pangaribuan
Rekomendasi
Cerpen
Trend
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Misteri Kertas Milik Tony
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Gosip yang Terhenti
Kiara Hanifa Anindya
Flash
2024 dan 2025
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Ditakuti Anak-anak
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Isi Bekal Amel
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Belanja
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Bullying
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Guru Marah
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Di Sebuah Gua
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Kamu Mau Tahu Apa Tidak?
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Sebuah Gambar dan Sebuah Puisi Untuk Tahun Baru
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Karyawan yang Malas Membaca
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Kebahagiaan untuk Ninik
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Jalan yang Kamu Pilih Adalah Jalan Menuju Kebaikan
Kiara Hanifa Anindya