Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Misteri
TOPENG
1
Suka
3,510
Dibaca

"Jadi, kau polisi yang baru dipindah tugaskan dari desa itu?" ucap seorang petugas senior dari Divisi lalu lintas. Dia adalah seorang pria berumur 46 tahun dengan kumis tebal di bawah hidungnya. Tinggi badannya sedang, dan lemak perutnya yang terlihat agak subur. Terlihat seperti polisi yang berada di film-film Amerika, dengan donat di tangannya. 

Sementara juniornya adalah seorang petugas muda yang baru saja dipindah tugaskan dari desa kecil yang agak jauh dari kota. Kulitnya terlihat putih, rahang yang kuat disertai dengan pandangan mata lugunya. Badan pemuda ini cukup berisi, ditambah dengan tingginya yang ideal untuk seorang petugas. Dia berdiri tegak di hadapan seniornya yang sebentar lagi akan menjadi pembinanya.

"Siapa namamu, Nak?"

"Alex, Pak!"

"Nama yang bagus! Tapi aku tidak akan banyak basa-basi. Malam ini, atau lebih tepatnya sebentar lagi, kita akan melakukan patroli. Tapi untuk sekarang, aku yang akan menyetir mobilnya. Nah! Mari kita menunggu diluar."

Mereka keluar menuju tempat parkir. Menunggu beberapa menit, dan mereka pergi bertugas. 

Di jalan, petugas yang lebih tua banyak memberikan pengetahuan kepada yang muda. Ia menyetir sambil banyak membicarakan keunggulan dan kehebatan petugas di kota ini, alih-alih memberikan pengetahuan tentang aturan. Sekarang mereka telah sampai di pinggiran kota, mereka melambatkan laju mobilnya. 

"Kau tahu?! Di kota ini terdapat legenda tentang seorang pembunuh misterius. Dia ini tidak pernah tertangkap, bahkan sulit sekali untuk dilacak. Kau harus berhati-hati, nak, dikarenakan kita adalah petugas patroli."

"Apakah sudah ada korban? Maksudku, polisi yang menjadi korban?" tanya yang lebih muda.

"Oh, tentu saja, itulah mengapa ia menjadi legenda. Dari para pebisnis hingga para polisi seperti kita, dia tak pilih-pilih. Tapi, jika kau tidak banyak macam-macam saat menjadi polisi, maka kau akan aman," ucapnya sambil tersenyum.

"Apakah mereka adalah gangster?"

"Hah?! Kamu serius? Di sini memang terdapat banyak gangster atau berandalan lainnya. Tapi aku yakinkan kau, dia ini benar-benar seorang profesional, dan aksinya bukan hanya satu atau dua kali. Yah, kau tidak perlu khawatir, seperti yang sudah kukatakan di awal, ditambah lagi kau sedang bertugas bersamaku. Seorang pria tangguh ini, hahaha!" Ia tertawa dengan kerasnya sambil menepuk pundak si pemuda. "Nah, Alex, sekarang kita akan turun di sini. Aku akan berkeliling sebentar, sementara kau berjaga di mobil ini. Apa kau mengerti?"

"Siap, Pak, saya mengerti!"

***

Tepat pukul 00.00

  

 Pemuda itu tetap berada di mobilnya, sementara seniornya masih belum kembali. Dari kejauhan, terlihat seperti ada seseorang yang berdiri mengamatinya. Badannya agak lebih tinggi darinya, tubuhnya juga lebih besar dengan mantel panjang dan juga topi. Dia berdiri dalam kegelapan menatap mobil tersebut tanpa bergerak, hanya lampu remang yang menyinari sedikit tubuhnya. Alex mulai menyadari kalau dia sedang diawasi, ia ingin keluar namun ragu. Pemuda itu memilih diam dan berlindung di dalam mobil, namun orang itu melangkah maju mendekati mobil tersebut.

Orang itu semakin dekat sekarang, langkahnya mantap. Alex menekan klakson dan menghidupkan sirine mobilnya untuk memberi tanda, dan ia menyalakan lampu sorot untuk melihat dengan jelas orang itu. Sayangnya wajah orang itu ditutup dengan topeng. Topeng hitam polos yang membuatnya terlihat seperti hantu Slanderman. Orang itu berhenti karena silau dari lampu, sementara Alex, menghidupkan mobil dan mulai menginjak pedal gas, dan mobil itu melaju ke arah orang itu. 

Orang itu menghindar ke samping kanan, berdiri di sebuah gang kecil dan menunggu. Pemuda itu agak bimbang, apakah dia harus turun atau tetap berada di mobilnya?

Sepertinya dia memutuskan untuk tetap berada di mobilnya untuk berjaga-jaga. 

Orang itu memasukkan tangannya ke dalam saku mantelnya dan mengeluarkan sebuah senjata api. Ia menekan pelatuk, dan mengarahkan senjata tersebut ke arah mobil. Ia menembak kaca mobil itu. Pemuda itu menunduk, menghindari peluru. Beberapa saat dari tembakan pertama, dia bangun kembali dan melihat orang itu telah menghilang.

Saat seniornya kembali, dia melihat kaca mobil patroli yang telah pecah dan berlubang. Lalu seniornya berkata.

"Hei, Nak! Apa yang terjadi pada mobil ini!?"

"A... aku tadi diserang oleh seseorang. Dia menembakku," jawab Alex dengan gemetar.

"Memangnya apa yang kau lakukan, mengganggu para gangster itu?! Bukankah aku telah menyuruhmu untuk berjaga di dalam mobil?"

"Ada seseorang dengan mengenakan topeng hitam, dia tiba-tiba menghampiriku lalu menembakku. Aku tidak melakukan apapun."

"Omong kosong! Semua begundal-begundal itu telah mengetahui diriku dan mobil patroli ini. Mereka tidak akan melakukan penyerangan apapun, aku yang bertanggung jawab menjaga ketertiban di sini," ucap seniornya dengan galak.

"Tapi..."

"Sudah cukup! Kita akan kembali ke kantor. Sungguh hari yang menyebalkan!" 

Mereka kembali ke kantor. Saat sampai, seniornya membawanya ke ruangan atasannya. 

"Permisi Inspektur! Maaf karena kami telah mengganggu. Saya ingin melaporkan kekacauan yang telah anak muda ini lakukan."

"Ada masalah apa?" ucap seorang Inspektur yang memiliki tampang keras dan tubuh bugar yang berotot. Rambutnya telah memutih sempurna, namun ia masih tampak terlihat gagah sebagai seorang yang sudah berusia 68 tahun, dan seharusnya sudah mengakhiri masa tugasnya. Ia adalah polisi veteran, yang keahliannya sangat dibutuhkan. Itulah mengapa ia belum juga pensiun sebagai polisi, dan ia juga selalu menolak dan tidak pernah ingin menjadi seorang kepala polisi (Chief). Nama Inspektur itu adalah William.

"Anak muda ini," ucap petugas berkumis itu, "ia telah melakukan keteledoran, Sir! Ia telah mengganggu para begundal liar yang berada di Distrik F, wilayah patroliku."

"Hmm, baiklah. Sekarang kau boleh keluar, Jimmy, aku ingin bicara dengannya," ucap Inspektur kepada petugas berkumis itu.

"Siap, Pak!" Dia memberikan hormat, lalu berbalik dan berbisik kepada pemuda itu, "berhati-hatilah, Nak, kau akan mendapatkan 'kuenya' untuk pertama kali." Dia melangkah keluar dan meninggalkan pemuda itu yang wajahnya tertekuk lemas.

***

Hari pertama yang sial untukku, tapi entah kenapa pembimbingku bisa tidak percaya. Lalu siapa pula orang yang mengenakan topeng itu? Apa keperluannya hingga menyerang mobil patroli, atau mungkin itu benar-benar seorang gangster, atau orang yang tengah mabuk. Mungkin bisa juga seorang maniak? Tugas pertama yang sungguh berat dan hampir merenggut nyawaku. Semoga saja malam ini aku tidak mendapatkan masalah lagi, bertemu seorang pembunuh untuk pertama kalinya memang bukanlah sesuatu yang diharapkan.

Aku masih beruntung saat itu, pak Inspektur tidak memarahiku secara berlebihan. Dia orangnya cukup tegas dan bijaksana, sepertinya aku bisa menjadikannya seorang panutan. 

"Alex! Kau di sini rupanya. Barusan pembimbingmu, Jimmy, dia meminta izin cuti karena ada suatu urusan yang sangat mendesak. Jadi, kau akan melakukan patroli seorang diri, apa kau tidak keberatan?" ucap Inspektur yang tiba-tiba menghampirinya. 

"Tidak, Pak! Aku tidak keberatan."

"Bagus! Jika kau belum hafal jalan-jalan yang harus kau lalui, kau bisa menggunakan sebuah peta ini." Inspektur memberikan peta tersebut kepada Alex. "Aku minta maaf kalau kami belum memiliki GPS."

"Ah! Itu bukan masalah besar. Aku sudah terbiasa."

"Syukurlah kalau begitu. Jangan lupa juga untuk berhati-hati."

"Siap, Pak!" ucap Alex, dan ia langsung menuju mobil patrolinya.

Malam ini aku berpatroli sendiri, tak ada apa-apa. Tak ada orang jahat. Malam kedua pun aku masih sendiri, pembimbingku masih belum juga kembali. 

10 Januari

Dan ini adalah malam ketigaku bertugas seorang diri, sekaligus malam kedua bertemu orang itu lagi. Ya, 'topeng hitam' itu. 

Seperti biasa, aku melewati Distrik F untuk memeriksa keadaan, lalu tiba-tiba radioku berbunyi. Ada laporan kalau telah terjadi kejahatan di sekitar Distrik F, dan aku bergegas ke lokasi yang hanya dipisahkan oleh dua tikungan. Di lokasi aku melihat sebuah mobil yang pintunya terbuka, di bawah pintu itu terdapat tubuh seorang wanita yang tergeletak. Aku keluar, menghampiri tubuh itu, wanita itu sekarat sambil memegang teleponnya, yang pasti telah ia sempatkan untuk menghubungi kantor polisi.

Aku mendengar suara benturan di dalam sebuah bangunan berlantai tiga, dan aku buru-buru berlari ke dalam sana lalu menaiki tangga hingga ke lantai dua. Di sana aku melihat tubuh seorang pria yang bersimbah darah sambil tertelungkup, kubalik tubuhnya dan aku terkejut. Ia adalah pembimbingku. Aku mulai waspada, kalau-kalau mitos pembunuh itu memang benar adanya, dan ia sedang mengincar polisi. Aku naik ke lantai tiga, namun tak ada apa-apa. Kujulurkan kepalaku keluar jendela, dan aku bisa melihat seorang pria dengan mantel panjang coklat muda dan topi hitam lebarnya. Aku berteriak (dan ini adalah kebodohanku), orang itu menoleh ke atas dan berlari.

Aku mengejarnya walaupun tak tahu lagi ada di mana orang itu. Tiba-tiba ada sebuah hantaman keras dari belakang punggungku, aku tersungkur kesakitan. Aku mengarahkan pandanganku untuk melihat siapa yang telah menyerang diriku. Ada bayangan hitam besar yang berdiri, orang itu berdiri menatapku dan tiba-tiba menginjak kepalaku. Dia berbicara dengan suara serak, membungkuk dan mengeluarkan senjatanya, lalu mengarahkannya tepat di kepalaku. 

Dalam keadaan seperti ini aku sudah pasrah saja. Ada jeda sebentar yang terjadi, tapi entah kenapa pada akhirnya ia tidak jadi menembakku. Ia lalu pergi. Menghilang di balik kegelapan. Sementara aku bergelut dengan rasa sakit akibat hantaman kerasnya...

***

"Bagaimana kabarmu, Nak?" tanya Inspektur kepadaku yang tengah berbaring di dalam mobil petugas medis.

Ini sesuatu hal yang memalukan untukku, aku terbangun dengan rasa nyeri yang masih membekas di punggungku. Terlebih lagi di hadapan seorang Inspektur. 

Inspektur William keluar menuju TKP, dan aku pun mencoba bangkit untuk mengikutinya. Aku mengiringinya dari belakang dengan langkah pelan sampai ke lantai dua, dimana tempat pembimbingku ditemukan telah bersimbah darah. Inspektur menyadari kehadiranku.

"Hari yang berat, Anak Muda!? Yah, kalau sudah seperti ini, memang bukan lagi menjadi urusanmu."

"Aku minta maaf, Pak, aku telah kehilangan jejak dari si penjahat."

"Tak apa. Jangan terlalu dipikirkan, hal seperti ini sudah biasa."

"Lalu, apakah ini perbuatan si pembunuh legendaris itu?"

"Maksudmu?" Inspektur terlihat kebingungan.

"Pembimbingku bilang, katanya di kota ini terdapat rumor soal pembunuh yang sulit ditangkap. Dan salah satu korbannya adalah polisi."

"Jangan mempercayai hal-hal yang tak pasti, semua orang bisa saja menjadi pembunuh karena keadaan," ucap Inspektur sambil berjalan menuju ke arah jendela. "Oh ya, besok, aku akan memberikanmu cuti selama sehari. Kau akan istirahat," lanjutnya.

"Ah, itu tidak perlu, Pak. Aku baik-baik saja."

"Tidak! Kau akan istirahat, ini demi kebaikanmu sebagai anggota baru, dan demi kesehatanmu juga. Aku tidak ingin ada anggota yang bekerja dengan diiringi rasa takut dengan mitos."

"Baiklah, aku paham, dan maaf sekali lagi untuk kekacauannya."

"Tak apa, tak perlu dibahas lagi. Sekarang kembalilah untuk bertugas, jika ada apa-apa, segera hubungi kantor pusat."

"Siap, Pak!" 

Aku pun berbalik untuk pergi dari tempat ini. Sepintas, aku menyempatkan untuk melihat wajah pembimbingku yang telah mati. Wajahnya dibekuk kengerian. Bagian belakang kepalanya mengeluarkan banyak darah, sepertinya dia dihantam dengan sangat kuat, terlebih lagi tinggi dan ukuran tubuh pelaku yang terlihat besar.

Aku sekarang diluar, dan langsung menuju mobil. Kusempatkan untuk mengitari bangunan ini. Tapi tak ada apa-apa, dan aku kembali melanjutkan patroli. 

***

Pagi tiba   

Aku merasa lelah dan sangat mengantuk. Ketika sampai di rumah setelah mengakhiri tugas, aku langsung saja menuju tempat tidurku. Melepas sepatu dan seragam, lalu terbaring. Sepintas, aku sempat curiga dengan pembimbingku itu ketika dirinya pergi tiba-tiba, aku merasa kalau dia ada hubungannya dengan penyerangan ini dan juga bersekongkol dengan penjahat itu. Entah pikiran dari mana, atau bisa saja aku sedikit merasa jengkel karena dirinya yang menuduhku sembarangan.  

Tapi sekarang sudah jelas, lagipula kecurigaanku juga tak berdasar dan kemungkinannya juga kecil. Sekarang aku putuskan untuk tidur saja demi menjaga pikiranku.

Dalam tugas malamku, aku tidak pernah lagi mendapatkan masalah sedikitpun pasca kejadian mengerikan itu. Setidaknya dalam waktu satu bulan, aku merasa aman dari penjahat misterius tersebut. Sayangnya, ada desas-desus sebuah skandal yang selalu dibisikkan sana-sini, aku sendiri agak merasa risih saat nama Inspektur William mulai disebutkan dan disangkut pautkan dalam skandal tersebut. Beredar bahwa ada anggota polisi yang membentuk organisasi ilegal untuk melakukan pekerjaan kotor, seperti memeras, menjual narkoba atau senjata, bahkan menjadi pembunuh bayaran.

Aku tidak percaya dan tidak ingin ikut campur dalam arus gosip liar yang belum ada buktinya. Hingga suatu hari aku tak sengaja melihat salah satu anggota yang melakukan transaksi ilegal, dia menjual senjata di Distrik F. 

   Itu dia! Semuanya bermula dan berputar di Distrik F ini. Apakah ini sarang penjahat? Dan penjahat bertopeng hitam itu bermarkas di sekitar sini? Kalau begitu, itu berarti dia selalu mengawasiku?!

Sekarang aku memilih untuk diam-diam mengamati polisi ini. Mereka bertransaksi di sebuah lorong dekat dengan bangunan tiga lantai yang menjadi TKP pembunuhan. Aku memarkir mobilku agak jauh lalu turun berjalan kaki menuju bangunan di seberang gedung itu. Minimnya cahaya lampu menutupi tubuhku.

Setelah mereka selesai bertransaksi, aku berpikir untuk mencoba mengikuti salah satunya, dan pilihanku jatuh kepada polisi itu. Sang polisi masuk ke arah bangunan tiga lantai yang menjadi tempat TKP tersebut. Aku mengikutinya. Rupanya terdapat sebuah pintu rahasia di lantai pertama, di dapur ada sebuah pintu yang terhubung ke bangunan yang ada di sebelahnya, hanya ruangan kecil yang tak mencolok. Aku bergerak dengan sangat hati-hati agar tak menimbulkan suara. Ketika melihat kegiatan mereka di dalam sana, yang mana terdapat lima orang polisi, aku buru-buru menyadari kalau ini adalah perbuatan yang berbahaya. Aku memutuskan untuk kembali agar tak mendapatkan masalah baru. Saat telah sampai di ambang pintu keluar, diriku kembali melihat si 'topeng hitam' itu lagi.

Kami berhadap-hadapan beberapa detik, dia sama waspadanya dengan diriku, lalu aku berlari ke arah mobilku secara cepat dan mendadak. Penjahat itu mengejarku dan menembakkan senjatanya, sampai aku berhasil masuk dan pergi dengan mobilku. 

Cepat-cepat ku kendarai mobil ini menuju kantor dan bergegas untuk membuat laporan terkait tindakan polisi yang sedang melakukan transaksi, aku juga akan mencoba menemui pak Inspektur, tapi sayangnya dia sedang tak ada di tempat. 

Aku kembali ke jalan dan melihat beberapa mobil petugas yang lain bergegas ke lokasi. Aku mengikutinya. Ternyata di tempat kejadian juga sudah menunggu pak Inspektur dan beberapa polisi yang lain, kami menjelaskan keadaannya dan kami bergerak memeriksa ruangan itu bersama. Sayangnya tak ada jejak apapun di sana, tak ada bekas sedikitpun. Aku menjelaskan semua yang kulihat kepada Inspektur William dan ia hanya meng 'iya' kan saja perkataanku, tampaknya pak Inspektur tak percaya. 

Dia kecewa sebagaimana para polisi yang lain. Seolah-olah mereka telah diberikan laporan palsu. Tak ada yang kulakukan selain terdiam dan menanggung rasa malu. 

"Sebaiknya kau selalu waspada dan jangan terlalu keras saat bekerja," kata inspektur sambil menepuk-nepuk pundakku.

Hari berganti lagi, dan aku tetap memikirkan kejadian semalam. Apa mungkin rumor itu benar, organisasi yang tak terlihat di kepolisian? Entahlah, aku berharap ini hanya kebetulan semata. Hal yang menggangguku adalah si topeng hitam itu, dia telah membunuh pembimbingku dan sepertinya bersekutu dengan para polisi itu. Aku sempat melihat para polisi yang berada di ruangan tersebut saat hendak pulang, tapi sayangnya aku tak memiliki bukti apapun untuk menghadangnya. Aku tidak ingin mencari masalah.

Apakah aku harus diam saja, dan berpura-pura tidak tahu tentang kejadian tersebut? Demi keselamatan nyawa ku, seperti yang pernah dikatakan pembimbingku. Aku bingung, kalau saja aku tak pernah menjadi polisi, mungkin aku tak akan pernah menghadapi para penjahat kejam itu.

Untuk sekarang ini aku hanya ingin beristirahat kembali...

Ada sebuah skandal yang beredar di markas kepolisian. Sebuah gosip yang benar-benar terbukti kenyataannya, mungkin untuk sekarang ini. Seorang penjahat dengan tubuh yang atletis dan tinggi berada di balik permainan ini, orang yang membunuh Jimmy di Distrik F, lokasi tempat ia berpatroli. Ya, aku benar-benar percaya sekarang. Masalahnya, aku tak memiliki bukti apapun untuk menangkap mereka atau menunjukkan jejaknya kepada polisi lain atau kepada Inspektur.

***

12.15

   

Pemuda itu sedang tidur pulas di kursi Sofanya.

Di luar, ada seseorang yang mencoba masuk ke dalam rumah tersebut. Ia mendongkel pintu dengan mudahnya menggunakan sebuah alat tertentu. Pria itu masuk, berjalan secara perlahan dengan tenang menuju ruang tamu, dan ia mendapati pemuda itu tengah tertidur.

Secara perlahan ia dekati tubuhnya. Kemudian pria itu mengangkat tangan dan mencengkram leher pemuda itu.

Alex terbangun secara mendadak, tangannya mencengkram tangan pria tersebut, ia meronta dan berbalik ke arah kiri menjatuhkan dirinya ke arah pria itu, namun dengan sigap kakinya menahan badannya. Tangan kanan pemuda tersebut dihantamkan ke arah kemaluan pria itu secara spontan. Sementara tangan kirinya mencengkram jempol tangan kanan pria itu, lalu memelintirnya ke arah kiri.

Alex menundukkan kepalanya ke arah kanan sambil memutarnya melewati tangan kiri yang masih mencengkram lehernya, dengan sedikit usaha yang keras, cengkraman tersebut berhasil terlepas. Ia menerjang pria yang menyerangnya, namun pria itu bisa menahan tubuh Alex. Dibantingkannya tubuh Alex ke arah kanan hingga ia terjatuh, saking kuatnya tenaga pria itu. 

Alex berdiri kembali, menatap pria itu dengan sikap tubuh yang waspada. 

Topeng hitam itu, kali ini berada di hadapannya dan coba untuk membunuhnya. Ia berhasil menemukan rumahnya, dan sekarang mereka tengah berhadapan. Alex mundur perlahan dengan sangat hati-hati, sementara pria itu terlihat siap untuk menyerang kembali. Dalam dua langkah, pria dengan topeng hitam itu menerjang tubuh Alex. 

Alex berhasil menghindar dan berlari ke arah dapur secepat mungkin, ia mencari sebuah pisau, lalu menggenggamnya. Tanpa basa-basi, Alex coba menghujam pria itu, dan sayangnya percobaan tersebut gagal dikarenakan kesigapan lawannya.

Pria itu menangkap tangan Alex, merebut pisaunya dengan mudah, dan balas menghujam ke arah pemuda itu. Pisau tersebut tertancap di bahu kirinya. Tangan kiri pria itu sekarang mencekik leher Alex, dan membanting tubuhnya ke bawah lalu disusul dengan tinjuan dari tangan kanan pria itu ke arah wajah Alex. 

Pemuda itu tak sadarkan diri.

***

"Tampaknya kau sudah sadar," ucap suara yang terdengar tidak asing, "aku minta maaf jika aku harus melakukan ini padamu, Nak."

"Kau?! Kenapa... Tapi... Ini tidak mungkin!?" gagap Alex.

"Kau sudah melihat wajahku sekarang, apalagi yang tidak mungkin!"

"Jadi benar soal gosip itu? Organisasi ilegal dan penjahat bertopeng? Apakah kau adalah pembunuh yang menjadi mitos itu?" tanya Alex, masih dalam keadaan tak percaya. 

"Menurutmu?"

"Tapi kenapa? Dan kau membunuh pembimbingku?"

"Ah! Pria gendut itu. Dia hanyalah pria bodoh yang mengedepankan kesenangan semata. Dia sembrono, dan sudah sepantasnya dia mati."

"Lalu, mengapa kau mencoba menembakku di malam pertama tugasku?"

"Itu salah satu kesembronoan pria gendut itu. Ia mengajak anak baru sepertimu untuk berada di dekat wilayah kami. Kami hanya khawatir jika anggota kami terbongkar identitasnya."

"Tapi, mengapa kau tidak membunuhku waktu itu, dan membiarkanku tetap hidup?"

"Kau masih muda, dan aku berharap kau bisa berkarir lebih lama. Syaratnya adalah, kamu tidak pernah mengetahui identitas kami. Sayangnya keadaan sekarang ini sudah berbeda, sudah banyak persaingan. Kami dikhianati, dan muncul desas-desus tentang kabar organisasi ilegal. Dan orang yang mengkhianati kami adalah atasan kami sendiri. Kami juga sangat yakin, bahwa sebentar lagi kami pun akan disingkirkan.

"Yah, padahal kami telah melakukan apapun sesuai keinginan mereka. Dari membunuh lawan bisnisnya, hingga menutupi penggelapan dana. Semua kami kerjakan dan kami kaya karena hal tersebut," ucap pria itu dengan sedikit kebanggaan.

Alex Hanya mendengarkannya dengan rasa tak percaya. Tubuhnya dalam keadaan terikat di kursi. Ia meringis kesakitan dengan darah yang mengalir dari hidungnya, dan juga bahu kirinya.

"Mengapa polisi seperti kalian mau melakukan hal buruk seperti ini?" tanya Alex.

"Hal buruk!? Apa kau pikir Hanya dengan menjadi polisi kita dapat hidup tenang? Dapat menjadi kaya, eh!? Omong kosong, Nak!"

"Tapi ini melanggar aturan. Tidak seharusnya kita melakukan hal ini!"

"Tahu apa kau terhadap dunia ini!? Hidup ini keras, bung! Polisi seperti kami akan selalu menghadapi bahaya di luar sana. Menghadapi kebencian dan balas dendam dari musuh kami. Sewaktu-waktu, kami bisa saja dibunuh oleh para gangster atau orang-orang yang memiliki kepentingannya sendiri dalam dunia ini.

"Jika kami berlagak hebat, maka kami akan dilenyapkan. Lalu aku berpikir untuk menjadi selicik rubah, memanfaatkan kekayaan mereka dengan cara bekerja sama dengan para mafia itu. Kami membentuk organisasi bawah tanah kami sendiri, bertahun-tahun lamanya," ucap pria itu dengan penuh emosi. 

Lalu pria itu mengambil sebuah senjata api dari balik mantel panjangnya, sambil memasangkan peredam suaranya. Memeriksa peluru, menarik pelatuk senjata tersebut dan menodongkannya ke arah kepala pemuda itu. Lalu berkata.

"Alex! Sebenarnya ini hanyalah masalah sepele, tidak ada kebencian di antara kita. Aku hanya bertugas melindungi organisasi yang telah kubentuk sejak lama, dan kami kaya karenanya. Setelah aku melenyapkanmu, maka aku akan berurusan dengan para pengkhianat itu. Kau tidak perlu takut begitu, Nak, aku berjanji akan melakukan upacara kehormatan saat kematianmu nanti.

"Ya! Aku juga akan memberikan penghargaan dan kenaikan pangkat untukmu. Kau akan dikenang sebagai anggota muda yang gugur. Di dunia ini, siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Jangan berpikir bahwa pekerjaan menjadi polisi seperti ini tidak memiliki aibnya. Kau tidak bisa menjadi Superman, Alex, kita hanya hidup untuk kepentingan kita sendiri."

Wajah Alex memucat. Nyawanya di ujung tanduk, selangkah lagi dia akan benar-benar menuju kematian. Dia tidak mampu berkata apa-apa lagi sekarang. Lalu dia menangis.

"Jangan menangis, nak. Manusia yang masih hidup tidak akan menangisi yang mati sepanjang hari. Berbahagialah disana, karena sebentar lagi kau tidak akan pernah lagi menghadapi kerasnya dunia. Sungguh, aku iri padamu!"

Dalam hitungan ketiga, pria itu menembak kepala pemuda itu. 

Lalu semuanya berakhir

Dan berakhir pada kegelapan. Sementara pria dengan topeng hitam itu harus kembali dan membereskan kekacauannya. 

Selesai..

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@semangat123 : Karena aku juga suka cerita misteri😁👍
@semangat123 : Karena aku suka sad ending 🙁✌ merasa lebih menarik kalau tokoh utamanya berakhir tragis
Nasib-nasib😔. Tapi kenapa Cerpennya Kakak, tentang pembunuhan terus?🤔🙄 Suka Film action yang bermain pistol Kah? 😁
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
TOPENG
Arthur William R
Novel
Dengar
AlifatulM
Flash
Sang Rembulan
Dhea FB
Novel
Circadian Killer
Robby Kusumalaga
Flash
JIKA JIWAMU DALAM RAGAKU
M Fadly Hasibuan
Novel
Gold
Disorder
Bentang Pustaka
Flash
PRIA MISTERIUS
Arthur William R
Flash
Bronze
Truth Or Dare
heriwidianto
Skrip Film
Syarat dari Surat
Yuda Juanda
Novel
SANG PELAHAP JIWA
Emma Susanti
Novel
JALAINI: Sumur-Sumur Mutilasi Berantai
Ikhsannu Hakim
Novel
Menara Pemakaman
Jie Jian
Flash
Kurenggut Hidupnya
Via S Kim
Flash
Menabur Abu
Paramitha
Novel
Gold
Digital Fortress
Mizan Publishing
Rekomendasi
Cerpen
TOPENG
Arthur William R
Flash
PRIA MISTERIUS
Arthur William R
Cerpen
Misteri Monster Danau
Arthur William R
Novel
DUA MUSAFIR: Dialog
Arthur William R
Cerpen
PENGAKUANKU
Arthur William R
Flash
KELINCI ULANG TAHUN
Arthur William R