Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Komedi
Toko ajaib
1
Suka
6
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

“Toko Ajaib 24 Jam”

---

1. Pelanggan Pertama di Tengah Malam

Malam itu, Nara berjalan pulang dari kampus dengan langkah lesu. Jam sudah hampir dua belas malam, dan satu-satunya hal yang membuatnya bertahan hanyalah bayangan mie instan di kamar kos.

Di ujung jalan, ia melihat sesuatu yang aneh. Sebuah toko berdiri di antara dua gedung tua yang biasanya kosong. Lampunya menyala lembut warna biru, dan di depan pintu ada papan kecil bertuliskan

> “Toko Ajaib 24 Jam — Apa pun yang kamu butuh, tapi mungkin tidak kamu mau.”

Nara mengerutkan kening. Ia belum pernah lihat toko itu sebelumnya. Tapi karena penasaran, dan sedikit lapar, ia memutuskan untuk masuk.

Begitu pintu terbuka, lonceng kecil berdenting. Aroma aneh seperti campuran kopi, kayu manis, dan sedikit petir memenuhi udara. Rak-raknya penuh benda aneh. Ada jam pasir yang berputar sendiri, buku yang menulis isinya sendiri, dan toples berlabel “Cahaya Bekas Senja”.

Dari balik meja kasir, seorang pria tua berkacamata bulat menatapnya sambil tersenyum. “Selamat datang di Toko Ajaib. Apa yang kamu cari malam ini, Nona Nara?”

Nara langsung merinding. “Kok Bapak tahu nama saya?”

Pria itu tertawa pelan. “Semua pelanggan yang masuk ke sini sudah terdaftar sejak mereka berpikir untuk mencari sesuatu.”

---

2. Barang yang Tidak Dijual

Nara mencoba bersikap biasa saja. Ia berjalan di antara rak dan membaca label-label barang.

Ada “Botol berisi tawa bayi pertama”, “Cermin yang hanya menunjukkan masa depanmu kalau kamu berani melihat”, dan “Payung yang hanya terbuka kalau hatimu tenang”.

“Lucu juga,” gumam Nara. “Tapi nggak ada mie instan di sini ya?”

Pria tua di kasir menatapnya serius. “Kami tidak menjual hal-hal biasa, Nona. Tapi kami menyediakan yang kamu butuh.”

Nara tertawa. “Yang aku butuh cuma nilai skripsi lulus dan wifi cepat.”

Tiba-tiba, rak di depannya bergetar. Sebuah benda jatuh dari atas, mengenai kaki Nara.

Sebuah kotak kecil berwarna perak. Di atasnya tertulis

> “Kotak Penukar Kesialan.”

Pria kasir mendekat. “Ah, rupanya itu jatuh sendiri. Kadang benda di sini memilih pemiliknya.”

Nara menatap kotak itu. “Penukar kesialan? Maksudnya bisa bikin nasibku berubah?”

Pria itu tersenyum tipis. “Setiap kali kamu mengalami hal sial, kotak itu akan mengambil satu kesialanmu dan menggantinya dengan keberuntungan dari orang lain. Tapi setiap keberuntungan ada harga.”

“Harganya apa?”

“Belum tentu uang. Kadang hanya rasa malas, kadang waktu tidur, kadang hal yang lebih aneh.”

Nara menimbang sebentar lalu tertawa. “Ya sudah, aku ambil. Aku sudah cukup sial minggu ini.”

Ia meletakkan uang lima puluh ribu di meja. Pria itu hanya menggeleng. “Di toko ini, yang penting bukan harga, tapi niat.”

---

3. Keajaiban Pertama

Keesokan paginya, Nara terlambat bangun seperti biasa. Ia buru-buru berlari ke kampus untuk ujian presentasi skripsi. Di jalan, ia tersandung batu dan hampir jatuh. Tapi batu itu mental jauh, dan di depannya tiba-tiba muncul sepeda listrik tanpa pemilik.

Tanpa pikir panjang, Nara menaikinya dan sampai di kampus tepat waktu.

Saat presentasi, dosennya tersenyum dan berkata, “Kamu satu-satunya yang jawabannya masuk akal.” Padahal Nara sendiri lupa apa yang ia katakan.

Sepulangnya, ia menatap kotak perak itu di meja. Di atasnya muncul goresan baru.

> “Kesialan hari ini tertukar dengan keberuntungan seseorang di Bekasi.”

Nara terdiam. “Wah, kasian juga orang Bekasi itu.”

---

4. Efek Samping

Hari-hari berikutnya terasa seperti mimpi. Setiap hal yang biasanya gagal, kini berjalan lancar. Uang sisa jajan tiba-tiba cukup untuk seminggu. Pakaian yang tadinya hilang di jemuran tiba-tiba balik sendiri, bahkan sudah disetrika.

Namun perlahan, Nara mulai sadar ada hal aneh. Ia sering ngantuk di siang hari, meski sudah tidur cukup. Kadang jam tangannya bergerak mundur beberapa detik.

Suatu malam, ia mendengar suara dari kotak itu. Suara kecil seperti bisikan.

> “Kau beruntung hari ini, Nara. Tapi seseorang menggantikannya dengan kehilangan.”

Nara langsung menutup kotak itu rapat-rapat. Tapi sejak saat itu, setiap kali ia tertawa, entah kenapa selalu ada berita buruk di TV — orang kehilangan dompet, toko kebakaran, atau hujan badai di tempat lain.

---

5. Kembali ke Toko

Akhirnya ia memutuskan kembali ke toko aneh itu. Tapi saat ia sampai di tempat semalam, toko itu sudah tidak ada. Hanya ada dinding kosong dengan coretan “Dilarang parkir”.

Nara panik. Ia menatap sekeliling, lalu mendengar suara dari lorong belakang. Lonceng kecil berdenting, dan pintu biru muncul di udara.

Ia melangkah masuk. Kali ini, toko itu lebih redup. Rak-raknya kosong. Pria tua di kasir sedang menyeduh teh.

“Ah, kau kembali. Sudah bosan dengan keberuntungan?”

Nara menatapnya kesal. “Keberuntungan ini aneh. Setiap aku beruntung, orang lain sial. Aku nggak mau gitu.”

Pria itu mengangguk pelan. “Itulah sebabnya barang itu disebut Penukar Kesialan, bukan Pencipta Keberuntungan.”

“Aku mau balikin,” kata Nara cepat.

Pria itu menghela napas. “Kau tidak bisa mengembalikan keberuntungan. Tapi bisa menyeimbangkan.”

“Caranya?”

“Temukan orang yang paling kau buat menderita tanpa sadar. Kembalikan keberuntungannya.”

---

6. Mencari yang Hilang

Nara bingung harus mulai dari siapa. Ia mencoba melihat berita. Ada laporan tentang mahasiswa di Bekasi yang dompetnya hilang, sepedanya dicuri, dan listrik di rumahnya padam tiga hari berturut-turut. Namanya Reno.

Nara merasa nama itu tidak asing. Ia cek media sosial, dan ternyata Reno adalah teman SD-nya dulu.

Ia nekat naik kereta ke Bekasi sambil membawa kotak perak itu.

Setelah mencari alamatnya, ia menemukan Reno di bengkel kecil. Wajahnya kusam, tapi ia tersenyum ramah saat melihat Nara. “Lama banget gak ketemu. Aku baru aja kena apes bertubi-tubi. Tapi gapapa, mungkin Tuhan lagi ngatur sesuatu.”

Nara menelan ludah. Ia ingin bilang kalau semua kesialan Reno itu berpindah ke dirinya lewat kotak itu. Tapi bagaimana caranya menjelaskan?

Ia hanya mengeluarkan kotak perak dari tasnya dan berkata pelan, “Aku mau kasih ini. Katanya bisa bantu keberuntungan.”

Reno menatap kotak itu, lalu tertawa kecil. “Ah, aku gak butuh. Aku udah cukup beruntung masih hidup.”

Kalimat itu membuat dada Nara sesak.

---

7. Pertukaran Terakhir

Malamnya, Nara duduk di kamar kos Reno karena hujan deras di luar. Ia menatap kotak itu di meja. Suara bisikan kembali terdengar.

> “Kau bisa mengembalikan keseimbangan. Tapi hanya sekali.”

Nara memegang kotak itu dan berbisik, “Tukar semua keberuntunganku dengan milik Reno.”

Cahaya lembut keluar dari kotak. Angin berputar pelan, dan semuanya terasa tenang.

Keesokan paginya, Reno terbangun dan menemukan bengkel kecilnya ramai. Banyak pelanggan datang, bahkan ada yang memberi donasi karena videonya viral di media. Ia merasa hidupnya berubah.

Sementara Nara pulang ke kos dengan badan lemas. Laptopnya rusak, uangnya tinggal sedikit, tapi hatinya anehnya terasa ringan.

---

8. Pintu yang Terbuka Lagi

Malamnya, saat menatap langit dari balkon kos, Nara melihat cahaya biru kecil di udara. Pintu toko itu muncul lagi, mengambang di depan balkon. Pria tua itu melangkah keluar sambil membawa secangkir teh.

“Sudah selesai, Nara?”

Nara mengangguk pelan. “Ya. Aku udah balikin semua.”

Pria itu tersenyum. “Bagus. Banyak orang datang ke toko ini minta keberuntungan, tapi jarang ada yang mau mengembalikannya.”

Ia menyerahkan sesuatu ke Nara. Sebuah buku kecil berjudul ‘Catatan Pembeli Jujur’.

“Apa ini?”

“Setiap kali kamu melakukan hal baik tanpa pamrih, satu halaman akan terisi sendiri. Kalau bukunya penuh, kamu bisa datang lagi ke toko kami tanpa harus tersesat.”

Nara tersenyum. “Jadi toko ini benar-benar nyata ya?”

Pria itu mengangkat bahu. “Nyata itu relatif. Yang penting, jangan lupa, keberuntungan yang paling kuat bukan yang datang dari kotak, tapi dari hati yang tidak menyesal.”

Setelah berkata begitu, ia melangkah masuk ke pintu biru yang perlahan menghilang bersama angin malam.

9. Halaman Pertama

Beberapa hari kemudian, Nara menulis pesan singkat ke Reno, hanya bilang “Semangat ya”. Ia tidak cerita soal kotak itu, tapi ia merasa cukup.

Saat ia membuka buku kecil pemberian pria tua itu, di halaman pertama muncul tulisan emas yang baru terbentuk.

> “Hari pertama: kau belajar memberi tanpa menunggu kembali.”

Nara tersenyum. Ia menutup buku itu dan menatap langit. Di antara awan, ia bisa melihat kilatan cahaya biru yang berkedip pelan, seolah toko itu sedang menunggu pelanggan berikutnya.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Komedi
Cerpen
Toko ajaib
Randy teo
Komik
Gold
Abu Sule
Kwikku Creator
Cerpen
Testosteron
Ida Ayu Saraswati
Cerpen
Hero
hyu
Cerpen
Bronze
Dukun Cabul Dan Celana Dalam Warisan
muhamad jumari
Cerpen
Paket Salah Alamat
Penulis N
Flash
Bronze
Untung Tidak Berpikir
Arif Holy
Flash
BISKUIT COKELAT Pengganti Utang
Yooni SRi
Flash
Dua Karet
catzlinktristan
Flash
Bronze
U P I L
John Baba
Flash
Gema Piano di Rumah Tua
Lukitokarya
Flash
Bronze
Siapa??? Rusak Kacamata Nenek
Emma Kulzum
Cerpen
Bronze
Nenek ku Super
Novita Ledo
Flash
Kesabaran Sang Sosialita
Freya
Komik
Sendu Gurau
Goji
Rekomendasi
Cerpen
Toko ajaib
Randy teo